Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Dahan

30 Desember 2022   19:20 Diperbarui: 30 Desember 2022   19:39 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                "Lihat itu, dia membawa dahan dengan jebakan. Asyik, nanti kalian pasti bertugas. Siapkan suara terbaikmu kawan," ungkap Loki.

                "Jebakan apa ? Perasaan itu hanya dahan. Mungkin untuk mempermudah kawan kalau mau mampir ke sarang kita," Jeki menjawab.

                Pagi itu, anak yang memelihara kami membawa sangkar dan dahan ke sawah belakang rumah. Tidak lupa, ia menyalakan suara persis kicauan kami. Entah, apa maksudnya. Tapi, suara kicauan itu seperti memanggil.

                "Hai. Bagaimana rasanya hidup dalam sangkar?" sentak seekor burung sogon sambil berterbangan. Ia bergerombol. Jeki berusaha berteriak membalas. Tapi, kesulitan karena takut sangkarnya masih belum seimbang diletakkan pada sebuah dahan.

                "Menyenangkan sekali, kami makan tinggal makan. Bernyanyi sepanjang hari tanpa takut kelaparan. Kalian harus cari makan ya ?" kata Jeki dengan berbohong. Aku tahu keluhan Jeki, soal makanan yang tidak enak. Soal suara berisik. Apa saja, ia senang mengeluh. Baru pertama kali, aku mendengar ia bilang menyenangkan.

                "Apa maksudmu? Nanti kawan kita itu mendekat. Kalau dia kena jebakan bagaimana ?" aku berkomentar. Kesal sebenarnya, kami dijadikan umpan supaya burung lain mendekat dan hinggap pada sebuah dahan yang sudah diberi jebakan.

                "Biar saja, biar merasakan penderitaan dalam kenyamanan. Hahahaha. Ayo, berkicau yang keras. Biar mereka datang," kata Jeki. Ia menggepak-kepakkan sayapnya. Kalau air penuh, bisa juga dia mandi. Tapi, air dalam sangkar hanya sedikit.

                Sejam berlalu, tak ada burung lain yang datang. Kami kepanasan berdua dalam sangkar. Jeki menghabiskan banyak makanan yang sering disebutnya tidak enak itu.

                "Wah, kalian kerjanya cuma makan. Boleh aku menikmati makanan kalian?" seekor burung sogon yang sudah dewasa mendatangi kami. Nampak dari bulu di dadanya, ia sudah pandai berkicau.

                "Jangan ke sini, ini jebakan !" teriakku pada burung itu.

                Terlambat, bulu indah burung sogon itu terkena lem. Dahan yang melintang di dekat sangkar kami ternyata penuh lem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun