"Besok, Pak. Masih lama, belum ada calonnya," jawab Asih.
"Ingat ya, Asih. Sudah waktunya kamu menikah,"
Perkataan Pak Lurah itu membuat Asih teringat akan Aji. Kegiatan sekolah hari itu adalah terima laporan hasil belajar siswa. Asih sebagai guru kelas 3 akan bertemu dengan orang tua dan wali murid, sebagian ada yang merupakan kawan Asih waktu kecil. Maklum, perempuan di desa tidak banyak yang kuliah. Mereka biasanya lulus SMA langsung menikah.
 "Ibu guru, ini saya ada titipan. Katanya untuk Bu Asih," kata Neni, salah seorang orang tua siswa.
 "Asih, aku juga bawa titipan untukmu," kata Rudi. Kakak kelas Asih waktu SD.
Semua yang datang membawa sesuatu untuk Asih. Benda itu berbentuk amplop. Entah apa isinya, Asih tidak sempat membuka. Ia tidak penasaran. Hingga pulang ke rumah, Pak Lurah menyambutnya.
"Asih, ada yang akan melamarmu. Katanya, dia tadi memberimu kejutan dengan mengirimkan titipan padamu lewat orangtua yang mengambil hasil belajar siswa," kata Bapaknya.
 "Siapa Pak? Jangan aneh-aneh," jawab Asih.
 "Ia sudah menunggumu, ada di dalam,"
 "Ini dia, namanya Hans. Orang yang sering titip barang buat kamu," lanjut Pak Lurah.
 Asih tak menjawab. Ia langsung pergi keluar. Nampak dari rumahnya, ada lelaki bertubuh kecil. Mungkin tidak sopan kalau disebut cebol atau kerdil.