"Sudah hampir jam sepuluh pagi. Mereka tidak kunjung datang ke mari. Niat bekerja atau tidak sebenarnya !" gerutu Wury. Jam terus berdetik. Keheningan pecah ketika terdengar suara motor di depan rumah.
        "Nah, mungkin mereka sudah datang !" ucap Wury senang. Tak selang lama, terdengar suara laki-laki berhelm merah sambil membawa kotak bungkus.
        Wury dan beberapa temannya sudah berjanji untuk mulai mengerjakan dekorasi untuk natal anak. Rencana mengerjakan di rumah Ucik tidak jadi karena Ucik sedang pergi dan hanya Wury yang bersedia rumahnya digunakan untuk membuat dekorasi. Lebih tepatnya, karena halaman rumahnya luas dan banyak pohon rindang. Kalau mau makan, ada mie ayam enak.
        "Paket ! Paket !" teriak lelaki itu.
        Tak merasa memesan apa pun, Wury tetap berjalan ke depan rumah. Setidaknya, menghormati orang salah alamat dan menunjukkan alamat yang tepat, begitu dugaannya.
        "Permisi, Mbak. Atas nama Wury Wijayanti, S. Pd. ?" ujar lelaki dengan memastikan pengejaan nama perempuan dihadapannya itu tidak salah.
        "Iya, benar. Itu saya, tapi saya tidak memesan apa pun, Mas !" kata Wury.
        "Saya juga hanya mengantarkan, Mbak !" jawab lelaki terburu-buru. Mungkin, sedang mengejar orderan paket yang banyak.
        Wury menerima paket itu, setelah dibuka. Isinya bahan untuk dekorasi Natal anak yang dipesan oleh Ucik lewat toko daring. Menatap sebuah gambar, Wury mengingat kembali rapat minggu lalu. Percaya tanpa mempertanyakan menjadi menyebalkan ketika tidak sesuai harapan. Bagaimana tidak, bentuk gambar dekorasi dengan realita yang harus dijalani sangat bertolak belakang. Permasalahan di mulai, ketika ada yang mengusulkan dekorasi perayaan Natal harus ramai, maklum saja, acara anak-anak itu biasanya penuh keceriaan.
***
        Terik matahari sangat terasa. Mereka yang berjanji mau datang ke rumah Wury tidak kunjung tiba. Hanya ada percakapan di grup Whatsapp. Semua soal izin. Ada juga yang tidak mau merespon.
        "Wah, kalau begini caranya. Nanti natalan bisa tidak menyenangkan. Kasihan anak-anak," gumam Yudha. Menatap layar Hpnya, grup dekorasi tak kunjung ramai. Ia sebenarnya masih sibuk dengan tulisannya.
        "Kalau aku izin. Nanti dekorasi tidak ada yang mengerjakan. Tapi, kalau aku harus datang ikut dekorasi. Bisa jadi, tulisanku tidak akan selesai tepat waktu. Nanti, aku bisa kena marah lagi. Bagaimana ya ?" Yudha nampak mulai gelisah.
        Tapi, ia memberanikan diri datang meski dengan membawa laptopnya. Sampai di rumah Wury, hanya ada Cily. Cily hanya bermainan HP. Padahal, waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu.
        "Ayo bantuin. Tanganku kena pisau tadi, aku tidak bisa motong bambu !" kata Cily. Tanpa ucapan selamat datang dan minuman. Yudha datang juga dengan perasaan kesal.
        "Sebentar, masih ada rapat daring. Habis ini aku presentasi. Baru, setelah presentasi aku bantu !" ujar Yudha sambil menyalakan laptopnya.
        "Ceritanya cuma pindah tempat ?" ujar Wury. Ia mengeluarkan beberapa makanan dan minuman es teh.
        "Bentar, setelah ini langsung aku kerjakan !" balas Yudha.
        Yudha kebingungan menatap sebuah gambar. Gambar berisi konsep dekorasi yang harus dibuat. Kebingungan itu bertambah ketika bahan dekorasi tidak semuanya ada.
        "Ini yakin mau buat seperti boneka ?" tanya Yudha.
        "Makanya, kalau rapat itu berangkat. Kemarin Senin kemana ? Padahal, ada bakso terenak di Wonosari tahu!" sahut Wury sambil mulai meraih kertas lipat.
        Mengerjakan dekorasi sebenarnya gampang, jika bahannya ada. Ide siapa membuat dekorasi rumit ? Bahan tidak ada. Orang yang mengerjakan juga hanya itu-itu saja.
        "Kalau mau berkembang, harus keluar dari zona nyaman ?" tanya Cily kesal.
***
        Dalam tempat lain, Ucik sedang sibuk mengukur ruangan yang akan didekorasi. Panggung boneka yang didambakan sudah siap tempatnya. Kurang boneka dan dekorasi.
        "Akhirnya, dekorasi natal anak dapat lebih meriah dan semoga kreasi teman-teman beragam !" ujar Ucik sambil menatap sekeliling. Ruangan bertembok hijau siap diubah menjadi hutan dalam panggung boneka.
        "Sebenarnya, aku lebih suka bekerja dalam zona nyaman. Bukankah kalau bekerja dengan maksimal harus nyaman dulu ? Kalau tidak, itu siksaan !" ujar Ucik membalas pertanyaan kenapa dekorasi yang dibuat menyusahkan dan seolah keluar dari zona nyaman.
                                                                Gancahan 5, 18 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H