Mohon tunggu...
Eka Murti
Eka Murti Mohon Tunggu... -

Penikmat sastra dan pecandu teh hangat.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[Fiksi Kuliner] BuburSumsum Hijau di Sabtu Kliwon

8 Juni 2016   23:13 Diperbarui: 8 Juni 2016   23:26 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

7.  EKA MURTI

Aku tak ingat bagaimana awalnya hanya saja setiap menjelang Sabtu Kliwon ibu selalu mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat bubur sumsum berwarna hijau. Bubur sumsum istimewa itu dibuat ibu khusus untuk dibawa mengunjungi tante May. Ibu selalu menumbuk sendiri beras yang akan digunakan dengan alu batu hingga menjadi tepung dan diayak hingga halus. Lalu esok harinya sebelum membuat bubur, ibu memeras daun suji yang sudah hancur hingga mengeluarkan air berwarna hijau. Tepung beras dimasukkan ke dalam air daun suji panas yang dicampur daun pandan agar harum, lalu diaduk perlahan agar menghasilkan bubur yang lembut, tidak menggumpal.

Bubur sumsum hijau itu disajikan dengan santan dan gula jawa cair. Perpaduan rasa gurih dan manis sungguh sangat nikmat. Tanpa kusadari makanan itu pun akhirnya menjadi favoritku.

Hari ini adalah Sabtu Kliwon yang entah keberapa puluh kali kami mengunjungi tante May. Meski dalam masa itu kadang aku enggan pergi tapi ibu selalu memaksaku, bahkan dengan berbagai ancaman hingga aku menurutinya. Meski bagiku sungguh tidak masuk akal jika aku sampai dipaksa hanya sekadar untuk mengunjungi seorang kerabat saja. Namun selama puluhan tahun ini aku tak pernah bertanya apa pun pada ibu. Bukan karena takut, tapi aku menunggu ibu untuk menceritakan sendiri semua kisah lama ini tanpa perlu kupaksa.

Pertanyaanku akhirnya terjawab saat kami telah berada di tempat parkir sebuah rumah sakit jiwa, tempat di mana tante May menghabiskan hari-harinya selama ini.

“Ven, Ibu rasa sudah saatnya kau tahu apa yang terjadi pada May. Kau tahu kan hanya dia saudara yang Ibu miliki.”

“Kalau Ibu merasa berat menceritakannya lebih baik tidak usah saja.”

“Kau sudah dewasa, sudah saatnya kau tahu tentang semua ini.”

“Bu…”

“May mengalami depresi berat sejak kecelakaan mobil yang mengakibatkan suami dan seorang anaknya meninggal dunia.”

“Ah, jadi karena itu tante May dirawat di sini. Dan aku rasa dia menganggapku sebagai anaknya yang telah meninggal itu kan, Bu?”

Ibu hanya mengangguk. Namun sepertinya masih ada sesuatu yang ingin dikatakannya.

"Bu… ada apa? Aku tidak keberatan dia menganggapku seperti itu. Selama ini aku sudah menduganya karena dia selalu saja memanggilku bukan dengan namaku sendiri. Dan bubur sumsum hijau itu pasti kesukaan anaknya kan?”

“Iya, bubur sumsum hijau memang kesukaan anak tante May. Dan Sabtu kliwon adalah hari kelahirannya. Dari semua hal dalam hidupnya hanya itu saja yang masih diingatnya.”

“Aku merasa masih ada yang ingin ibu ceritakan.”

Setelah ragu-ragu sejenak, Ibu melanjutkan.

“Dalam kecelakaan itu ada seorang anak lagi yang selamat. Namun karena May terlalu depresi hingga dia melupakan sama sekali keberadaannya.”

“Maksud Ibu…?”

“Kau Ven, adalah anak May. Dia memiliki anak kembar. Dua gadis cilik yang cantik. Vanda dan Venti.”

Mendengar perkataan ibu itu tiba-tiba saja bumi serasa berputar disekitarku. Aku kahilangan pijakan pada keyakinanku selama ini. Wanita yang ku panggil tante, yang dirawat di rumah sakit jiwa itu adalah ibu kandungku. Saat dia kehilangan seorang anak dia telah kehilangan keduanya.

Dadaku serasa sesak, paru-paruku mendesak mencari oksigen. Puluhan tahun aku hanya lah seorang anak pengganti. Dan bubur sumsum hijau itu… kini membuatku muak.

JKT 090616

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun