Mohon tunggu...
Wahyudi Iskandar
Wahyudi Iskandar Mohon Tunggu... Swasta -

twitter: WAHYUDI ISKANDAR facebook: WAHYUDI ISKANDAR googl+: WAHYUDI ISKANDAR Fanpage: WAHYUDI ISKANDAR

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konsekuensi Investasi Asing Bagi Aset dan Masa Depan Anak Bangsa

17 April 2018   04:00 Diperbarui: 17 April 2018   04:25 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lha ngapain harus bisa bahasa Indonesia?

Beda dengan TKI kita. TKI kita ke Arab kenapa dilatih bahasa Arab, majikannya siapa, orang Arab.

Kalau syarat bahasa Indonesia ini kita paksakan akan jadi hambatan. Kecuali kalau tenaga asing itu bekerja untuk orang Indonesia. Semua tenaga kerja asing bekerja untuk perusahaan dari negara mereka berasal. Kecuali kalau majikannya orang Indonesia.

Bagaimana dengan perwakilan tenaga kerja lokal?

Investasi ada tahapannya. Ada TKA harus ada pendampingnya, jadi secara regulasi. Jadi dalam satu site, nggak mungkin isinya 100 persen WNA semua, nggak mungkin. Karena pendampingan (tenaga lokal) itu wajib. Ada orang datang wajib didampingi orang Indonesia. Jadi kalau dia urus izin, misalnya 100 orang WNA, ketika urus izin ini kan ada komitmen untuk pendampingan itu. Harus menunjukkan data orang yang mendampingi. Posisinya 11-12 sama TKA. Itu yang mengurus izin.

Kaitannya dengan tenaga kerja lokal. Problem di tenaga kerja lokal itu adalah problem di kapasitas dan kompetensi. Di Karawang, ada perda, industri di sana 60 persen harus mempekerjakan orang ber KTP Karawang. Itu kan menghambat investasi juga akhirnya. Ini salah satu persoalan di daerah. Kita ingin warga lokal terserap, di satu sisi less educated dan less trained. Kompetensi nggak ada. Yang jadi hambatan di masyarakat lokal seperti itu. Nah makanya kita dorong sekarang bagaimana investasi atau industri itu berkontribusi melatih warga lokal dulu. Bukan Pemda yang mewajibkan untuk merekrut begitu. Lha kalau masyarakatnya kompeten oke, kalau cuma lulusan SD-SMP? Pabrik mending pindah kalau kaya gitu. Di Karawang sudah banyak pabrik yang pindah.

Kalau perusahaannya kita desak, bantu Balai Latihan Kerja (BLK) pemerintah agar orang-orang bisa dapat pelatihan.

Bagaimana dengan alokasi dana BLK selama ini?

BLK butuh per tahun bisa Rp 10 triliun, minim. Khusus untuk ini, pelatihan BLK, bukan anggaran Kemenaker. Kalau anggaran BLK Rp 10 triliun, Kemenaker bisa Rp 15 triliun-an. Butuh cukup besar untuk pelatihan digabung dengan sertifikasi. Anggaran training buat 100 orang, sertifikasinya hanya untuk 50 orang.

Di BLK semua orang bisa masuk situ. Dulu masuk BLK harus SMA. Lha ini lulusan SD-SMP mau masuk ke mana? Untuk itulah pemerintah menghilangkan batasannya, Kualitas yang ada 279 BLK diberdayakan kurikulum, instruktur, peralatan dan kesesuaian dengan industri, kalau itu digenjot sudah lumayan.

Bagaimana dengan pelatihan TKI yang ke luar negeri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun