Mohon tunggu...
Huzer Apriansyah
Huzer Apriansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Pada suatu hari yang tak biasa

Belajar Menulis Disini

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kiprah Senator Tak Boleh Kendor

19 Juli 2015   04:11 Diperbarui: 19 Juli 2015   04:11 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber : kompasiana.com"][/caption]

Kehadiran Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) sejatinya adalah produk reformasi. DPD lahir sebagai upaya membangun keseimbangan antara kepentingan pusat dan daerah, kehadiran DPD juga menjadi penanda berubahnya arah politik negeri ini, dari semula sentralistik menjadi desentralistik. Dalam konteks lain, DPD mengakhiri periode unicameral di parlemen menjadi bicameral

Perubahan ketiga UUD 1945,  menjadi payung hukum kehadiran DPD-RI. Lantas bagaimana kiprah DPD-RI sejauh ini ? Kebanyakan kita belum benar-benar tahu kiprah DPD-RI, bisalah disebut kiprah DPD kalah pamor dengan saudara tuanya, DPR-RI.

Jika dilihat dari kewenangan legislasi yang dimiliki oleh DPD-RI, dapatlah dikatakan DPD memang ada di kelas dua, karena tidak memiliki kewenangan membuat undang-undang, hanya mengajukan RUU. DPD-RI juga tak punya hak untuk mem-veto sebuah UU, seperti yang dimiliki lembaga serupa di Australia atau Jepang. Kewenangan legislasi DPD-RI berdasarkan UUD 1946 Pasal 22D, adalah ;

  1. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkenaan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnnya, serta yang berkaitan dengan pertimbangan keuangan puasat dan daerah.
  2. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang daerah, berkaitan dengan otonomi daerah,hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnnya, serta yang berkaitan dengan pertimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,dan agama.
  3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Jika menilik kewenangan legislasi yang dimiliki oleh DPD, bisa dikatakan format parlemen dua kamar yang coba dianut Indonesia, sebagai jalan keluar atas ketidakjelasan struktur MPR-RI sebelum mandemen UUD 1945 akhirnya mengarah pada weak bicameral atau juga dikenal dengan soft bicameral. Kamar kedua di parlemen ada, tapi nyaris tak punya kuasa. Begitu kalimat sederhananya.

Lantas bagaimana para senator mengartikulasi keberadaan diri mereka di Senayan, sebagai perwakilan daerah ? Ini yang bisa menjadi pembeda. Jika peran personal senator dan kelembagan DPD RI tak maksimal, makin terpuruklah sistem dua kamar kita ini.

Kiprah Senator

Di tengah realitas politik yang menempatkan DPD sebagai pemain kelas dua di kancah politik nasional,sebenarnya ada satu celah terkait kewenangan yang jika diperankan secara maksimal bisa memperkuat keberadaan DPD RI secara kelembagaan dan juga para senator secara personal. Kewenangan tersebut adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.

Fungsi pengawasan inilah yang harus secara konsisten diperankan oleh para senator. Mengingat para senator adalah perwakilan daerah, maka aspirasi daerah harus diteruskan. Misal saja dalam implementasi kebijakan pangan nasional yang lebih bertumpu pada beras sebagai makanan pokok, harus mendapat kritik. Terutama oleh senator yang berasal dari daerah yang konsumsi pokoknya bukan beras.

Adanya kebijakan sejuta hektar lahan untuk sawah terutama di daerah-daerah seperti Papua yang notabene konsumsi pokoknya bukan beras secara budaya, harus dilihat sebagai kebijakan yang tidak peka budaya. Begitupun pola pemanfaatan sumber daya alam yang mengesampingkan budaya dan aspek ekologis lokal, harus mendapat pengawasan dan perlawanan dari para senator.

Di sisi lain, senator harus mampu membuka peluang bagi daerah yang ia wakili dalam upaya membangun kerjasama internasional dengan kota atau negara di luar Indonesia. Senator harus mampu berkreasi dalam membantu daerah memasarkan produk andalannya ke luar negeri, disamping itu senator harus mampu memperkenalkan daerah yang ia wakili secara luas, baik secara nasional maupun internasional.

