Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misa Sederhana

29 Desember 2022   16:30 Diperbarui: 29 Desember 2022   16:28 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. pribadi

Misa Sederhana

Cerpen Yudha Adi Putra

"Kring.. Kring.. Kring," hentakan lonceng oleh misdinar mulai terdengar. Imam berucap doa sembari beberapa dari umat menyahutnya. Pagi itu, auditorium berhasil disulap menjadi tempat misa sederhana. Tapi, ada nuasa rasa khidmat, terutama bagi orang yang jarang ikut misa seperti Bagas.

                "Kalau ikut misa, ternyata lumayan lama ya," kata Bagas pada kedua teman di sampingnya.

                "Ah, tidak. Ini tadi, cepat. Biasanya, kalau imamnya bikin ngantuk. Bisa tidur kamu," celetuk Dio.

                Bagas melihat sekeliling, nampak beberapa wajah dikenalnya. Tapi, kebanyakan dari mereka adalah wajah-wajah baru menurut Bagas.

                "Setelah ini apa lagi acaranya?" tanya Bagas pada adik kelas yang duduk di depannya.

                "Nanti ada drama, pembagian hadiah, terus foto bersama dan makan siang. Setahuku itu saja, Mas." lelaki dengan seragam panitia warna kuning itu menjelaskan.

                "Wah, ada pembagian hadiah. Semoga dapat kompor, lumayan buat masak. Hahaha," Bagas tertawa.

                Audiorium menjadi tempat perayaan misa bersama antara alumni dan siswa SMK N 2 Depok Sleman. Setelah misa sederhana itu usai, suara lirih Bagas masih saja terdengar menyanyikan sebuah lagu secara sepotong-potong, sesuka hatinya. Lagu doa bapa kami. Bagas merasa lagu itu berkesan. Sesuai dengan kesempatan untuk merayakan natal bersama dengan kawan lamanya. Ia berusaha untuk mengenang kembali, beberapa tahun setelah lulus dari sekolah itu. Ada apa saja yang berubah, banyak hal. Tapi tidak dengan sorot mata guru-gurunya, gurauan dengan teman-temannya, dan jamuan setelah misa. Ada drama natal dan makan bersama.

                "Mas, ayo maju duduk di depan. Masa di depan kosong. Kebiasaan, duduk di belakang yang depan dibuat kosong," ucap pembawa acara meminta beberapa alumni untuk pindah tempat duduk.

                "Iya, mari silakan. Biar kita bisa segera mulai acara selanjutnya, setelah ada drama keren persembahan teman-teman,"pinta perempuan berbado sinterklas. Ia juga menjadi pembawa acara.

                Bagas dan kedua temannya saling berpandangan. Mereka enggan berpindah tempat duduk. Merasa sudah alumni, duduk di belakang saja. Biar yang di depan untuk teman-teman yang lain.

                "Duduk di depan itu membosankan," ungkap kawan Bagas sambil keasyikan memainkan game di gawainya.

                "Hanya untuk orang yang datang pertama kali. Biasanya, kursi belakang kosong. Kalau datang terlalu awal, nanti diminta pindah ke depan. Pokoknya yang depan diisi dulu," Dio ikut berkomentar.

                Acara setelah misa tak kunjung di mulai hanya karena banyak peserta yang tidak mau pindah ke depan. Pembawa acara kewalahan meminta mereka untuk pindah tempat duduk. Hingga, Bagas juga ikut berkomentar.

                "Mari teman-teman. Kita dukung kegiatan adik-adik kita sambil kita ingat perjuangan dulu. Bagaimana merangkai acara demi acara supaya dapat mendapatkan sukacita. Kita apresiasi kegiatan mereka, mari pindah duduk agak ke depan," ucap Bagas membawa pelantang.

                "Ngapain itu Bagas juga ikut-ikutan nyuruh duduk maju ke depan ?"kata Dio.

                "Mungkin sedang mencari muka. Hahaha, Bagas setelah misa memang agak berbeda," Novi ikut berkomentar.

                "Tapi, ada benarnya juga. Kalau duduk mau ke depan, setidaknya acara bisa dilanjutkan." ucap kawan yang lain.

                "Memangnya kenapa coba ? Acara santai dibuat repot juga. Harus maju duduk ke depan," gerutu Dio.

                "Bagas ada-ada saja, memangnya kalau sudah ikut misa. Masalah jadi selesai ? Terus seenaknya begitu saja. Untuk hanya minta pindah duduk ke depan," lanjutnya.

                "Sudah-sudah. Ayo, kita apresiasi mereka. Duduk di barisan kursi paling depan saja," usul Novi sambil memberesi barang bawaannya. Tapi, ada sampah yang terlupa tidak dibawa.

                "Sampahmu itu, cuma mau pindah tempat bersih saja kamu ini," gerutu Dio.

                Kumpulan alumni itu kemudian beranjak pindah duduk ke dapan. Nampak Bagas tersenyum puas.

                "Mari. Silakan dilanjutkan. Kita mulai lagi mengikuti misa sederhana. Semoga kita bisa menikmati setiap perutusan kita," kata Bagas sambil mempersilakan pembawa acara.

                Bagas beranjak menuju ke tempat duduk. Ia disambut dengan senyum kecut beberapa temannya.

                "Kenapa kamu mempermalukan kamu, itu lihat. Guru-guru menganggap kami alumni tidak tahu diri," gerutu Dio.

                "Ah tidak, mereka senang karena kita mengikuti misa sederhana dengan baik," ucap Bagas.

                "Misa apa lagi ? Tadi sudah misa, kamu saja sudah mau tertidur kalau imamnya lama," Novi berbicara.

                "Perutusan, kita diutus untuk duduk di depan. Misa itu juga perutusan, sesederhana pindah ke depan untuk menghargai acara adik-adik kita," jawab Bagas.

                Mereka tersenyum kecut. Drama natal di mulai, masih sama. Soal perutusan, dimana setiap alumni diutus untuk melakukan yang terbaik dimana mereka berada. Jadi apa pun, mereka sekarang.

                                                                                                                Mrican, 29 Desember 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun