Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Guru Tamu

14 Desember 2022   12:47 Diperbarui: 14 Desember 2022   13:08 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                "Benar, dia sepertinya berbeda. Apa dia mau ikut kita melaut ya ? Boleh juga kalau diajak. Siapa tahu, dia juga senang meladang. Kita jarang sekali berangkat sekolah, kan seru kalau belajarnya sambil di ladang atau malam pas melaut," ujar Tommy. Ia nampak antusias memperkenalkan kehidupannya kalau guru tamu itu mengajar di kelasnya.

                "Halo adik-adik, saya Yudha. Saya mau bermain dengan kalian, permainan apa yang paling seru di sini ?" sapa Ahmad pada anak-anak yang tanpa alas kaki pergi menuju sekolah itu. Kebetulan itu hari Senin, jadi mereka semua berangkat. Kalau hari selain Senin, Jumat misalnya. Sekolah menjadi sepi karena murid-murid sibuk dengan pekerjaan membantu orangtua masing-masing.

***

                Bulan kedua Ahmad di tempatnya menjadi guru tamu sudah tiba. Ia mulai mempersiapkan beragam pembelajaran sesuai dengan kemauan adik-adik yang ditemuinya. Realita menjadi penting untuk dipelajari seluas-luasnya. Tanpa kabar, ia dihubungi oleh temannya karena melihat Ahmad hanya bermain saja dengan adik-adik, tidak melakukan pembelajaran di kelas.

                "Ahmad, kau sebenarnya menjadi relawan atau jalan-jalan ? Sudah lama tidak berkomunikasi, tapi hanya bisa melihat foto dan videomu bersenang-senang saja," tanya Robby, temannya kuliah dahulu.

                "Asyik sekali di sini, suasana belajarnya berbeda. Menjadi guru tamu sangat sensitif kalau berbicara soal menjadi relawan," Ahmad mulai bercerita.

                "Guru tamu itu menarik. Kalau tepat, ia dapat membawa semangat belajar karena dirinya berbeda dengan komunitas anak-anak dengan suasana baru. Lokasi penempatan memang membutuhkan orang baru sebagai motivator dan fasilitator, bukan penjajah dengan konsep pemikiran bahwa semua harus sama seperti tempat asalnya. Itu penting sekali," jelas Ahmad.

                "Kalau tidak mau belajar, merasa sudah paling pintar dan sumber daya di lokasi penempatan itu tidak sesuai. Biasanya akan berkomentar, ketimpangan nyata sekali di negeri ini. Sisi kota memperlihatkan kemajuan menurut peradaban, tapi pelosok memilih santai dengan apa yang dimiliki meski kadang merasa terdiskriminasi. Begitu, ketimpangan itu wajar, tapi tidak semua harus seperti tempat kita,"

                Percakapan itu menjadi semakin seru. Ahmad bercerita soal uniknya belajar bersama anak-anak di lokasi penempatannya.

***

                "Kak, aku senang sekali, kita bisa belajar bersama di ladang. Biasanya, kalau ada guru tamu itu hanya mengeluh karena kami tidak mau belajar di kelas," ujar seorang anak ketika Ahmad membawakan cerita waktu di ladang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun