Indonesia sudah memasuki tahun politik, dimana suasanapun terasa semakin memanas saat berita miring dan informasi hoax bertebaran di berbagai macam media, terutama media sosial. Lalu bagaimana Humas memandang situasi ini dan bagaimana Humas harus bertindak dalam situasi ini?
PERHUMAS Indonesia menggelar kembali PERHUMAS Coffee Morning dalam tema "Public Relations Dalam Tahun Politik". Acara ini diadakan sebagai ajang bersilahturahmi para pengurus pusat PERHUMAS Indonesia setelah Hari Raya Idul Fitri.Â
Menemani Ketua Umum PERHUMAS Agung Laksamana, turut hadir juga Wakil Ketua Umum I Heri Rakhmadi, Wakil Ketua Umum 2 Boy Kelana Soebroto, Sekretaris Umum Ita Kusumawati. selain itu turut hadir Dewan Kehormatan PERHUMAS Elisabeth Goenawan Ananto, Miranty Abidin dan  Noke Kiroyan.
Dalam pertemuan hadir sebagai pembicara Bapak Brigjen Pol Rikwanto Karo Multimedia Divisi Humas POLRI, kemudian Dr. Firsan Nova Managing Director of Nexus Risk Mitigation and Strategic Communications, dan juga Arif Zulkifli Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO membahas mengenai pandangan Humas dan juga bagaimana Humas bertindak dalam situasi ini.
Penyebar hoax ada bermacam-macam, ada yang "agresive" dan juga "soft". Terdapat industri capital hoax, mulai dari Pabrik Hoax -- Makelar Hoax -- Follower -- Like & Share dan dari semua tahap itu  di desain untuk sebuah kepentingan/menyebar kebencian. Oleh karena itu menurutnya humas perlu kode etik profesi untuk menghadapi era kedepan agar tidak banyak praktisi Kehumasan yang menjadi Spin Doctor / tukang pelintir isu yang dapat berpotensi menciptakan fake news atau hoax.
Sementara etika humas dan realitas biasanya saling tumpang tindih. Menjalani kerja atas kepentingan atau mengutamakan etika profesi selalu menjadi perdebatan dalam hati nurani. Yang terpenting tugas kita adalah melindungi klien kita, dan merespon isu atau hoax. Karna pada tahun politik banyak yang menjadi "tukang stampel" atau menyerang kita dengan label negatif. Fokus pada public interest menjadi kunci keberhasilan dalam menangani isu-isu.
Oleh karena itu menurutnya semua golongan masyarakat harus menangani issue yang sudah terlanjur di percaya publik, harus merubah perspektif negatif publik. Sementara terdapat problem logistik dalam oposisi. Hoax ataupun pemberitaan terjadi karena fanatisme elektoral tergantung sudut pandang masing masing. Menurutnya, humas harus memegang prinsip dasar kejujuran dan harus berkampanye demi kebaikan bersama.
Dari kesimpulan ketiga pembicara yang telah memaparkan materinya ini, terbentuk suatu persamaan dalam sikap yang harus di tempuh oleh para praktisi humas yaitu tetap memegang teguh kejujuran dan saling berkolaborasi dengan semua pihak juga menjaga netralitas dalam bekerja demi kebaikan Indonesia itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H