Jika ingin eksistensi DPD dikenal luas masyarakat dan suara DPD RI didengar, maka kekuatan DPD-RI sesungguhnya adalah “ada dan mengada bersama rakyat”, jika aliansi senator dan rakyat terbangun. Maka, saat itulah DPD nyata adanya. Lantas bagaimana caranya ? ya harus mampu berkiprah secara nyata dan berkelanjutan bagi daerah yang diwakili. Harus mampu keluar dari tirani konstitusi yang cenderung mengerdilkan kewenangan DPD-RI.

Kalaulah amandemen kelima itu tak mudah dilakukan guna memperluas dan memperkuat kewenangan DPD-RI, maka yang harus dilakukan adalah berkreasi diluar aturan baku. Bagaimana caranya ? berkontribusi secara nyata bagi daerah yang diwakili. Buka peluang pengembangan daerah melalui jalur-jalur kreatif, meski ini terdengar seperti kerja-kerja eksekutif, tapi memberi pertimbangan dan saran kepada pemerintah daerah yang diwakili, bisa disebut sebagai kerja-kerja legislatif. Satu hal lagi, publik cenderung jengah dengan kerja-kerja normatif, publik ingin sesuatu yang nyata dan bisa dilihat langsung.

Sudahkah senator memahami permasalahan di daerahnya ? sudahkah mencoba mendorong solusi-solusi kreatif ? sudahkah senator benar-benar hidup bersama rakyat yang ia wakili ? ataukah senator justru terpisah dari realitas keseharian rakyat ? Tak ada jawaban pasti untuk itu, tiap senator kondisinya bisa sangat berbeda. Secara umum kiprah kreatif para senator tak boleh kendor.

Sangat menggembirakan menyaksikan Ketua DPD-RI bersama senator lainnya berkujung ke berbagai belahan bumi, Rusia, Korea Selatan, Uzbekistan dan sebagainya, mencari peluang kerjasama internasional bagi daerah-daerah di Indonesia, sekaligus memperkenalkan potensi daerah-daerah di tanah air.

Kiprah kreatif yang bisa diperankan senator antara lain ;

  1. Mengawasi kebijakan pembangunan nasional dan implementasi undang-undang apakah sudah sesuai dengan kepentingan lokal. Perspektif antropologis harus digunakan dalam proses pengawasan implementasi undang-undang dan proses pembangunan.
  2. Menjadi supplier ide-ide kreatif bagi pengembangan daerah. Pemerintah baik pusat maupun daerah kerap kali luput melihat potensi-potensi tersembunyi yang dimiliki suatu daerah. Fokus dan beban kerja yang begitu luas terkadang membuat ide-ide kreatif tak muncul. Pada titik ini senator bisa mengambil peran. Sebagai konsekuensi dari intimitas senator dan rakyat di daerah yang diwakili, maka peluang melihat permasalahn secara lebih dekat dan menemukan solusi kreatif yang lebih membumu justru dimiliki oleh senator. Jika hal ini tidak muncul berarti ada yang salah dengan hubungan senator dan rakyat yang diwakili.
  3. Senator harus mampu menjadi duta bagi daerah yang ia wakili, ia harus mengenal secara mendalam potensi dan keunggulan daerahnya, sehingga mampu memperkenalkan potensi dan keunggulan tersebut ke berbagai pihak.
  4. Senator harus mampu merealisasikan ide-ide kreatif yang dimiliki. Tidak harus diwujudkan sendiri, tapi bisa dengan menginspirasi atau menggerakkan pihak lain, sebut saja mendorong pemerindah daerah, sector swasta atau bahkan pemerintah pusat. Meski antara DPD-RI dan pemerintah daerah tak terdapat hubungan langsung, tapi persuasi dan inspirasi bisa diarahkan ke pemerintah daerah.
  5. Update atas kiprah yang dilakukan kepada publik. Update berkala ini tujuannya tidak hanya proses berbagi informasi, mealinkan juga berharap feedback dari public. Saluran yang dipakai untuk diseminasi informasi, tak melulu saluran formal. Kunjungan, rapat dengar pendapat, audiensi atau sebagainya. Tapi bisa melalui sosial media, perbincangan ringan a la warung kopi atau berbagai cara kreatif lainnya.
  6. Para senator harus mampu keluar dari tradisi seremonial dan normatif. Senator adalah bagian rakyat, maka sikap, perilaku dan rasa yang dimiliki adalah citarasa rakyat bukan citarasa elit.

