Mohon tunggu...
amaliarif
amaliarif Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Bersyukurlah atas era keterbukaan. Karena tidak semata-mata dibungkam, opini anda masih berpeluang didengarkan-

Selanjutnya

Tutup

Bola

Tentang Timnas dan "Kutukan Sepak Bola Gajah"

20 September 2017   12:08 Diperbarui: 20 September 2017   12:13 2796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari situ, saya mulai penasaran tentang "Apakah pernyataan itu benar? Atau itu hanya sebuah komentar tidak berdasar?". Saya memutuskan untuk mencari tahu. Lalu, apa yang saya dapat adalah:

Menurut koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali, saat itu Mursyid pernah berkata, Indonesia tidak akan pernah juara jika otak utama kasus sepak bola gajah pada saat itu tidak terungkap. (Dikutip dari republika.co.id edisi November 2014)

Mursyid Effendi. Ia adalah seorang pemain sepak bola tanah air, yang ikut mencatatkan namanya dalam sejarah kelam dunia sepak bola di Piala Tiger (sekarang AFF) 1998 ketika Indonesia menghadapi Thailand. Saat itu, demi menghindari Vietnam yang sedang menakutkan dijamannya, baik tim Indonesia maupun Thailand tidak ada yng berniat untuk memenangkan pertandingan. Kedua tim berlomba-lomba untuk kalah agar tidak berhadapan dengan Vietnam di semifinal. Pada saat injury time Mursyid Effendi dengan bangga memasukkan bola ke gawangnya sendiri dan merubah kedudukan 3-2, dimana Thailand menang atas Indonesia. 

Gol itu, gol bunuh diri itu, menjegal karir Mursyid di dunia persepakbolaan tanah air. Naasnya, setelah dianggap mencederai sportivitas sepak bola, Mursyid diganjar hukuman seumur hidup tidak boleh berlaga di kancah internasional. Sedangkan menurut Mursyid, dalang yang membuat Mursyid pada akhirnya mempermalukan dirinya sendiri  justru lolos dan terbebas dari hukuman.

Baca Juga :Tragedi Memalukan di Piala Tiger 1998

Setelah membaca beberapa artikel, saya bertanya-tanya tentang "untuk apa?" Kira-kira untuk apa hal semacam itu dilakukan?. Setelah kasus Piala Tiger di tahun 1998, Indonesia kembali dikejutkan dengan permainan badut lainnya yang dilakukan oleh PSS Sleman dan PSIS Semarang di tahun 2014. Sepak Bola Gajah yang menjadi bahan tertawaan publik itu kembali terjadi. Dengan kasus yang pada intinya, para pemain melakukan gol bunuh diri bukan murni karena keinginan mereka. Mereka adalah korban yang ketika diintograsi tidak berani mengatakan kebenaran karena desakan dan settingan dengan imbalan iming-iming hukuman akan diringankan.

Meskipun masih tidak dapat memahami tentang mengapa para dalang merencanakan lelucon ini, saya dapat memahami satu hal, bahwa ada ketidakberesan sistem yang mengikat mereka. Bahwa terdapat kebobrokan kepengurusan di sepak bola tanah air yang kita cintai ini. Banyak pihak-pihak tidak bertanggungjawab yang menjebol batas aturan demi kepentingan-kepentingan yang menurut Akmal tidaklah masuk akal namun tetap dilakukan demi kepentingan pribadi. Kepengurusan itu, sudah tidak jelas dan merugikan bangsa. Kepengurusan itu, sudah gila dan semakin tidak rasional.

Baca :

SOS Tuntut PSSI Ungkap Dalang Sepak Bola Gajah

Akmal Marhali: PSSI Lebih Memilih Membuat Keputusan Kontroversial

Maka tentang "Kutukan Sepak Bola Gajah", boleh jadi Mursyid Effendi memang pernah menggertak agar kasus yang menimpanya diusut hingga tuntas atau Indonesia tidak akan juara. Dan jika pernyataan itu memang pernah dilontarkan, jangan anggap ia sebagai kutukan. Berhentilah berfikir demikian, maka kutukan yang disebut-sebut itu tidak akan pernah terjadi. Anggaplah pernyataan itu sebagai cambukan agar Indonesia berbenah. Menjadi lebih baik dan lebih baik lagi disetiap harinya. Menjadi kepengurusan yang transparan dan jujur tanpa bertipu muslihat membohongi publik. Karena saya yakin, sekeras apapun perkataan beliau, sebagai mantan pesepakbola tanah air, sekecil apapun dukungan itu, hati seorang Mursyid Effendi, akan tetap senang melihat kebangkitan sepak bola tanah air.

Selanjutnya, bagi masyarakat yang hobi mencaci ketika Indonesia kalah, berhentilah. Berhenti mengaku haus akan gelar juara, jika kalian tak hentinya berkoar-koar tentang Indonesia yang bermental pecundang dan payah sehingga ia selalu kalah. Pikirkanlah, boleh jadi beban terberat yang membuat mental para pemain menjadi lemah saat di lapangan adalah kalian semua. Karena supporternya yang tidak dewasa. Karena supporternya yang ketika kalah menghina. Karena supporternya yang tidak menerima kekalahan dan menyerang negara lawan di akun mereka. Karena supporternya yang tidak percaya dengan perjuangan para punggawa kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun