Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Dahan

30 Desember 2022   19:20 Diperbarui: 30 Desember 2022   19:39 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah Dahan

Cerpen Yudha Adi Putra

Makanan dalam sangkar tidak enak. Gula cair yang sudah beberapa hari. Aku dan Jeki tidak berselera untuk makan. Tapi, kalau aku tidak makan, bisa saja menyusul kedua kawan kami. Mati dengan tubuh kurus dikeroyok semut. Begitulah, nasib burung dalam sangkar. Iya, antara kelaparan, lalu mati. Bisa juga terbang bebas, kalau pemilik kami lupa menutup sangkar. Tapi, itu sangat jarang terjadi.

                "Apa yang diperbuat anak itu?" tanya Jeki padaku. Seketika, aku mengamati anak laki-laki yang memelihara kami. Ia bernama Yudha. Ada tujuh burung di rumahnya. Semua diberi makan, kalau ingat.

                "Entah, ia membuka kota bersuara kawan-kawan kita. Tapi, kemarin kata Rokie. Pemilik kita sedang membuat ramuan baru. Untuk menangkap burung," jawabku singkat. Aku mendekati tempat makanan, mau tidak mau aku harus makan.

                Bagi burung sogon seperti kami, sinar matahari amat penting. Tidak bertemu sinar matahari, kami bisa gatal-gatal. Hal itu juga diketahui pemilik kami. Setelah memberi makanan, kami disiram air seenaknya. Lalu, kami dibiarkan menikmati sinar matahari, kadang sepanjang hari sampai kepanasan. Burung liar yang lewat mengejek kami. Mereka berkicau, seolah mengajak kami bernyanyi. Tapi, apa mungkin bernyanyi dalam kurungan sangkar seperti ini ?

                "Nanti, kita akan dibawa ke sawah. Aku sudah lama tidak melihat hamparan sawah. Semoga anak itu kelupaan dan kita bisa lepas," ungkap Jeki. Ia mendengar percakapan anak itu dengan orangtuanya.

                "Kalau tidak, kita bisa dimakan ular. Kau tahu, sawah itu banyak ularnya. Tidak hanya burung, kita dalam sangkar kayu bisa dimakan," jawabku sambil melompat dari dahan sempit di sangkar merah yang sudah tiga bulan kami tinggali.

                "Tidak masalah. Kita bisa ganti suasana, itu sudah lebih baik. Bosan tahu, hanya mendengar kicauan mereka. Bukannya tertarik, aku malah merasa berisik," kata Jeki.

                "Siapa yang kalian sebut berisik ? Dasar burung muda. Makanya, kalian belajar berkicau biar pemilik kita senang. Bukan mengeluh saja," Loki tiba-tiba berkomentar. Burung prenjak tamu betina itu memang sudah tua. Ia dua tahun lebih di dalam sangkar. Jadi, sudah tahu caranya menjadi penjilat. Kalau kicauannya merdu dan bervariasi, pasti pemilik membelikan makanan ekstra.

                "Sudahlah. Kita nikmati saja, siapa tahu nanti bisa berkenalan dengan burung lain di sawah," ucapku berusaha menenangkan diri. Sebenarnya, sudah beberapa kali aku pergi ke sawah. Tapi itu dulu, sebelum aku dipelihara dan hanya di dalam sangkar saja.

                "Lihat itu, dia membawa dahan dengan jebakan. Asyik, nanti kalian pasti bertugas. Siapkan suara terbaikmu kawan," ungkap Loki.

                "Jebakan apa ? Perasaan itu hanya dahan. Mungkin untuk mempermudah kawan kalau mau mampir ke sarang kita," Jeki menjawab.

                Pagi itu, anak yang memelihara kami membawa sangkar dan dahan ke sawah belakang rumah. Tidak lupa, ia menyalakan suara persis kicauan kami. Entah, apa maksudnya. Tapi, suara kicauan itu seperti memanggil.

                "Hai. Bagaimana rasanya hidup dalam sangkar?" sentak seekor burung sogon sambil berterbangan. Ia bergerombol. Jeki berusaha berteriak membalas. Tapi, kesulitan karena takut sangkarnya masih belum seimbang diletakkan pada sebuah dahan.

                "Menyenangkan sekali, kami makan tinggal makan. Bernyanyi sepanjang hari tanpa takut kelaparan. Kalian harus cari makan ya ?" kata Jeki dengan berbohong. Aku tahu keluhan Jeki, soal makanan yang tidak enak. Soal suara berisik. Apa saja, ia senang mengeluh. Baru pertama kali, aku mendengar ia bilang menyenangkan.

                "Apa maksudmu? Nanti kawan kita itu mendekat. Kalau dia kena jebakan bagaimana ?" aku berkomentar. Kesal sebenarnya, kami dijadikan umpan supaya burung lain mendekat dan hinggap pada sebuah dahan yang sudah diberi jebakan.

                "Biar saja, biar merasakan penderitaan dalam kenyamanan. Hahahaha. Ayo, berkicau yang keras. Biar mereka datang," kata Jeki. Ia menggepak-kepakkan sayapnya. Kalau air penuh, bisa juga dia mandi. Tapi, air dalam sangkar hanya sedikit.

                Sejam berlalu, tak ada burung lain yang datang. Kami kepanasan berdua dalam sangkar. Jeki menghabiskan banyak makanan yang sering disebutnya tidak enak itu.

                "Wah, kalian kerjanya cuma makan. Boleh aku menikmati makanan kalian?" seekor burung sogon yang sudah dewasa mendatangi kami. Nampak dari bulu di dadanya, ia sudah pandai berkicau.

                "Jangan ke sini, ini jebakan !" teriakku pada burung itu.

                Terlambat, bulu indah burung sogon itu terkena lem. Dahan yang melintang di dekat sangkar kami ternyata penuh lem.

                "Kurang ajar! Kalian pasti sengaja, tapi tidak apa. Setidaknya, setelah ini aku akan diberi makanan." ujar burung sogon itu. Ia memperkenalkan diri dengan nama Sogie.

                Jeki heran. Kenapa burung liar malah ingin berada dalam sangkar dan diberi makan. Memang, sebuah dahan bisa mengubah pandangan. Aku dan Jeki mengamati dari sangkar, Sogie kesulitan melepaskan diri dari lem. Bulunya rusak dan dari arah lain, seekor ular mendekat. Kami berkicau panik.

                                                                                                                Sembuh Lor, 30 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun