Jika kalian mendengar sekolah IPDN pasti langsung terbesit kampus yang terkenal dengan kekerasan, suap-menyuap, pemukulan dll. Tetapi dalam tulisan ini saya akan membahas tentang kampus saya, kampus kebanggaan saya yaitu IPDN.Â
Sebenarnya terkait pemukulan atau kekerasan itu adalah masa kelam dari kampus saya. Itu sudah beda zaman, beda kepemimpinan dan beda pola pendidikan.Â
Sekarang kampus IPDN merupakan kampus yang zero kekerasan atau ga ada lagi kekerasan. Â Sebutan bagi orang yang melaksanakan pendidikan yaitu praja. Apabila terdapat praja yang ketauan melakukan kekerasan terhadap temannya otomatis langsung dikeluarkan.
Awal mula saya mengenal kampus IPDN adalah dari kakak sepupu saya. Awalnya saya sama sekali tidak tertarik dengan kampus yang berbau militer apalagi ada kegiatan lari.Â
Olahraga yang paling saya benci adalah lari, setiap ada tes lari saya selalu di urutan ketiga (dari belakang maksudnya). Saya termasuk orang yang tidak kuat lari, apabila lari dikit selalu muntah.Â
Tetapi karena dorongan orang tua yang pengen anaknya nyoba-nyoba kampus militer, akhirnya saya mengalah untuk hanya mencoba mendaftar kampus IPDN.Â
Padahal saat itu saya sudah berkuliah di universitas di solo selama 2 semester. Di minggu pertama latihan lari saya dapat lari tanpa jalan sebanyak 2 putaran stadion.Â
Di minggu kedua 3 putaran tetapi itu jalan sedikit hehehe. Trus di minggu ketiga saya bisa 3 putaran tanpa jalan dan lama -- kelamaan saya bisa menyelesaikan 4 putaran stadion tanpa jalan(ini belum berpatokan sama waktu hehehe). Dalam aturan apabila ingin lulus tes lari maka harus sanggup lari minimal 4 putaran 12 menit tanpa jalan.
Semenjak saya masuk ke IPDN , hampir semua di hidup saya berubah. Saat SMA, saya adalah orang yang pemalas, malas bangun pagi, Â malas olahraga, sering datang terlambat ke sekolah bahkan saya termasuk orang yang cengeng.Â
Tetapi semua berubah saat saya masuk ke IPDN. Disini,kita sendiri lah yang mau tidak mau harus beraptasi. Praja harus bangun pagi setiap hari pukul 04.00. awalnya bangun pagi juga merupakan hal paling berat saya.Â
Karena kalau dirumah saya bangun pukul 06.00 itupun dibangunkan sama orang tua. Kemudian cepat atau lambat, bagaimanapun caranya saya harus dapat menyesuaikan. Kemudian saya termasuk orang yang cengeng.Â
Dimarahin dikit sampai rumah langsung nangis. Saat disini semua berubah, mau dimarahin bagaimapun kita tidak boleh nangis, semua harus kuat. Saling menguatkan sesama teman, saling memotivasi agar tidak jatuh. Bersyukur saya mempunyai teman teman yang selalu mendukung saya.
Lalu di IPDN, saya juga diajari bagaimana menjadi orang yang disiplin. Selalu tepat waktu dalam melaksanakan semua kegiatan. Mungkin menjadi disiplin merupakan tantangan tersendiri bagi saya dan juga paling sulit.Â
Yang awalnya saya selalu melakukan kegiatan mepet waktu, sekarang harus bersiap siap dari awal agar tidak terlambat. Tetapi yang terpenting, IPDN merupakan kampus kader revolusi mental, dimana kita diajarkan untuk memiliki etos kerja, gotong royong.Â
Yang awalnya saya hanya seorang perempuan pemalu yang kurang berani untuk tampil atau ngomong didepan. Sekarang saya harus terbiasa untuk berbicara didepan umum.Â
Disini semua dapat belajar untuk menjadi lebih baik, tergantung diri kita mau berkembang atau hanya tetap ditempat. Kita harus mengubah pola pikir masyarakat yang keliru tentang pemerintahan, dan kita harus membuat sistem yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Kita harus membaur dengan masyarakat dan melayani masyarakat dengan sepenuh hati. *jatinangor -- 23 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H