"Tidak, Sir. Kalau mau naik becak saya harus sama burung," jawab Tugiman.
      "Man, Tugiman di becak tidak untuk burung, main burung di aviary saja !"
      "No. This is my beloved pet, Sir."
      "Hoee.. Teman-teman. Ada yang bisa ngantar pak turis ke toko buku tidak ? Dia tidak mau naik becakku. Ayo, diantarkan. Jangan takut, dia pasti bayar mahal !" seru Tugiman pada kawannya di samping pasar.
      "Oalah, Man. Tugiman, saya mau naik becak kamu karena kamu bisa bahasa Inggris dan di becakmu ada bukunya. Kenapa kau malah minta teman-temanmu ? Dasar Tugiman," umpat turis asing sambil berlalu menjauh. Tugiman hanya geleng-geleng kepala, merasa turis itu aneh. Tugiman memang merasa dirinya bisa membantu teman-temannya, tapi penarik becak lain kadang mengeluh permintaan turis macam-macam dan mereka tidak bisa berbahasa Inggris.
***
      Becak dan perilaku Tugiman memang nyentrik. Tapi, kalau Mbak Asih yang naik becaknya. Tugiman rela meletakkan sangkar burungnya. Orang mengira, Tugiman jatuh hati dengan Mbak Asih. Janda anak satu yang ditinggal suaminya meninggal. Mbak Asih setiap Jumat pagi selalu langganan memakai becak Tugiman. Barang bawaannya banyak dan Tugiman membantu mempersiapkan semua belanjaannya itu. Becak Tugiman selalu penuh dengan sayuran dan keperluan warung. Bagi Tugiman sebenarnya tidak mempersoalkan dirinya disebut memakai kesempatan dalam kesempitan.
      "Jangan banyak berharap, Man. Ingat, meski janda, tapi Mbak Asih itu sarjana. Tidak sebanding dengan dirimu, kau celana pendek saja tidak lulus," ujar Parjiman ketika mereka bersama menunggu penumpang.
      Meski kadang hanya dibalut candaan, tapi kebenarannya tidak dapat ditolak. Tugiman secara diam-diam memang memendam rasa dengan Mbak Asih. Saat masih pemuda, Asih merupakan kembang desa. Tugiman sering mendengar cerita tentang Asih, sesekali Tugiman memberanikan diri bersepeda lewat rumah Asih. Itu rasanya sudah senang sekali. Sesekali, Asih juga melempar senyum pada Tugiman saat sedang menyirami tanaman. Asih juga mengenal Tugiman, seorang pemuda desa yang rela tidak sekolah demi adik-adiknya bisa sarjana. Itu dulu, sebelum Asih menikah dan Tugiman menjadi bujang lapuk.
      "Mas, becak. Nanti, sampai rumah tolong dibantu menurunkan barangnya ya, Mas." ucap Asih pada Tugiman.
      "Siap, semua beres pokokmen," sahut Tugiman.