Makan di Angkringan dan Memaknai Korupsi
Puisi Yudha Adi Putra
- Keluh tidak terdengar di dekat meja
- tak berjarak di samping sungai
- tak dibicarakan di dekat rumah makan
- Mereka memakai kaos dan topi lusuh
- menyembunyikan mimpi-mimpi besar
- anak bisa sekolah, rumah dan cicilan bayar listrik
- Dan rencana untuk menikmati lelah
- di luar sebuah tembok besar
- menjawab keraguan dengan menatap
- (ada banyak kesenjangan dalam kehidupan)
- Tangis kelaparan itu menjadi tempat
- dengan banyak harap dan ingin untuk selamat
- terjeraklah dari kehilangan yang dinantikan
- tak sempat memohon pada Tuhan
- sebuah harapan untuk makan nanti malam
- malam akan tiba sebentar lagi
- lupa semua korupsi yang terjadi
- siang tadi
- dan hujan membawa berita, mulai resah perihal
- hilang
- Ada seorang pengemis tua yang sedang merokok
- ditanya perihal bukan miliknya, "namaku paryoto,"
- Katanya. Dia, seperti orang usang dengan kelimpahan,
- menangis karena tidak dapat bagian, di angkringan, bersama nyamuk
- merasakan dingin
- di tempat lain ada kemegahan
- di tempat terbaik untuk korupsi
- Tapi keinginan menjadi ketidakmengertian
- tertimpa banyak pertanyaan
- uang, makan, mati, hilang
- dan penjual peti
Penjual angkringan bertanya, "Adakah uang untuk makan ?"
seorang pengemis menjawab, "Aku diberi makan Ibu Pertiwi,"
di situ sekarang hidupnya digantungkan, terkuras korupsi
dari korupsi ke korupsi : krisis etika
(yang dibiasakan saja), korupsi, nepotisme, dan kolusi
sama saja tidak mengertinya
       Â
        Aku menikmati makan di angkringan dengan senang,
        pergi dari pencarian, yang dilaporkan korupsi
pada media untuk diselidiki
mungkin nanti aku akan tertangkap
tapi niat baik menutupi
yang bertahan, aku di angkringan
Bagaimana Ibu Pertiwi merawat orang korupsi ?
dengan keberanian menyakiti
dan kapan terakhir gelisah karena salah
mungkin sudah lupa
"Apakah di hatiku ada rasa senasib bersama bangsa ini?"
"Mengapa menikmati korupsi itu indah atau melihat menderita itu musibah ?"
aku tak sempat merespon,
ketika sebuah mata menatapku di angkringan
pengemis tua, memanfaatkan kesempatan
kebaikan hati orang korupsi untuk makan
laparlah dengan mudah
membayangkan kehilangan
tapi diberi makan Ibu Pertiwi
Angkringan tetap ramah, dari orang korupsi yang disembunyikan
pelaku hendak diselamatkan karena tindakan
berbohong
angkringan lebih jujur
yang dirasakan pengemis tua
Pengemis itu mulai pergi, berharap makan di angkringan lain
merusak pemandangan mata
bagi siapa saja yang tak mau miskin
bahkan dengan korupsi
mengambil apa saja
walau bukan miliknya
untuk dinikmati di angkringan
bukan perihal kehilangan
oleh banyak pesan, semua sama saja
korupsi dapat terjadi
nikmat sekali
hendak dicegah, nanti dulu
aku belum kaya dan ingin mati
Angkringan dahulu sederhana
tumbuh dengan rasa, ada takut dan kesepian
tak lagi berdaya
menerima tamu-tamu angkuh dengan rupiah
hasil korupsi dibanggakan
angkringan tempat memaknai
sejauh mana rasa hilang
"Aku ini siapa?"
angkringan tidak mengerti apa yang ditanyakannya
seperti mereka yang tak tahu nikmat korupsi
berdiri sambil menyakiti
menginjak bangsa sendiri
dan berada dalam bimbang soal mati
kegelisahan tak bisa dihindari
kecuali hadir di angkringan
Berpura-pura ketakutan, masa yang indah, dengan harapan
menyerukan permohonan, semacam pengampunan
akan ketakutan
membawa dosa dan dambaan
kemungkinan itu produk korupsi
bisa tiba-tiba tertawa
dari jatuh rasa bersalah atau menangis karena sedikit
pada perjalanan korupsi, atau diambang pertanyaan jumlah
baru saja terlintas
sebuah syair untuk korupsi
hanya satu kata untuk korupsi
Lawan !
Lalu, memilih untuk korupsi sebab itu terlalu nikmati sekali
menghilang dalam kata tanpa makna
Angkringan tetap tempat makan
hujan lebat tidak mengubahnya
biasa saja tanpa korupsi
gagasan-gagasan soal korupsi muncul
tidak terima dengan keadaan
meracuni pikiran baik
memompa keberanian
tumbuh dan meledak pada jumlah
relasi bertambah
kemudahan untuk hilang sadar dan tanggung jawab
Itulah korupsi
tapi angkringan tetap akan sendiri
kita korupsi, pada waktu dan hutang
dituliskaan dalam kegelisahan
mengantarkan harapan akan uang semakin banyak
untuk korupsi
Angkringan perlu banyak membaca
dan waktu luang tanpa ambisi
supaya tidak korupsi
bisa saja demikian dan perwakilan memilih korupsi
karena tidak puas
"Kami tidak sedang korupsi, kami menikmati hidup dan pilihan kami" kata pedagang angkringan,
yang sedang sibuk mendengarkan kasus korupsi
buku catatan hutang tidak pernah ketinggalan
"Ini buku bukti, korupsi kecil di angkringan bisa dibawa mati," bukan untuk menakuti
tapi korupsi menyakiti diri sendiri
Cinta mungkin tidak terkorupsi
atau dalam cinta tidak ada korupsi
bisakan cinta menjadikan korupsi
tetap saja cinta pada angkringan
angkringan menjadi nama lain Tuhan
tempat mengeluh
perihal kurang dan tambah
yang diteriakkan dengan sunyi
untuk menambah daya korupsi
pada kehilangan
maukah korupsi ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H