Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lato-Lato Terakhir

21 Januari 2023   14:30 Diperbarui: 21 Januari 2023   15:15 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lato-Lato Terakhir

Cerpen Yudha Adi Putra

                Sepulang sekolah, tempat itu selalu ramai anak-anak. Sebuah gubug kecil di pojok perumahan. Mereka asyik dengan gadgetnya masing-masing. Semua berubah. Sejak permainan lato-lato menjadi viral di media sosial. Anak SD sampai SMP di perumahan juga memainkan dua bola pejal yang diikat dengan tali. Suaranya membuat bising siapa saja yang mendengar. Beberapa saat, sore mulai menjadi malam. Mereka bubar, takut dimarahi orangtua.

                Jalan perumahan, tanaman bunga, pakar menjulang tinggi hingga deru motor pegawai pulang dari kantor. Pemandangan itu menjadi kawan Beni ketika berjalan menuju rumah. Ingatan pada tugas sekolah masih jelas bahwa tugas matematika belum dikerjakan. Tangannya asyik memainkan lato-lato. Berbagai gaya dicobanya. Sepulang dari sekolah, ia makan lalu bermain lato-lato bersama teman-teman. Menyenangkan, bisa lepas sejenak dari permainan di gadget. Semangat bermain lato-lato menjadi variasi. Ada dengan lompatan. Ada juga sambil melakukan tarian.

                Masih dengan lato-lato ditangan kanan, Beni menyapa beberapa tetangga. Mereka tengah asyik menyirami tanaman. Berjalan bertiga, ada Beni, Doni, dan Roni. Sampai di persimpangan, mereka berpisah menurut arah rumah masing-masing. Beni berjalan lurus. Jam tangan mungilnya menunjukkan pukul 17:45. Sudah cukup petang, risiko dimarahi orangtuanya lebih besar. Tapi, dari kejauhan ia menatap pagar rumah. Belum ada tanda-tanda orangtuanya pulang. Sejenak, Beni merasa lega. Perjalanan pulang dengan bermain lato-lato bisa lebih panjang.

                Tak disangka, pintu rumah sudah terbuka. Nampak Ibunya menerima tamu. Saat membuka pintu gerbang, Beni ketakutan. Ia pulang terlalu sore untuk anak usia kelas enam. Ia mendadak mengentikan permainan lato-latonya. Dari rumahnya juga terdengar, suara permainan lato-lato. Siapakah yang memainkan ? Apa Ibunya ?

                Sempat terpikirkan oleh Beni untuk menyapa Ibunya. Tapi tidak dilakukan, Ibunya tengah asyik berbicara dengan seorang tamu. Tamu itu membawa anak juga. Mungkin seusia Beni, tapi perempuan. Beni jadi teringat, apa anak itu adalah saudaranya ?

                "Halo, Beni. Wah, sudah pulang bermainnya. Sini !" seru perempuan yang sejak tadi Beni amati tengah asyik berbicara dengan Ibunya.

                Hanya tersenyum. Beni mendekat. Lato-latonya diletakkan. Ia meraih tangan perempuan itu dan menyalaminya. Tidak lupa, mencium tangan.

                "Tadi main dimana, Beni ? Itu, kenali. Namanya Risa !" kata seorang yang memperkenalkan diri sebagai Tante Susi. Seorang kawan laman dari mamanya.

                "Kenalan Beni. Tidak usah malu-malu," ujar Ibunya Beni.

                Beni menatap Risa. Risa juga membawa lato-lato. Mungkin benar, kalau mainan itu viral. Semua anak-anak seolah memainkan. Beni sudah sangat mahir. Tapi, Tante Susi bilang kalau Risa belum bisa. Lato-lato baru dibelina tadi siang, dalam perjalanan menuju rumah Beni. Itu juga dengan alasan serta tangisan Risa.

                "Begini caranya !" Beni meraih lato-lato. Tangannya seolah peka dengan aba-aba yang dibuatnya sendiri. Tak lama. Suara lato-lato terdengar.

                "Ternyata berisik juga ya !" keluh Tante Susi.

                Ibunya Beni hanya tersenyum. Mereka kembali asyik berbicara. Ibunya Beni mempersilakan Tante Susi untuk masuk ke dapur. Rencananya, mau melihat peralatan masak terbaru. Biasa, bahasan ibu-ibu perumahan. Sebelum Ibunya Beni mulai menunjukkan sebuah panci, ada suara tangis pecah. Tante Susi berlari menuju ruang tamu, nampak darah. Ia berteriak menyebut nama Beni.

***

                Musim lato-lato mulai surut, tapi sudah lama tidak ada di perumahan tempat Beni tinggal. Seolah, sore itu menjadi lato-lato terakhir yang dimainkan. Tidak ada lagi lomba paling lama memainkan lato-lato. Lomba paling keren bergaya saat memainkan lato-lato. Tidak ada lagi. Semua itu seiring dengan peristiwa yang menimpa Risa di rumah Beni. Ketika mereka ditinggalkan oleh orangtuanya, untuk sekedar berbagi cerita di dapur. Tak akan ada lagi suara lato-lato yang dimainkan di perumahan sejak itu, janji Ibunya Beni.

                Sebenarnya, permainan itu amat menyenangkan. Beberapa ahli juga bilang, kalau permainan lato-lato bisa sejenak melepaskan kecanduan bermain gadget. Meski hanya terbuat dari bola pejal yang ditali lalu diayunkan hingga terdengar suara "tek.. tek..tek" sesuai kecepatannya. Tapi, itu menjadi petaka bagi Risa. Tepat ketika mengayunkan pertama kali, talinya lepas. Pejal lato-lato mengenai bola mata Risa. Berdarah dan menjadi saat terakhir ia melihat dengan kedua matanya. Hingga, lato-lato dilarang dimainkan di perumahan itu.

                                                                                                                                Galeria Mall, 21 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun