Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cat Merah

22 Desember 2022   13:00 Diperbarui: 22 Desember 2022   13:06 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cat Merah

Cerpen Yudha Adi Putra

"Sekarang kau pulang. Jangan temui anakku lagi!" kata Pak Lurah.

Lelaki itu kemudian mendekati motor tuanya. Ia pulang tanpa membalas ucapan Pak Lurah.

"Kata Bapakmu. Aku tidak boleh menemuimu lagi,"

"Sabar ya, Mas. Pelan-pelan. Kita pasti bisa,"ucap Asih ketika dijemput oleh Aji. Hujan turun dengan deras. Mereka berteduh di depan kios bercat merah.

"Mas, kalau kita besok punya mobil pasti bisa pergi tanpa kehujanan,"

"Benar, Dek. Tapi, asyik lagi kalau bisa jadi pawang hujan. Dapat uang dan tidak kehujanan," jawab Aji.

"Ah, Mas ini. Memangnya masih ada yang jadi pawang hujan. Hujan kok diatur," belum sempat Aji membalas ucapan Asih, tiba-tiba ada suara gemuruh dan kilat membelah langit.

"Nanti bagaimana pulangnya ? Aku takut dimarahin Bapakmu lagi," tanya Aji mulai cemas.

"Bisa turun di depan gang saja. Tapi, Mas Aji bisa berbelok di sana ?," Asih menjawab.

"Tenang, Mas. Nanti bisa minta tolong Ibu. Biar tidak ada yang komentar," lanjut Asih.

Kemudian, mereka pulang meski hujan-hujan. Jaket ojek daring milik Aji dikemas rapi. Ia memakai plastik untuk melidungi tubuhnya. Asih mendapat sedikit tempat di belakang motor.

***

"Asih, tadi Hans mencarimu. Kamu dimana seharian ?" tanya Pak Lurah pada anaknya.

"Aku tadi ke tempat temanku. Ia berencana membuka salon. Makanya, tidak sama Hans," jawab Asih.

"Kak Hans keren ya, Mbak. Katanya, sudah hampir sebulan jadi PNS. Tadi cerita kalau mau pindah tugas di kantor kelurahan. Ini juga ada titipan," adiknya Asih mendekat.

Asih membuka kotak kado yang dibawa adiknya itu. Ia melihat ada beberapa produk perawatan kulit impiannya. Ia senang, tapi bingung. Bingung karena laki-laki bernama Hans itu datang lagi.

"Bu, apa Ibu tahu kabarnya Mas Aji ? Kenapa dia tidak pernah ke sini lagi ?" tanya Asih pada Ibunya ketika mereka berada di dapur.

"Mungkin, Aji takut dengan Bapakmu. Bagaimana pun, ia menghormati orangtua, apalagi lurah seperti Bapakmu," jawab Ibunya sambil menggirisi wortel.

Sejak kejadian itu, Aji tak pernah datang lagi. Hanya ada Hans, tapi Asih tidak tahu siapa Hans. Kata Bapaknya, dia adalah lulusan sekolah camat dan anak bupati. Makanya, Pak Lurah berbaik hati memperkenalkan anaknya. Tapi Asih tak pernah mau, hatinya hanya untuk Aji. Hari berlalu dengan cepat, hingga akhirnya Asih menjadi guru. Ia mengajar di SD dekat kelurahan. Ada tawaran bekerja di kelurahan, tapi ia tolak. Takut dikira mengandalkan bapaknya.

"Asih, ini tadi ada undangan pernikahan untukmu. Beberapa kawanmu sudah menikah, lalu kapan dengan kamu ? Bapak juga ingin segera punya cucu. Mengisi masa pensiun nanti dengan momong cucu pasti menyenangkan," kata Pak Lurah pagi hari sebelum Asih berangkat mengajar.

"Besok, Pak. Masih lama, belum ada calonnya," jawab Asih.

"Ingat ya, Asih. Sudah waktunya kamu menikah,"

Perkataan Pak Lurah itu membuat Asih teringat akan Aji. Kegiatan sekolah hari itu adalah terima laporan hasil belajar siswa. Asih sebagai guru kelas 3 akan bertemu dengan orang tua dan wali murid, sebagian ada yang merupakan kawan Asih waktu kecil. Maklum, perempuan di desa tidak banyak yang kuliah. Mereka biasanya lulus SMA langsung menikah.

 "Ibu guru, ini saya ada titipan. Katanya untuk Bu Asih," kata Neni, salah seorang orang tua siswa.

  "Asih, aku juga bawa titipan untukmu," kata Rudi. Kakak kelas Asih waktu SD.

Semua yang datang membawa sesuatu untuk Asih. Benda itu berbentuk amplop. Entah apa isinya, Asih tidak sempat membuka. Ia tidak penasaran. Hingga pulang ke rumah, Pak Lurah menyambutnya.

"Asih, ada yang akan melamarmu. Katanya, dia tadi memberimu kejutan dengan mengirimkan titipan padamu lewat orangtua yang mengambil hasil belajar siswa," kata Bapaknya.

  "Siapa Pak? Jangan aneh-aneh," jawab Asih.

  "Ia sudah menunggumu, ada di dalam,"

  "Ini dia, namanya Hans. Orang yang sering titip barang buat kamu," lanjut Pak Lurah.

 Asih tak menjawab. Ia langsung pergi keluar. Nampak dari rumahnya, ada lelaki bertubuh kecil. Mungkin tidak sopan kalau disebut cebol atau kerdil.

"Keluar kamu, saya tidak sudi!" teriak Pak Lurah.

 "Saya jijik nanti punya menantu kerdil," lanjutnya.

Asih kebingunan. Ada apa sebenarnya. Sayup adiknya mendengar, bahwa Hans itu adalah adiknya Aji. Ia berusaha melamarkan Asih, untuk kakaknya.

Godeam, 22 Desember 2022      

               

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun