"Kalau sudah ada guru muda, biasanya saya diminta pindah. Itu juga tidak dapat uang saku. Beginilah, nasib GTT. Guru Terus Tersakiti tanpa tahu siapa yang menyakiti. Kami padahal sama mengabdi, mengajar dari pagi ke pagi," keluh Bu guru honorer itu.
"Kalau jadi guru honorer itu, gajinya selalu lebih, Mbak. Lebih lama dibayarkannya. Kadang, saya dibayar ketika akhir semester. Selama enam bulan mengajar, baru dapat uang di akhir terima rapot. Itu juga kalau ada sisa uang sekolah," lanjut Bu Hesty sambil menyeka keringatnya. Wajahnya nampak beberapa butir jagung keringat, sepertinya keringat dingin.
"Tapi saya tidak menyerah, Mbak. Setelah mengajar, di rumah saya buka jasa menjahit. Lumayan buat kepul asap di dapur. Tapi itu juga musiman, biasanya ramai kalau musim awal semester,"
Layung hanya membalas dengan anggukan, sesekali tersenyum. Ia tiba-tiba teringat akan pekerjaan ibunya, menjahit. Lalu mulai bertanya dalam benaknya, bagaimana mungkin seorang guru hidup dengan bayaran seperti itu. Uang dari menjahit tentu tidak banyak, Layung tahu betul karena ibunya juga penjahit.
"Asyik sekali mengajar itu. Kadang administrasinya membuat lelah. Ibu gaptek. Semua itu rasanya hilang kalau sudah bertemu anak-anak. Mereka itu menyenangkan. Meski kadang ada yang nakal. Telat mengerjakan tugas. Tapi, kalau sudah mengajar rasanya senang sekali. Apalagi, kalau mendengar anak-anak yang ibu ajar menjadi orang sukses. Itu rasanya tak terbayarkan dengan apa pun, bahkan sepertinya rela kalau tak dibayar. Uang bisa dari mana saja, tapi rasa senang itu mungkin sulit didapatkan," ujar bu guru honorer itu.
***
        Dua bulan berlalu, Layung mendapat informasi kalau dirinya lolos CPNS. Tapi, dia juga tahu dari kawannya mengajar, kalau Bu Hesty tidak diterima. Padahal, tidak sampai sepuluh tahun, guru hororer itu harus pensiun. Perasaan Layung campur aduk. Ia merasa tak lulus. Mungkin dia bisa melalui tes CPNS, tapi tidak dengan tes kehidupan. Soal ketulusan alasan menjadi PNS.
                                                        Konsistori GKJ Rewulu, 19 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H