[caption id="attachment_376681" align="aligncenter" width="239" caption="warga jakarta yang kebanjiran, sumber: ist"][/caption]
Hujan mungkin merupakan sebuah berkah untuk para petani sejak dilanda musim kemarau berkepanjangan. Namun, untuk sebagian masyarakat ibukota Jakarta khususnya warga yang bermukim di pinggiran sungai ciliwung, hujan bisa jadi dipandang sebagai sebuah malapetaka.
Hal itu, dikarenakan jika sudah memasuki musim penghujan, warga Jakarta harus berhadapan dengan bencana banjir. Ingatan warga Jakarta mungkin belum sirna saat banjir merendam pemukiman penduduk di awal tahun 2014.
Curah hujan yang sangat tinggi mengakibatkan banjir di beberapa titik di Ibukota. Apa mungkin bencana tahunan ini tak bisa lagi dihindari seluruh warga Jakarta?
Pemerintah Ibukota Jakarta sepertinya tidak sigap dalam menghadapi musim penghujan. Hal itu terlihat dengan banyaknya titik genangan air di beberapa jalan di Jakarta.
Lihat saja hujan yang terjadi pada Selasa (10/11/2014) lalu. Xurah hujan cukup deras meredam sebagian wilayah Ibukota antara lain Jalan Pondok Pinang Raya menuju Lebak Bulus, Tol dalam kota menuju Pluit, Jalan Pejaten Raya menuju Ragunan, Jalan Abdullah Syafei, dari arah Kasablanka menuju Pondok Kopi, JLNT Antasari menuju Jalan TB Simatupang, Tol Lingkar Luar menuju Pondok Kopi dan di sekitar Pintu Tol Cilandak, Jakarta Selatan. Tentu hasilnya adalah kemacetan dimana-mana.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat ada peningkatan volume air sungai di beberapa pintu air di Jakarta. Meski demikian, BPBD mengklaim jika tingginya debit air sungai di beberapa pintu air masih dalam status Siaga IV. Kendati bahaya banjir masih menghantui Jakarta. Nampaknya Pemkot melalui BPBD DKI Jakarta merasa optimis untuk mengantisipasi bahaya banjir pada musim penghujan kali ini.
Kepala BPBD DKI Jakarta Bambang Musyawardana mengatakan, pihaknya telah mengupayakan beberapa progam untuk menanggulangi bahaya banjir seperti normalisasi sungai dan waduk serta pemasangan pompa dan sumur resapan. Meski program-program itu masih berjalan. Pihaknya yakin Jakarta siap menampung tingginya curah hujan.
Ini tentu menimbulkan pertanyaan besar. Pasalnya, Jakarta bukan hanya setahun ada dua tahun baru mengalami gejolak banjir besar. Tentu bukan hanya infrastruktur, tata letak kota yang dipertimbangan. Disiplin masyarakat, serta etos untuk memperbaiki Jakarta harus menjadi perhatian.
Jangan mengkotomikan, para pendatang atau bukan warga asli Jakarta tak perlu ikut menjaganya. Padahal, para penduduk di bantaran kali, dinominasi oleh kaum pendatang. Karena itu, bukan hanya pemerintah saja yang mengrevolusi mental, tetapi warga DKI Jakarta sudah harusnya berhenti salam metal (berpandang santai), dan mulai bangkit serta sadar diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H