Perempuan yang Melajang hingga Tua
Cerpen Yudha Adi Putra
        Mungkin pagi itu tak akan pernah dilupakan oleh Darso. Karena di rumah tidak ada makanan, ia pergi untuk membeli makan di desa sebelah. Dalam perjalanan, ada perempuan mendorong sepeda motor dengan kepayahan. Darso berniat menolong.
        "Motornya kenapa, Mbak ?" tanya Darso sambil memperlambat laju motor tuanya.
        "Tidak tahu, Mas. Tiba-tiba berhenti dan tidak mau menyala," ujar perempuan itu sambil menunjukkan wajah ketakutan.
Wajar saja, banyak berita soal kejahatan jalanan yang membacok pengendara motor lalu meninggalkan pergi begitu saja. Tapi, ketika melihat penampilan Darso sepenuhnya, perempuan tadi sedikit lega.
        Lelaki usia empat puluhan dengan sarung sebagai kalung dan pakaian batik lusuh. Sama seperti bapak-bapak di desa pada umumnya.
        "Boleh saya cek, Mbak? Siapa tahu, saya bisa membantu ? Mbak mau pergi ke mana ?" Darso berusaha menawarkan bantuan. Ia memarkirkan motornya dan mendekati motor perempuan tadi.
        "Wah, boleh, Mas. Kebetulan, saya mau ke Pasar Sendangadi. Masih lumayan jauh," perempuan tadi menyebut nama Sendangadi. Sebuah daerah penghasil bunga hias dan di sana ada banyak kreasi hiasan dengan bunga.
        "Iya itu, Mbak. Mbak sendiri dari mana ?" tanya Darso.
Seketika, ia merasa takjub melihat wajah cantik perempuan tadi. Meski masih tertutup helm. Sorot mata dan penampilannya menunjukkan kalau dia perempuan cantik. Semacam kembang desa. Mereka bertukar cerita sembari Darso mengecek sepeda motor biru tua itu.
        "Ini businya sudah jelek, Mbak. Sebentar, saya ada gantinya," ujar Darso. Kemudian sejak saat itu, cerita menolong perempuan tadi menjadi cerita yang terus diceritakan Darso ketika ronda, di sawah, di mana saja. Kagum, betapa cantiknya perempuan yang ditolongnya.
***
        "Kita datangi tempat tinggalnya saja !" teriak istri Darso.
        "Iya, dia pasti janda penggoda! Palingan cuma perempuan rendahan yang kerjanya tak jauh-jauh dari kasur!" teriak ibu-ibu yang lain.
        "Pantas saja hidup melajang. Kerjaannya godain suami orang!" warga desa lain juga turut berteriak.
        Suasana ramai mulai terasa di desa Darso. Isu para suami jarang pulang karena tergoda perempuan yang memilih melajang sedang hangat. Banyak perempuan tidak terima. Semua berawal dari rasa penasaran karena mendengar cerita Darso menolong perempuan yang motornya mogok.
        "Memangnya, secantik apa dia itu ? Salon langganannya dimana ?" tanya istri Darso.
        "Palingan juga simpanan pejabat! Dapat uang dari mana lagi coba untuk perawatan ?" dugaan seorang lelaki.
        "Harusnya kita kasihan. Sudah cantik, terlihat muda. Tapi kenapa tidak menikah. Kalau memilih lelaki, pasti banyak yang mau. Kemarin saja, ada lelaki bermobil datang ke rumahnya. Ia bertanya padaku alamatnya,"
        Percakapan semakin hangat ketika mereka akhirnya tahu nama perempuan itu. Dara Dinanti. Ia hanya tinggal sendirian di samping desa. Banyak lelaki mendatangi rumahnya, termasuk Darso. Semua membawa harapan bisa menikah dengannya, meski kadang sudah beristri. Maklum, itu semua karena kecantikkannya.
***
        Dara Dinanti, perempuan usia empat puluh delapan tahun. Tapi, ia memilih untuk hidup melajang hingga tua. Bukan karena dia tidak mencintai seorang lelaki. Bukan juga karena tidak ada lelaki yang mau dengannya. Sudah banyak hinaan diterimanya, tapi bagi tetangga yang kenal dan tahu. Dara adalah perempuan baik.
        "Ia dulu pernah jatuh cinta semasa muda dengan seorang pria. Tapi, ibu dari pria itu tidak setuju kalau anaknya menikah dengan Dara," kata seorang tetangga yang sebaya dengan Dara. Tapi, kini sudah menjadi nenek-nenek muda.
        "Kenapa tidak setuju?" tanya seorang warga.
        "Tanya saja sendiri!"
        "Lalu, kenapa dia bisa nampak awet muda dan tetap cantik ? Usianya sudah hampir lima puluh tahun, bukan ?" sindir istri Pak RT.
        Di dalam rumahnya yang berbentuk huruf U. Dara membersihkan taman bunganya. Ia ingat betul perkataan Setyo sebelum akhirnya mereka berpisah.
        "Perempuan akan awet muda dan tetap cantik ketika merawat bunga," sambil Setyo memberikan setangkai bunga.
        Sejak pemberian setangkai bunga itu, Dara tidak pernah kesepian meski Setyo sudah tidak ada. Ia tetap awet muda dan cantik dengan merawat bunga.
                                                                        Mlati, 17 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H