"Sudah hampir jam sepuluh pagi. Mereka tidak kunjung datang ke mari. Niat bekerja atau tidak sebenarnya !" gerutu Wury. Jam terus berdetik. Keheningan pecah ketika terdengar suara motor di depan rumah.
        "Nah, mungkin mereka sudah datang !" ucap Wury senang. Tak selang lama, terdengar suara laki-laki berhelm merah sambil membawa kotak bungkus.
        Wury dan beberapa temannya sudah berjanji untuk mulai mengerjakan dekorasi untuk natal anak. Rencana mengerjakan di rumah Ucik tidak jadi karena Ucik sedang pergi dan hanya Wury yang bersedia rumahnya digunakan untuk membuat dekorasi. Lebih tepatnya, karena halaman rumahnya luas dan banyak pohon rindang. Kalau mau makan, ada mie ayam enak.
        "Paket ! Paket !" teriak lelaki itu.
        Tak merasa memesan apa pun, Wury tetap berjalan ke depan rumah. Setidaknya, menghormati orang salah alamat dan menunjukkan alamat yang tepat, begitu dugaannya.
        "Permisi, Mbak. Atas nama Wury Wijayanti, S. Pd. ?" ujar lelaki dengan memastikan pengejaan nama perempuan dihadapannya itu tidak salah.
        "Iya, benar. Itu saya, tapi saya tidak memesan apa pun, Mas !" kata Wury.
        "Saya juga hanya mengantarkan, Mbak !" jawab lelaki terburu-buru. Mungkin, sedang mengejar orderan paket yang banyak.
        Wury menerima paket itu, setelah dibuka. Isinya bahan untuk dekorasi Natal anak yang dipesan oleh Ucik lewat toko daring. Menatap sebuah gambar, Wury mengingat kembali rapat minggu lalu. Percaya tanpa mempertanyakan menjadi menyebalkan ketika tidak sesuai harapan. Bagaimana tidak, bentuk gambar dekorasi dengan realita yang harus dijalani sangat bertolak belakang. Permasalahan di mulai, ketika ada yang mengusulkan dekorasi perayaan Natal harus ramai, maklum saja, acara anak-anak itu biasanya penuh keceriaan.