Memang ada yang baru
Laga-laganya seperti itu..
Tidak disetir?
Yang kutau, ia tak merdu.
Ah, kuamati otak dan hatinya tidak berjalan diarah yang sama..
Kacau ia
Tak mawas diri
Tak jaga prinsip
Atau barangkali tak berprinsip
Lantas dijatuhilah hukuman,
atau bukan?
Kau biarkan terombang-ambing dan tega nian kau hukum sendiri
Dikandaskan segala ingin
Matilah!
Tiada boleh ia menerka hidup semau-maunya
Pun berlalulah detik..
Masih saja ia berfikir..
Hanya berfikir..
Terus berfikir..
Banyak-banyak berfikir macam yakin dengan yang dipikirkannya
Defensif kau bilang..
Padahal remuk nyatanya saling sahut berkecamuk antara lakukan dan hentikan
Menimang nimbang baik buruk sampai lupa nominal-nominal kehidupannya terus berjalan..
Ia masih tak melakukan apa-apa
Mau tak mau,
Setiap sudut ia meraba, ditemukanlah kelenturan itu sedikit demi sedikit makin pudar disapu masa..
Kau mengeriput
Menua disetiap harinya
Ujungnya,
Berjumpa pula kau dibatas hari sebelum tiba saat kalender musti bertambah angka..
Ironi?
Hari itu, kulihat wajahmu gerimis atas nama dusta..
Kau khianat! Begitukah?
Begitu, pada dirimu
"Kau! Lakukanlah saja! Lakukan dulu baru kau tau apa yang hidup akan berikan!
Lakukanlah dulu baru kau mengerti bagaimana hidup memperlakukanmu!
Ah bukan, bagaimana bisa kau hanya menunggu hidup memperlakukanmu?
Kenapa bukan kau yang mendirect hidupmu? Kau berwenang!
Lakukanlah dulu baru kau boleh putuskan apakah kau gagal?
Atau kau yang menggagalkan diri?!
Lakukanlah saja yang kau ingin tuju!
Atau bakal lagi kau lihat itu-itumu dijauhkan!
Hilang lagi.. Terkubur lagi.. Sedih lagi.. Nangis lagi.."
Kudengar manusia itu berseru-seru
Nampak sedang jauh ia dari konsistensi hati
Dasar bodoh..
Habis disayatkan sendiri bagian-bagian mengerikan itu meninggalkan alur tak indah yang berbelit dalam otaknya
Bekas tak kasat mata yang mengubur sisi sejati dalam dirinya..
Lalu saat dilihat yang menurutnya tak lebih pantas mendapatkan itu-itu hal, tak mau kompromi,
menangislah ia..
Wah..
Bukankah yang demikian sudah seharusnya?
Makanya kubilang matikanlah saja itu sesal-sesal tak guna!
Kembali galilah gali lagi lagi dan lagi harapan itu sampai kau berkompromi
Kau menangis? Lakukan!
Kau menyesal? Jangan!
Mata itu untuk kesekian kalianya bicara pada aku, kau, dan ia
Berdialetika kalian..
Hidup dalam satu tubuh tapi tak sejalan? Hentikan!
Sudut bibirmu mengukir simpul
Pikirku,
Menyenangkan mengetahuinya..
Kau pada akhirnya  menyerah semena-mena secara sepihak mendoktrin takdir dan memilih menjalaninya
Mencoba yang terbaik
Menyenangkan..
Aku suka itu.
Sangat suka.
-Kau; yang sempat bercerita. Bukan maaf, tapi aku terlanjur menuliskannya-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H