Tatapan di Pasar Malam
Cerpen Yudha Adi Putra
Ada panggilan masuk di gadget. Sebuah nomor yang belum pernah disimpan oleh Yudhis. Sengaja dibiarkan tak terjawab. Yudhis seperti ketakutan. Ada apa lagi ? Sekarang siapa lagi menghubunginya ? Menganggu waktu bersantai saja !
        Hari menjelang panggung boneka memang penuh persiapan. Itu untuk perayaan Natal anak di gereja. Biasanya, hanya ada sinterklas dengan perut dibuat gendut, nyanyian natal, dan kado untuk anak-anak. Tapi, tahun ini beda. Rencana mau ada panggung boneka. Semua anggota komisi Anak persiapan, tak terkecuali Yudhis. Ia membantu membuat boneka. Awalnya, ia begitu bersemangat. Memotong bambu. Mengukur sesuai kebutuhan untuk tangkai panggung boneka. Apalagi, ketika mendengar Natal Anak. Seolah, ingin semuanya yang terbaik untuk anak-anak.
        Tapi, sehari sebelum perayaan dimulai. Yudhis enggan membantu persiapan. Ada telpon masuk tadi, ternyata dari Walidi. Salah satu rekannya di Komisi Anak.
        "Angkat dulu ! Ini aku mau tanya soal bambu dan tongkat untuk panggung boneka. Sudah mau persiapan, tapi belum ada," teriak Walidi dalam telpon. Yudhis hanya menjawab seperlunya.
        "Iya, memang belum ada,"
        "Terus bagaimana ? Sudah jam segini ! Masa tongkat untuk boneka belum ada !" Walidi mulai panik. Suaranya dalam telpon terdengar jelas. Ada perasaan tergesa-gesa. Sebenarnya sama, ingin yang terbiak untuk acara panggung boneka.
        "Iya,"
        "Sudah ! Aku tolong kirimi nomornya Gilang saja !" teriak Walidi. Telpon dimatikan.
        Begitulah yang membuat Yudhis kesal. Mereka telpon dan menghubungi ketika ada perlu saja. Seolah, tugasnya itu hanya mengerjakan kehidupan di gereja. Entah itu dekorasi, nyanyi, atau apa saja tentang ritual. Yudhis juga mulai berusaha menghindar dari pertemuan di gereja. Soal apa saja, kalau harus diminta ke gereja. Selalu alasan dicarinya.