Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Burung Hantu Seharga 5000

1 November 2022   08:00 Diperbarui: 1 November 2022   08:01 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Burung Hantu Seharga 5000

Sebuah Cerpen Seram Karya Perlukuan

                Nabila merapikan kamarnya ditemani tiga ekor kucing. Kucing itu mulai lapar dan mendekati kaki Nabila. Banyak yang harus dikerjakan Nabila, apalagi hari Senin. Ada jadwal berenang, les piano, hingga tugas kelompok membuat kliping dari Bu Tum. Nabila merasakan lelah. Baru pukul 2 siang. Seharian di sekolah dan baru saja tiba di rumah, lalu merapikan kamarnya. Tidak disangka, Yudha kakaknya Nabila datang.

                "Nabila, kucing Timeo dimana ? Bel, kucing Timeo sakit perlu disuntik obat sakit perut ini," teriak Yudha sambil membawa seekor kucing kecil. Entah, kucing itu dibawa dari mana.

                Nabila kesal, dia tidak suka kalau kucing kesayangannya yang jumlahnya lima belas itu disentuh kakaknya, Yudha. Belum sempat beres susunan buku di kamarnya, Nabila memilih keluar kamar. Sembari dengan wajah cemberut, Nabila menghampiri kakaknya. Meminta kucing yang dibawanya dengan benar. Tidak asal-asalan kalau membawa kucing. Tetap saja, kakaknya menolak malah membawa kucing lagi. Begitu terus hingga mereka kerjar-kejaran demi mendapatkan kucing.

                "Sudah to kak, aku sudah capek. Kakak haus tidak ?" Nabila bertanya sambil meletakkan kucing yang dibawa kakaknya dengan asal-asalan itu. Nabila mulai sangat kesal.

                "Haus sekali. Nabila tahu tidak, kucing itu harus segera diobati. Kucing itu sakit sekali. Kasihan nanti kalau mati bagaimana ?" Yudha tidak berhenti menggoda adiknya itu. Menceritakan kucing yang kalau gatal-gatal nanti bisa mati.

                "Tidak, Kak. Kucing itu sudah lucu, tidak perlu diobati. Kakak, nanti malam pergi tidak ? Aku pengen sekali ke pasar malam. Ibu sama bapak tidak bisa mengantar. Kakak bisa tidak ?" Nabila memohon, semoga diantar ke pasar malam oleh kakaknya. Tidak hanya itu, Nabila juga berharap kucing kesayangannya tidak disentuh lagi oleh kakaknya. Kasian, kucing merasa tertekan. Belum lagi kalau kucing kecil yang disenangi oleh Nabila diberi air oleh kakaknya. Bisa basah kuyup dan kedinginan. Kasihan, kakaknya Nabila senang dengan kucing. Tapi lebih senang menggoda Nabila sepertinya.

***

                Nabila senang, kakaknya berjanji untuk mengantarkan ke pasar malam. Semua tugas sekolah dikerjakan dengan cepat. Les libur dahulu, saatnya bersenang-senang. Ibunya Nabila memang sibuk. Ada banyak pekerjaan dan targer pemasaran yang harus dilakukan. Jadi, untuk sekedar pergi ke pasar malam di malam hari menjadi kesulitan. Itu yang membuat Nabila minta tolong pada kakaknya, tapi permintaan tolong itu menjadi harapan yang selalu penuh kejutan. Seperti halnya malam ini, ketika waktu janjian jam 18.20, ternyata kakaknya Nabila belum datang. Entah pergi kemana, tidak ada kabar. Belum soal nanti uang sakunya bagaimana ketika pergi ke pasar malam. Nabila malam itu sedang ingin naik banyak wahana, sayang kalau tidak membawa uang banyak. Jajan es krim dan jagung bakar tidak ingin dilupakan Nabila. Jadi, semua uang yang ditabung oleh Nabila dibuka kembali. Waktu terus berjalan, jam 18.35 belum ada kabar mengenai kedatangan kakaknya. Nabila mulai cemas.

                "Bu, kakak kemana ya. Saya hubungi tidak bisa, apa kakak lupa janjinya mengantarkan Nabila ke pasar malam ya. Masa kakak lupa ?" gerutu Nabila di depan ibunya. Ibunya tidak tinggal diam, diraihnya HP dan mulai menelpon kakaknya, Yudha.