Jika kiprah kreatif ini bisa dilakukan secara sepenuh hati dan berkesinambungan, niscaya suara DPD-RI akan didengar dan menentukan. Mengapa ? Karena suara DPD-RI adalah suara rakyat. Meski secara yuridis kewenangan DPD belumlah kuat, meski amandemen kelima tak mudah didorongkan, manakalah suara rakyat diperjuangkan oleh DPD, maka kekuatan besar akan bersama DPD-RI. Berkiprah dan bersuaralah, senator !

Kiprah Kreatif Belum Cukup

Kiprah kreatif senator belumlah cukup. Senator harus mampu mengartikulasikan kiprah dan perjuangannya secara masif, sehingga bisa menjadi kisah sukses dan inspirasi bagi banyak pihak. Teruslah bersuara, tak harus bersuara di siding-sidang terhormat. Tapi bersuaralah pada rakyat. Ceritakan kiprahmu dalam kata-kata sederhana yang dimengerti semua, mulai dari anak sekolah hingga veteran, dari pekerja rumah tangga hingga eksekutif kantoran.

Masalah terbesar hari ini rakyat di daerah tak merasakan keberadaan senator, tak percaya. Coba Tanya saja publik daerah siapa senator dari provinsi mereka ? Saya sudah melakukan survey sederhana terhadap teman-teman dan handai taulan di daerah saya, Sumatera Selatan. Nyaris taka da yang tahu empat nama senator asal provinsi kami. Menyedihkan, bukan ?

Diseminasi informasi yang dilakukan DPD secara kelembagaan sudah lumayan, tapi jauh dari cukup. Saluran informasi, berupa terbitan berkala, buku-buku, website, sosial media masih jauh dari harapan. Website masih tampil secara klasik dan cenderung satu arah, follower di twitter hanya kurang dari delapan ribu (per 19 Juli 2015), di facebook hanya mendapat sepuluh ribu lebih dikit saja like. Konon lagi pemberitaan di media mainstream, nyaris tak terdengar.

Menyikapi realitas tersebut, maka strategi komunikasi personal harus dimilki oleh seorang senator. Hal ini untuk melengkapi kiprahnya. Tanpa informasi yang memedai dan tepat sasaran ke publik, maka kiprah seorang senator taklah cukup. Mengapa ? karena peran pemimpin yang paling minim dilakukan saat ini adalah kemampuan menginspirasi. Kemampuan menggerakkan tanpa kekuasaan. Itulah yang sepi hari ini di kancah politik nasional.

Pemimpin sebagai inspirasi bisa terjadi manakala kiprah dilakukan sepenuh hati, tak sekedar mencari panggung popularitas. Tak mencari pangung bukan berarti tak membagi informasi atas perjuangan dan kiprah yang dilakukan. Justru ini menjadi kunci, menjadi sumber inspirasi menuntut senator harus mampu berdialog dan menyuarakan kiprahnya kepada publik. Biarkan publik yang akhirnya memutuskan apakah kiprah yang dilakukan memberi perubahan atau tidak, jangan segan menerima kritikan bahkan sesekali umpatan. Anggap itu sebagai menu harian, yang meyehatkan.

Kata-kata ini memang bukan hadir dari seorang bijak bestari, tapi sekedar dari seorang awam yang merindu pemimpin yang menginspirasi tanpa pamrih. Pemimpin yang menggerakkan karena kuasa atau harta berserakan, tapi pemimpin yang menginspirasi karena perjuangan dan perbuatan yang dilakukan, kian langka ditemukan. Semoga DPD-RI menjadi kawah candradimuka bagi pemimpin-pemimpin berkelas itu.         

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun