Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Burung Hantu Seharga 5000

1 November 2022   08:00 Diperbarui: 1 November 2022   08:01 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                "Ibu telpon juga tidak bisa ini. Mungkin, kakakmu sedang ada kegiatan atau mungkin sedang dalam perjalanan ke mari. Nabila tunggu saja, itu bukunya belum dimasukkan dalam tas. Silakan ditata dulu, besok takutnya kelupaan," jawab ibunya Nabila sambil menunjukkan beberapa buku berserakan.

***

                Perjalanan menuju pasar malam menjadi menakutkan. Lampu mulai mati, bukan karena hujan atau mendung. Tiba-tiba mati saja, suara aneh mulai terdengar. Deru motor bermunculan. Nabila senang, kakaknya sudah menjemput dan siap untuk pergi ke pasar malam.

                "Tadi, kakak ke bengkel. Roda dan ban motor kakak sekarang baru. Tapi, dalam perjalanan pulang. Kakak kehabisan bensin, jadi mendorong dulu motornya. Jauh tadi, ada sekitar 5 km. Kakak capek sekali, Nabila sudah menunggu lama ya?" kata Yudha dalam perjalanan ke pasar malam. Rambutnya Yudha masih basah, belum sempat kering karena terburu-buru.

                "Kakak lama sekali, aku takut kalau kakak tidak jadi mengantar. Besok bisa ditertawakan sama teman-teman aku. Kami janjian masuk ke rumah hantu soalnya, kalau malam ini tidak jadi ke pasar malam. Bisa saja aku dikira takut terus mereka menertawakan aku," keluh Nabila. Dalam perjalanan, Nabila melihat awan yang cerah meski di malam hari. Lampu-lampu pasar malam mulai nampak meski jalan menuju pasar malam terasa gelap. Entah, udara dingin juga mulai muncul. Tetapi, suasana itu menjadi semakin menyenangkan ketika muncul suara hantu dalam bentuk burung. Maksudnya burung hantu yang mencari makan di sawah. Perjalanan menuju pasar malam memang melewati banyak sawah.

***

                Burung hantu mulai lelah berteriak mencari makan. Suaranya terdengar tikus-tikus. Nabila juga mendengar. Semua terasa menakutkan. Tetapi, tetap saja menjadi sukacita karena sebentar lagi Nabila bisa bertemu temannya di pasar malam. Benar saja, Lutfi sudah menunggu Nabila sejak jam 18.00 terasa membosankan dan melelahkan. Ketika menunggu, Lutfi membeli minuman dan jagung bakar. Semua menjadi senang, ketika Nabila muncul bersama kakaknya. Mereka langsung melanjutkan perjalanan ke rumah hantu.

                "Nabila, bagaimana kalau kita pulang saja. Aku takut di tempat seperti ini. Ini seram, ada bau anehnya juga. Apa hantunya belum mandi ya?" kata Yudha pada Nabila. Yudha sebenarnya takut kalau diajak ke rumah hantu. Tapi tetap datang karena mengantarkan Nabila. Yudha melihat burung hantu ada duduk di dekat pintu. Entah benar atau tidak, kuburan kecil dibuat dibawah pintu itu. Nabila dan Lutfi tidak memperhatikan. Mereka menikmati pertunjukkan malam hari di pasar dengan hantu buatan. Tidak ada rasa ketakutan, kecuali bagi Yudha yang segera ingin pulang.

                "Kakak kenapa takut. Itu hantunya lucu sekali. Bagaimana kalau kakak foto dengan hantu saja. Kalau tidak mau, foto dengan burung hantu itu. Ada burung hantu mirip dengan elang. Lucu sekali, bagus kalau dipakai untuk foto," Nabila menyarankan kakaknya untuk tetap menikmati pasar malam, setidaknya memiliki foto.

***

                Sudah kembali, perasaan takut semakin muncul. Tarif lima ribu untuk berfoto bersama burung hantu menjadi penyesalan tersendiri. Ketika sampai rumah, Yudha ketakutan. Bagaimana burung hantu itu diikat. Padahal, mungkin saja burung itu ingin terbang untuk mencari makan. Kebebasan burung hantu itu menjadi harga lima ribu untuk berfoto. Adakah yang lebih seram dari itu ? Ketika kebebasan dapat dibeli dengan uang. Belum lagi, ketika kebebasan dikekang untuk menjadi hiburan dari banyak orang. Yudha merenungi hal itu, bentuk seram apalagi yang melebihi kebebasan yang mengalami penindasan, tidak hanya pada burung hantu yang diikat. Tetapi, pada bentuk komersialisasi hewan untuk hiburan dalam pasar malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun