Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Boleh Saya Tuliskan?

10 Desember 2022   16:15 Diperbarui: 10 Desember 2022   16:22 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Boleh Saya Tuliskan ?

Cerpen Yudha Adi Putra

                Belum sempat burung peliharaannya dimandikan, Yudha sudah pergi ke SAMSAT. Hari Sabtu ini adalah hari yang sudah ditetapkan sesuai surat keterangan, bahwa Yudha harus ke loket 3 bagian BPKB. Motornya, Appa akan balik nama. Appa memang dibelinya sejak tahun 2019, tapi baru sempat diurus bali namanya pada tahun ini.

                "Aku belum sarapan, makan apa ya. Kalau soto bosan, pengen coba yang lain," Yudha berkata sambil mengendarai Appa.

                Sampai di daerah Pasar Sleman, Yudha berhenti. Pandangannya tertuju pada kios penjual burung, ternyata ada stok burung baru. Tentu Yudha ingin membeli. Uangnya yang terbatas membuatnya mengurungkan niatnya. Tiba-tiba, ada pesan di Hpnya.

                "Ada gudeg mbarek lho di Sleman. Itu di dekat Pasar Sleman. Rasanya enak, tidak terlalu pedas," pesan itu dibacanya perlahan

                Yudha tentu mau mencoba, apalagi ia belum pernah makan gudeg. Ia makan gudeg kalau dapat gudeg dari konsumsi kegiatan yang diikutinya, kalau tidak dapat ya tidak makan.

***

                Setibanya di depan tempat berjualan gudeg, Yudha menatap sekeliling. Waktu masih pagi, tapi jalanan sudah ramai. Ada anak sekolah, ibu-ibu yang mau belanja, dan yang paling menarik perhatian Yudha adalah gudheg mbarek di depannya.

                "Gudeg satu, Bu. Lauknya pakai telur saja," Yudha mulai memesan.

                Tak lama, pesanannya siap dan Yudha melanjutkan perjalanan ke SAMSAT Sleman. SAMSAT Sleman memang dekat dari tempat berjualan gudeg, tidak hanya itu. Ada banyak hal yang menarik perhatian ketika di SAMSAT. Ada banyak orang mulai berubah menjadi ramah. Laki-laki bertopi umbu menawarkan Yudha pajak, pemuda berjaket biru mengambilkan karcis, dan lelaki tua dengan rokoknya menunjukkan tempat dimana Yudha harus menggurus suratnya. Semua itu gratis.

                "Toilet sebelah mana ya, Pak?" tanya Yudha sambil membawa beberapa berkas yang sudah difotocopy.

                "Kamu lurus ke barat, terus masuk di gedung pelayanan BPKB. Nanti di dalam ada toiletnya. Mas mau bayar pajak atau mengurus BPKBP?" ujar lelaki tua itu.

                "Saya mau mengurus BPKB, Pak. Terima kasih ya, Pak" jawab Yudha mulai meninggalkan motor dan lelaki tua dengan rokok yang hampir habis.

***

                Dalam ruangan, terdapat 4 loket dan masing-masing loket duduk seorang petugas yang sibuk dengan tumpukan kertas. Tatapan mata Yudha mencari loket 3 dan menyerahkan beberapa berkas.

                "Silakan duduk dulu, Mas. Nanti dipanggil," ujar petugas loket 3.

                "Baik, Pak."

                Sambil menunggu, Yudha memikirkan beberapa kejadian yang dialaminya tadi. Beberapa orang menjadi ramah, gudeg yang enak, dan pena. Entah kenapa Yudha jadi ingat bahwa dirinya tidak membawa pena.

                "Atas nama Yudha Adi Putra,"

                "Baik, Pak"

                Yudha segera menghentikan permainan di Hpnya dan menuju loket 3. Petugas di loket itu memberikan beberapa kertas juga dan menjelaskan sesuatu.

                "Mas, bagian ini difotocopy, lalu nanti digunakan untuk mengambil BPKB. Lalu, bagian yang ini dilegalisir untuk mengambil formulir dan nanti langsung ke loket A ya, Mas."

                Yudha hanya mengangguk. Ia berjalan menuju fotocopyan dan melaksanakan tugas yang dikatakan petugas loket.

***

                "Boleh saya tuliskan, Mas. Nanti bayar seikhlasnya saja,"ujar lelaki tua dengan kacamata yang mendekati Yudha.

                "Silakan, Pak" jawab Yudha. Entah kenapa, ia langsung saja memberikan kertas formulir itu pada lelaki yang menawarinya jasa. Lelaki yang mungkin sudah seusia kakeknya, tapi ia masih bekerja. Kacamata dengan beberapa karet gelang, hanya kacamata baca. Tapi, itu menunjang hidupnya untuk menawarkan diri menulis formulir. Kata demi kata ditulisnya. Perlahan, tapi pasti semua isian di formulir itu penuh. Ia tampak gembira, hidupnya di kala senja masih bermanfaat bagi orang lain. Itu menjai kali pertama, Yudha mengenal joki dan meneteskan air mata karena kemalasannya menulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun