“Yups, ketemu!” Perlahan diambilnya roti itu dan dibersihkannya bungkus plastik dari sia-sia kotoran yang menempel. “Ah, masih bersih dan aman,” gumam Herry sambil tersenyum.
“Herry, apa yang kau lakukan? Mengapa kau mengorek-ngorek tempat sampah?” Bu Ratna muncul tiba-tiba di samping Herry, dia tak lagi sempat menyembunyikan roti temuannya.
“Anu… anu.. saya…” Herry tak sanggup melanjutkan kata-katanya, air mata berlinang tanpa bisa dicegahnya lagi.
“Nak, apa kau yang membuang roti itu?” tanya Bu Ratna lembut.
Herry hanya bisa menggeleng perlahan.
“Itu roti siapa?”
“Pebri”.
“Sudah kau buang saja kembali ya, nanti ibu belikan yang baru untukmu. Tidak baik memakannya mungkin sudah tercemar, kalau kau sakit apa kau tak kasihan kepada Bu Marla?”
Sekali lagi Herry hanya bisa mengangguk, lalu dengan berat hati mengembalikan roti itu ke tempat sampah.
“Besok akan ibu ingatkan lagi seluruh siswa agar tidak membuang-buang makanan, terutama Pebri akan mendapat peringatan.”
Herry pulang dengan lunglai. Dia tahu sesampainya di rumah pasti ibu Marla akan menasehatinya juga seperti yang dilakukan ibu Ratna.