"Iya, mari silakan. Biar kita bisa segera mulai acara selanjutnya, setelah ada drama keren persembahan teman-teman,"pinta perempuan berbado sinterklas. Ia juga menjadi pembawa acara.
        Bagas dan kedua temannya saling berpandangan. Mereka enggan berpindah tempat duduk. Merasa sudah alumni, duduk di belakang saja. Biar yang di depan untuk teman-teman yang lain.
        "Duduk di depan itu membosankan," ungkap kawan Bagas sambil keasyikan memainkan game di gawainya.
        "Hanya untuk orang yang datang pertama kali. Biasanya, kursi belakang kosong. Kalau datang terlalu awal, nanti diminta pindah ke depan. Pokoknya yang depan diisi dulu," Dio ikut berkomentar.
        Acara setelah misa tak kunjung di mulai hanya karena banyak peserta yang tidak mau pindah ke depan. Pembawa acara kewalahan meminta mereka untuk pindah tempat duduk. Hingga, Bagas juga ikut berkomentar.
        "Mari teman-teman. Kita dukung kegiatan adik-adik kita sambil kita ingat perjuangan dulu. Bagaimana merangkai acara demi acara supaya dapat mendapatkan sukacita. Kita apresiasi kegiatan mereka, mari pindah duduk agak ke depan," ucap Bagas membawa pelantang.
        "Ngapain itu Bagas juga ikut-ikutan nyuruh duduk maju ke depan ?"kata Dio.
        "Mungkin sedang mencari muka. Hahaha, Bagas setelah misa memang agak berbeda," Novi ikut berkomentar.
        "Tapi, ada benarnya juga. Kalau duduk mau ke depan, setidaknya acara bisa dilanjutkan." ucap kawan yang lain.
        "Memangnya kenapa coba ? Acara santai dibuat repot juga. Harus maju duduk ke depan," gerutu Dio.
        "Bagas ada-ada saja, memangnya kalau sudah ikut misa. Masalah jadi selesai ? Terus seenaknya begitu saja. Untuk hanya minta pindah duduk ke depan," lanjutnya.