Kesempatan dalam Kurungan
Cerpen Yudha Adi Putra
"Sial. Ranting apa ini, kenapa lengket sekali!" terdengar suara burung pleci mengaduh. Bulunya terkena getah lengket. Getah itu sengaja dipasang oleh Bayu. Tapi, hanya ditinggalkan begitu saja.
"Siapa kau ? Mendekat kalau berani," teriak burung pleci. Suara mereka saut-sautan hanya terdengar sebagai kicauan. Sebenarnya, mereka sedang saling berbicara.
Burung pleci merupakan burung kecil. Jangan di remehkan, suaranya keras dan bisa menirukan banyak kicauan burung. Kalau memanggil teman-temannya, terdengar cuitan keras dan panjang. Itu menjadi kesenagan Bayu tiap pagi. Burung pleci dimandikan, lalu diberi dahan kecil beserta jebakan dari getah.
"Gara-gara mendekati dirimu. Aku jadi kena ranting lengket ini. Dasar burung dalam sangkar. Burung manja kamu ini !" bentak burung pleci. Ia berusaha mengepakkan sayapnya. Tapi tetap tidak bisa, kedua sayapnya lengket. Sedikit bergerak saja, bisa tercabut bulunya. Tentu akan sakit sekali.
"Bilang saja, kalau kau tidak berani padaku ! Burung liar memang begitu ya ? Lemah sekali !" ejek burung pleci dalam sangkar.
Antara burung pleci peliharaan dalam sangkar dan burung pleci liar memang sering bertengkar. Mereka saling ejek. Bisa juga memanggil kawan lain untuk membantu. Sebagai burung yang hidup berkoloni, pleci akan sulit berkicau dengan keras. Picuan kicauan lawan akan membuat merasa tertantang. Persis seperti peristiwa sore ini.
"Bagaimana ini, aku ingin terbang bebas. Kenapa kakiku tak bisa digerakkan ? Ini sengaja ya ? Supaya aku nanti dikurung seperti dirimu dalam sangkar ?" keluh burung pleci liar. Bulu kuning keabuabuannya nampak mulai rusak.
"Mana aku tahu, aku hanya bernyanyi. Makanya, jangan merasa paling pintar. Kami burung dalam sangkar lebih diperhatikan," kata burung pleci dalam sangkar.
"Memang, ada kalanya juga. Aku ingin bisa terbang bebas seperti dirimu, tapi makanan sudah tersedia. Kalau musim kawin, nanti pemilikku akan menjodohkan. Enak sekali bukan ?" lanjut pleci dalam sangkar.