Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Prenjak Tamu

21 November 2022   15:00 Diperbarui: 21 November 2022   15:00 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Prenjak Tamu

Cerpen Yudha Adi Putra

                Seekor burung prenjak mengajak temannya bernyanyi. Kicaunya terdengar di depan rumah. Berkejar-kejaran. Saling saut-sautan. Mungkin mereka bertengkar. Bapak bilang akan ada tamu datang, entah siapa yang akan datang. Tapi soal burung prenjak yang berkicau memanggil namanya sendiri, Bapak bercerita soal masa mudanya, soal kedatangan tamu. Menurut Bapak, burung prenjak itu unik, membawa pesan, mungkin juga nasihat untuk persiapan. Menjadi sebuah pertanda penting.

***

                "Orang-orang desa dahulu bersahabat dengan burung prenjak, kicauannya bisa didengarkan setiap hari. Burung prenjak menandai kabar kedatangan tamu, bahkan persis dengan posisi kicaunya burung," ujar Bapak suatu kali, sambil mengemas padi yang sudah dipanen ke dalam karung untuk dibawa pulang.

                "Mengapa harus burung prenjak, kenapa burung ? Kabar burung ya jadinya ?" aku mempertanyakan.

                Bapak sibuk menata padi, sesekali menghisap rokoknya. Tanpa menatapku, ia sibuk dengan pekerjaannya di sawah sore itu.

                "Karena prenjak adalah burung pemakan serangga," jawabnya dengan tangan memegang seikat padi.

                Bapak merapikan karung penuh berisi padai dan menatanya untuk dibawa ke tepi jalan. Aku menatap Bapak dengan wajah kian menua, kumis, janggut, dan cekungan di pipi. Bapak sudah cukup tua untuk bertani di sawah. Tidak jarang ia mengeluh lelah, tapi tetap saja ke sawah.

                "Burung prenjak itu burung petarung. Ia cukup lihai menandai kedatangan musuh atau hal baru, termasuk orang yang datang di dekat tempat tinggalnya. Ketika terancam, burung prenjak bisa melawan dan tidak akan pergi sebelum menang, meski hanya bertarung lewat kicauan," lanjut Bapak.

                "Jadi kalau ada burung prenjak bertengkar dalam kicauan di pohon atau di atas rumah berarti ada sesuatu yang baru datang dan prenjak mempertahankan keadaannya. Lalu, kenapa burung bisa seperti itu ?" aku berusaha mencoba untuk menyimpulkan, tapi memiliki pertanyaan.

                "Mungkin seperti itu, dan kalau ada burung prenjak bertengkar dan kicauannya mengalun merdu. Ada pembedaan prenjak jantan dan betina, mereka biasanya sahut-sahutan. Tapi tidak hidup berkelompok. Bisa dipastikan sulit untuk prenjak bisa tenang, itulah hebatnya burung prenjak. Selalu berusaha melawan, termasuk ketika ada hal baru datang," Bapak memberikan penjelasan dan sepertinya menyimpulkan.

***

                Bapak adalah seorang penulis, tapi ia juga bertani. Ia memilih jalan hidup seperti itu, padahal dulu pernah ditawari untuk kuliah di luar negeri. Bapak menolak. Alasannya sederhana, di luar negeri belum tentu ada burung prenjak. Entah apa yang membuat bapak begitu senang dengan burung prenjak. Ibu tidak tahu, apalagi aku. Teman-teman Bapak sering datang ke rumah. Mereka orang-orang hebat, ada yang jadi polisi, dokter, bahkan hakim. Kedatangan mereka untuk berjumpa dengan Bapak. Hingga dini hari, Bapak biasa menerima tamu. Tapi, ketika ada jadwal menulis, tidak ada yang berani menganggu, kecuali ibu. Ibu mengeluh dengan banyaknya pekerjaan di kampus. Maklum, ibu seorang dosen yang mengajar 5 kelas di 2 kampus.

***

                Seperti yang pernah aku coba simpulkan, burung prenjak itu berkelahi karena tidak nyaman dengan hal baru, termasuk ketika suaranya terdengar keras di belakang rumah. Melihatnya semakin lincah, aku senang dengan kicauan prenjak. Tapi, aku juga cemas. Siapa yang akan datang. Aku tidak mau memikirkan soal tamu, tapi diam-diam aku menebak siapakah yang akan datang menemui kami di rumah ini. Apakah itu ibu, atau bapak, bisa saja aku. Tapi untuk apa ? Aku hanya penyandang disabilitas yang tidak bisa berjalan.

                Siang mulai tiba, aku kembali ke kamarku. Aku gelisah, siapa yang akan tiba. Maka, aku tidak ragu menghubungi ibuku.

                "Itu cuma burung, sayang," jawab ibu enteng dan pamitan karena akan segera mengajar.

                "Tapi kata Bapak, burung itu pertanda tamu datang. Dulu waktu bapak kecil, burung prenjak berkicau lalu ia kedatangan tamu. Pagi itu aku mendengarnya, kata Bapak," aku berusaha mendebat ibu.

***

                Bel rumah berbunyi, aku meraih kursi rodaku dan membukanya. Dan ada seorang ingin menemui Flory, namaku. Aku menangis haru, ternyata ada yang mengenaliku dengan menyebut namaku. Lalu, silih bibi yang berlarian mempersilakan tamu itu masuk. Sekitar lima menit kemudian, aku mendengar sebuah pujian.

                "Saya dari penerbit ingin bertemu Mbak Flory dan Pak Yudha sebagai penulis terbaik menurut survei kami," Namaku disebut, aku ragu. Tapi ini nyata, prenjak membawa berita soal tamu dan kagumku pada Bapakku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun