Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan yang Melajang hingga Tua

17 Januari 2023   09:00 Diperbarui: 17 Januari 2023   08:59 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perempuan yang Melajang hingga Tua

Cerpen Yudha Adi Putra

                Mungkin pagi itu tak akan pernah dilupakan oleh Darso. Karena di rumah tidak ada makanan, ia pergi untuk membeli makan di desa sebelah. Dalam perjalanan, ada perempuan mendorong sepeda motor dengan kepayahan. Darso berniat menolong.

                "Motornya kenapa, Mbak ?" tanya Darso sambil memperlambat laju motor tuanya.

                "Tidak tahu, Mas. Tiba-tiba berhenti dan tidak mau menyala," ujar perempuan itu sambil menunjukkan wajah ketakutan.

Wajar saja, banyak berita soal kejahatan jalanan yang membacok pengendara motor lalu meninggalkan pergi begitu saja. Tapi, ketika melihat penampilan Darso sepenuhnya, perempuan tadi sedikit lega.

                Lelaki usia empat puluhan dengan sarung sebagai kalung dan pakaian batik lusuh. Sama seperti bapak-bapak di desa pada umumnya.

                "Boleh saya cek, Mbak? Siapa tahu, saya bisa membantu ? Mbak mau pergi ke mana ?" Darso berusaha menawarkan bantuan. Ia memarkirkan motornya dan mendekati motor perempuan tadi.

                "Wah, boleh, Mas. Kebetulan, saya mau ke Pasar Sendangadi. Masih lumayan jauh," perempuan tadi menyebut nama Sendangadi. Sebuah daerah penghasil bunga hias dan di sana ada banyak kreasi hiasan dengan bunga.

                "Iya itu, Mbak. Mbak sendiri dari mana ?" tanya Darso.

Seketika, ia merasa takjub melihat wajah cantik perempuan tadi. Meski masih tertutup helm. Sorot mata dan penampilannya menunjukkan kalau dia perempuan cantik. Semacam kembang desa. Mereka bertukar cerita sembari Darso mengecek sepeda motor biru tua itu.

                "Ini businya sudah jelek, Mbak. Sebentar, saya ada gantinya," ujar Darso. Kemudian sejak saat itu, cerita menolong perempuan tadi menjadi cerita yang terus diceritakan Darso ketika ronda, di sawah, di mana saja. Kagum, betapa cantiknya perempuan yang ditolongnya.

***

                "Kita datangi tempat tinggalnya saja !" teriak istri Darso.

                "Iya, dia pasti janda penggoda! Palingan cuma perempuan rendahan yang kerjanya tak jauh-jauh dari kasur!" teriak ibu-ibu yang lain.

                "Pantas saja hidup melajang. Kerjaannya godain suami orang!" warga desa lain juga turut berteriak.

                Suasana ramai mulai terasa di desa Darso. Isu para suami jarang pulang karena tergoda perempuan yang memilih melajang sedang hangat. Banyak perempuan tidak terima. Semua berawal dari rasa penasaran karena mendengar cerita Darso menolong perempuan yang motornya mogok.

                "Memangnya, secantik apa dia itu ? Salon langganannya dimana ?" tanya istri Darso.

                "Palingan juga simpanan pejabat! Dapat uang dari mana lagi coba untuk perawatan ?" dugaan seorang lelaki.

                "Harusnya kita kasihan. Sudah cantik, terlihat muda. Tapi kenapa tidak menikah. Kalau memilih lelaki, pasti banyak yang mau. Kemarin saja, ada lelaki bermobil datang ke rumahnya. Ia bertanya padaku alamatnya,"

                Percakapan semakin hangat ketika mereka akhirnya tahu nama perempuan itu. Dara Dinanti. Ia hanya tinggal sendirian di samping desa. Banyak lelaki mendatangi rumahnya, termasuk Darso. Semua membawa harapan bisa menikah dengannya, meski kadang sudah beristri. Maklum, itu semua karena kecantikkannya.

***

                Dara Dinanti, perempuan usia empat puluh delapan tahun. Tapi, ia memilih untuk hidup melajang hingga tua. Bukan karena dia tidak mencintai seorang lelaki. Bukan juga karena tidak ada lelaki yang mau dengannya. Sudah banyak hinaan diterimanya, tapi bagi tetangga yang kenal dan tahu. Dara adalah perempuan baik.

                "Ia dulu pernah jatuh cinta semasa muda dengan seorang pria. Tapi, ibu dari pria itu tidak setuju kalau anaknya menikah dengan Dara," kata seorang tetangga yang sebaya dengan Dara. Tapi, kini sudah menjadi nenek-nenek muda.

                "Kenapa tidak setuju?" tanya seorang warga.

                "Tanya saja sendiri!"

                "Lalu, kenapa dia bisa nampak awet muda dan tetap cantik ? Usianya sudah hampir lima puluh tahun, bukan ?" sindir istri Pak RT.

                Di dalam rumahnya yang berbentuk huruf U. Dara membersihkan taman bunganya. Ia ingat betul perkataan Setyo sebelum akhirnya mereka berpisah.

                "Perempuan akan awet muda dan tetap cantik ketika merawat bunga," sambil Setyo memberikan setangkai bunga.

                Sejak pemberian setangkai bunga itu, Dara tidak pernah kesepian meski Setyo sudah tidak ada. Ia tetap awet muda dan cantik dengan merawat bunga.

                                                                                                                                                Mlati, 17 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun