Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anugerah

18 Desember 2022   13:30 Diperbarui: 18 Desember 2022   13:50 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Anugerah tumbuh dengan banyak anggapan buruk. Ia disebut-sebut sebagai wujud dosa Pak Ari. Dosa yang berwujud anak berbadan besar, sering mengeluarkan air liur, dan bisa mengamuk kapan saja. Pak Ari tiap hari juga menerima laporan tetangganya. Mungkin, itu alasan kenapa Pak Ari memilih untuk bunuh diri dan Anugerah dirawat oleh kakaknya, Suroso.

"Dia dulu senang mengadu ayam, berjudi. Makanya, sekarang anaknya cacat dan idiot seperti itu," ujar Pak RT di kampung itu.

"Kemarin, Anugerah mengamuk di pasar. Lapak pedagang sate dirusak. Ia juga mendorong anak Pak Guru sampai terjatuh, katanya sampai kepalanya dijahit juga. Anak itu berbahaya, kenapa tidak dipasung saja?" adu Pak Andi sehari sebelum Pak Ari memutuskan untuk bunuh diri karena tak tahan merawat Anugerah.

***

Suroso hanya bisa menuruti semua permintaan orang yang mengadu perlakuan adiknya, Anugerah. Kedua kakaknya seolah tak peduli, maklum mereka sudah berkeluarga dan hanya Suroso masih membujang. Mungkin, kalau ada yang mau menikah dengannya pasti berpikir ribuan kali. Takut nanti diminta merawat Anugerah seumur hidup. Padahal, Suroso dulu punya kekasih, sebelum akhirnya kekasihnya memilih dilamar orang lain karena Suroso hanya sibuk merawat adik bungsunya yang disabilitas itu.

 "Aku janji, Mas. Aku tidak akan nakal lagi. Aku mau menurut padamu," kata Anugerah sambil terbata-bata.

"Kau ini, buat malu terus. Aku capek. Rasakan ini," kepalan tangan Suroso mendarat di pipi Anugerah.

Tidak hanya itu, kalau Suroso sedang lelah dan ada saja ulah adiknya. Ia bisa menendang adiknya itu. Menyirami dengan air sampai kedinginan. Kadang juga dikurung di kamar berhari-hari. Anugerah hanya bisa menangis dan berteriak minta tolong. Kalau ada orang yang baru tahu kondisi mereka, mungkin akan mengira Suroso kejam. Tapi, kebanyakan merasa maklum karena Anugerah benar-benar menyebalkan.

***

Sore itu, Suroso kedatangan tamu. Seorang penjual jamu langganannya. Desa itu memang masih sering ditemui pedagang keliling. Tapi, Suroso merasa keheranan. Penjual jamu itu berbeda dari yang biasa dia beli.

"Kok beda yang jual. Biasanya kemana ?" tanya Suroso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun