Dalam artian, makanan dan siapa yang memakannya menjadi bahasa percakapan secara sosial. Ini menjadi tingkatan tersendiri dalam merespon keberagaman makanan beserta kisah yang membersamainya.Â
Pada masa tertentu, makanan lokal memberikan nuasa kuno yang tidak relevan dengan perkembangan kehidupan. Akan tetapi, menjadi romantis ketika dalam nuansa pasar kangen untuk merayakan semua kepenatan.Â
Adanya makanan lokal tradisional dengan berbagai potensinya membawa sukacita tersendiri. Bentuk relasi dan penerapan yang demikian pada makanan akan menjadi degradasi kepentingan pada makanan, belum lagi mengenai bagaimana kebanggaan terhadap makanan lokal.
Makanan lokal perlu kebanggaan tersendiri, di dalamnya memuat kepentingan ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia. Semua itu menjadi kontruksi pandangan dalam gambaran makanan beserta siapa yang memakannya.Â
Ada tahapan kelas di mana makanan menjadi berbicara dan memberi nilai pada dirinya sendiri. Untuk itu dibutuhkan promosi hingga kesadaran akan pemaknaan pada makanan tradisional, terutama berkaitan dengan stabilitas identitas dan bentuk kebanggan dalam menikmatinya.Â
Keberadaan makanan tradisional tidak perlu menjadi kerumitan, ada inovasi teknologi yang menarik untuk diperhatikan. Masyarakat dipermudah untuk aksesnya, akan tetapi minatnya belum tentu tertarik.Â
Dalam hal ini, keberadaan publik figur menjadi penting untuk turut berpengaruh. Untuk keberadaan mereka, masyarakat sering masih merindukan orang yang diteladani, termasuk dalam hal menikmati makanan.Â
Namun, gambaran akan yang ideal itu sering dikecewakan karena tidak sesuai dengan harapan. Kemunculan gaya hidup dengan perbedaan pada biaya hidup, itu menjadi pokok persoalan. Akan tetapi, ketika kesadaran bersama untuk jujur akan identitas beserta makanan tradisional yang membersamainya, akan selalu ada harapan.Â
Setidaknya, makanan tradisional membawa pada kesehatan komunal beserta penguatan dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Bentuknya berupa analisis terhadap minat akan makanan tradisional.Â
Dinamika itu akan memunculkan kepercayaan diri hingga nantinya makanan tradisional turut memiliki nilai dalam masyarakat. Dalam menikmati makanan tradisional, terdapat ruang di mana ada produk yang dikreasikan berdasarkan refleksi dari konteks. Itu menjadi titik penting, dalam merespon keprihatinan akan kebanggaan kuliner lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H