“Seekor naga yang tidak memberikan sayap pada hatinya
tidak akan pernah terbang.”~ Ron Rubin & Stuart Avery Gold, Dragon Spirit
Rasanya telah menjadi legenda, seseorang dengan status drop-out dari kesarjanaannya, membayangkan dari sebuah garasi, bahwa semua meja ditongkrongi komputer pribadi. Orang ini menyalip dengan super cepat majikan yang pernah mempekerjakannya, sang raksasa biru IBM, dan membuatnya menyesal karena meremehkan impiannya itu. Sekarang dialah orang terkaya dunia, yang baru pensiun untuk fokus mengembangkan yayasan sosial atas namanya sendiri dan istrinya. Orang berkacamata tebal ini ada di benak setiap orang sebagai model perjuangan kemakmuran. Dialah Bill Gates yang melesat bersama Microsoftnya.
Pada suatu ketika ada seseorang dengan porsi tubuh tinggi besar namun lamunannya tidak lebih dari seorang remaja puber. Membayangkan minum kopi enak dalam suasana romantik café-café Eropa. Orang itu sekarang memimpin 11.000 kedai kopi di seluruh dunia, dan tak lain namanya adalah Howard Schultz pemilik Starbucks.
Di lain waktu dan tempat seorang murid sesumbar kepada professornya, bahwa ia bisa menyalin semua halaman situs internet dalam waktu singkat. Setahun berlalu, ternyata ia baru mampu mengcopy kurang dari seperlimanya. Namun lanjutan sesumbarnya yang ‘ingin membuat semua informasi di dunia dapat diakses dan digunakan secara cuma-cuma’ kemudian menghasilkan tool luar biasa, yang sekarang menjadi bisnis dengan nilai berkali lipat kapitalisasi pasar modal Indonesia. Orang sembarangan itu adalah Larry Page, salah satu pendiri mesin pencari google.com, perusahaan yang hidup dan berjaya dari periklanan namun tak pernah beriklan.
Impian, lamunan dan sesumbar bisa jadi dinilai banyak orang sebagai suatu bentuk kebodohan. Namun Mr. Mario Teguh mempermaklumkan sebuah hukum alam yang sering terlupakan bahwa:
Sebuah kebodohan yang yakinakan selalu mengalahkan kepandaian yang ragu-ragu.(I Am Easy Like Sunday Morning, Mario Teguh)
Dari banyak contoh di atas, sebuah pencapaian tidak serta merta sangat butuh rasionalitas dari cita-cita. Tidak juga sangat tergantung dari derajat kepandaian, apalagi yang beratribut ragu-ragu. Impian, lamunan atau sesumbar hanya perlu suplemen keberanian demi mencari jalan-jalan yang akan membentuknya. Dalam ujarannya yang lain tidak salah bila Mario Teguh menamalainkan kebodohan yang yakin itu sebagai suatu keberanian. Coba simak ujaran berikut:
Penemuan-penemuan besar dalam kehidupan inihanya mungkin dicapai oleh pribadi-pribadi beraniyang berlaku seperti kapal-kapal yang berangkat mengarungi perangai tak terduga lautan lepas, dan bukan oleh kapal yang memilihuntuk tidak meninggal kankenyamanan pelabuhan.(Do You Know?, Mario Teguh)
Tapi tentu bukan hanya keberanian yang menjadi tantangan para penemu dan pencipta besar di dunia ini. Pada prosesnya akan ada jeda panjang dari kesetengah-penuhan, dari kebelum-adaan bukti, dari langkah yang mungkin sempoyongan, yang pada gilirannya bisa mengundang cemooh bahkan peremehan dan caci maki. Namun orang dengan visi besar akan tetap berjalan, di sela kelelahannya memburu dan berlari menuju sesuatu di ujung itu. Meski masih entah, dia akan berlaku seperti siput di bawah ini:
Di suatu hari di awal musim semi, seekor siput memulai perjalanannya memanjat sebuah pohon ceri.
Beberapa ekor burung di sekitar pohon itu melihat sang siput dengan pandangan aneh.
"Hei, siput tolol," salah seekor dari mereka mencibir, "Pikirmu kemana kamu akan pergi?"
"Mengapa kamu memanjat pohon itu?" bertanya yang lain."Di atas sana tidak ada buah ceri."
"Pada saat saya tiba di atas sana," jawab sang siput tenang, "Pohon cerinya sudah berbuah." [PUF, —0908]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H