                "Ibu telpon juga tidak bisa ini. Mungkin, kakakmu sedang ada kegiatan atau mungkin sedang dalam perjalanan ke mari. Nabila tunggu saja, itu bukunya belum dimasukkan dalam tas. Silakan ditata dulu, besok takutnya kelupaan," jawab ibunya Nabila sambil menunjukkan beberapa buku berserakan.

***

                Perjalanan menuju pasar malam menjadi menakutkan. Lampu mulai mati, bukan karena hujan atau mendung. Tiba-tiba mati saja, suara aneh mulai terdengar. Deru motor bermunculan. Nabila senang, kakaknya sudah menjemput dan siap untuk pergi ke pasar malam.

                "Tadi, kakak ke bengkel. Roda dan ban motor kakak sekarang baru. Tapi, dalam perjalanan pulang. Kakak kehabisan bensin, jadi mendorong dulu motornya. Jauh tadi, ada sekitar 5 km. Kakak capek sekali, Nabila sudah menunggu lama ya?" kata Yudha dalam perjalanan ke pasar malam. Rambutnya Yudha masih basah, belum sempat kering karena terburu-buru.

                "Kakak lama sekali, aku takut kalau kakak tidak jadi mengantar. Besok bisa ditertawakan sama teman-teman aku. Kami janjian masuk ke rumah hantu soalnya, kalau malam ini tidak jadi ke pasar malam. Bisa saja aku dikira takut terus mereka menertawakan aku," keluh Nabila. Dalam perjalanan, Nabila melihat awan yang cerah meski di malam hari. Lampu-lampu pasar malam mulai nampak meski jalan menuju pasar malam terasa gelap. Entah, udara dingin juga mulai muncul. Tetapi, suasana itu menjadi semakin menyenangkan ketika muncul suara hantu dalam bentuk burung. Maksudnya burung hantu yang mencari makan di sawah. Perjalanan menuju pasar malam memang melewati banyak sawah.

***

                Burung hantu mulai lelah berteriak mencari makan. Suaranya terdengar tikus-tikus. Nabila juga mendengar. Semua terasa menakutkan. Tetapi, tetap saja menjadi sukacita karena sebentar lagi Nabila bisa bertemu temannya di pasar malam. Benar saja, Lutfi sudah menunggu Nabila sejak jam 18.00 terasa membosankan dan melelahkan. Ketika menunggu, Lutfi membeli minuman dan jagung bakar. Semua menjadi senang, ketika Nabila muncul bersama kakaknya. Mereka langsung melanjutkan perjalanan ke rumah hantu.

                "Nabila, bagaimana kalau kita pulang saja. Aku takut di tempat seperti ini. Ini seram, ada bau anehnya juga. Apa hantunya belum mandi ya?" kata Yudha pada Nabila. Yudha sebenarnya takut kalau diajak ke rumah hantu. Tapi tetap datang karena mengantarkan Nabila. Yudha melihat burung hantu ada duduk di dekat pintu. Entah benar atau tidak, kuburan kecil dibuat dibawah pintu itu. Nabila dan Lutfi tidak memperhatikan. Mereka menikmati pertunjukkan malam hari di pasar dengan hantu buatan. Tidak ada rasa ketakutan, kecuali bagi Yudha yang segera ingin pulang.

                "Kakak kenapa takut. Itu hantunya lucu sekali. Bagaimana kalau kakak foto dengan hantu saja. Kalau tidak mau, foto dengan burung hantu itu. Ada burung hantu mirip dengan elang. Lucu sekali, bagus kalau dipakai untuk foto," Nabila menyarankan kakaknya untuk tetap menikmati pasar malam, setidaknya memiliki foto.

***

                Sudah kembali, perasaan takut semakin muncul. Tarif lima ribu untuk berfoto bersama burung hantu menjadi penyesalan tersendiri. Ketika sampai rumah, Yudha ketakutan. Bagaimana burung hantu itu diikat. Padahal, mungkin saja burung itu ingin terbang untuk mencari makan. Kebebasan burung hantu itu menjadi harga lima ribu untuk berfoto. Adakah yang lebih seram dari itu ? Ketika kebebasan dapat dibeli dengan uang. Belum lagi, ketika kebebasan dikekang untuk menjadi hiburan dari banyak orang. Yudha merenungi hal itu, bentuk seram apalagi yang melebihi kebebasan yang mengalami penindasan, tidak hanya pada burung hantu yang diikat. Tetapi, pada bentuk komersialisasi hewan untuk hiburan dalam pasar malam.

                                                                                                                                Perlukuan, dalam pasar malam

                                                                                                                                31 Oktober 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun