NOTE :"Tulisan ini dibuat berdasarkan kapasitas penulis sebagai taruna atau pelajar di Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, bukan seorang dosen atau bahkan seorang yang ahli di bidang Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jika terdapat koreksi di dalam artikel ini bisa disampaikan secara personal maupun di kolom komentar, terima kasih :)"
------------------------------------------------------
Indonesia merupakan negara yang wilayahnya terletak di daerah tropis. Apa itu daerah tropis? Daerah tropis adalah daerah yang letaknya antara 23,5° LU sampai dengan 23,5° LS. Daripada pusing mikirin maksudnya apa, intinya daerah tropis itu akan yang selalu disinari matahari sepanjang tahun. Emang kalian pernah tinggal di Indonesia dan seharian ga ada matahari? Tentu nggak dong, kecuali mendung, itu juga karena ketutup awan dan matahari tetap menyorot ke daerah tropis.
Karena wilayah Indonesia itu selalu disinari matahari kurang lebih 12 jam perharinya, kecil kemungkinan bisa terjadi salju dan hujan es. "Kecil kemungkinan?" Iya, karena faktanya di Indonesia sendiri sudah beberapa terjadi hujan es. Terakhir, hujan es terjadi di Kabupaten Magelang 24 Januari 2018 lalu. Selain itu, di puncak Gunung Jaya Wijaya di Papua juga tertutup salju.
Lalu, kenapa bisa ada salju dan hujan es di Indonesia yang notabene bersifat panas?
Penyebab turunnya salju yang terjadi di puncak Gunung Jaya Wijaya tentu berbeda dengan hujan es yang terjadi di wilayah dataran rendah. Gunung Jaya Wijaya memiliki tinggi sekitar 4.884 meter diatas permukaan laut. HAMPIR 5 KM!! Dalam meteorologi, dikenal istilah lapserate, artinya suhu akan turun seiring dengan bertambahnya ketinggian. Pada umumnya, di daerah tropis, setiap kenaikan 100 meter, suhu berkurang 0,6° sampai 0,7° Celcius.
Nah, jika pada umumnya suhu di ketinggian 0 meter adalah 33°C, maka kalau dihitung-hitung suhu di puncak Gunung Jaya Wijaya sekitar 0 sampai (-2)°C. Titik beku air sendiri adalah 0°C, jadi wajar aja di puncak Gunung Jaya Wijaya ada saljunya.
Hujan es bisa terjadi di Indonesia karena ada awan Cumulonimbus atau awan CB. Itu loh, awan yang paling ditakuti dia di dunia penerbangan. Ternyata, selain bahaya bagi pesawat yang sedang terbang, awan CB juga menjadi penyebab turunnya hujan es di wilayah Indonesia. Awan CB ini sebenarnya multitalent, dia bisa menyebabkan hujan lebat, petir, angin kencang, dan pastinya hujan es.
Awan CB memiliki tinggi dasar awan hanya sekitar 300-500 meter, tapi ketebalannya atau tinggi puncak awannya bisa sampai 10 km atau 33.000 feet. Kebayang tebalnya awan CB mengalahkan panjang jembatan Suramadu. Seperti yang sudah dibahas diawal tentang lapserate, tentunya dengan ketinggian sampai 10 km, suhu diatas sana sangat dingin, bisa sampai -50°C.
Karena suhunya yang sangat dingin, di puncak awan CB itu berisi banyak kristal-kristal es dan akhirnya membentuk gumpalan-gumpalan es. Sebenarnya, dalam keadaan hujan normal atau hujan pada umumnya, es-es yang jatuh dari awan CB akan mencair seiring perjalanan jatuhnya es ke permukaan bumi, baik karena gesekan maupun suhu permukaan bumi yang semakin menghangat. Namun, adakalanya es-es pada puncak awan CB memiliki ukuran yang lebih besar dari biasanya, jadi selama perjalanan jatuhnya es ke permukaan bumi, es itu belum sempat mencair sempurna dan jatuh ke permukaan dalam bentuk es. Karena hujan es disebabkan oleh awan CB, maka disaat terjadi hujan es biasanya akan disertai petir dan angin kencang.
Indonesia termasuk beruntung karena terletak di daerah tropis. Hujan es akan lebih berbahaya jika terjadi di daerah yang beriklim sedang, seperti amerika. Di wilayah amerika, pertumbuhan awan CB dipengaruhi oleh aliran jet stream, yaitu suatu zona berangin sangat kencang di langit lapisan atas tempat udara kutub dan udara tropis bertemu yang dipicu oleh udara kutub yang super dingin. Intinya,di wilayah ini, jika terjadi hujan es, maka diameter es yang jatuh ke permukaan bisa mencapai 2 kali lipat dengan yang ada di Indonesia.
Fenomena salju dan hujan es merupakan suatu fenomena yang terjadi secara alami di bumi ini. Sebesar apapun dampak negatif yang ditimbulkan, pasti ada celah dimana dampak positif itu muncul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H