Lagi-lagi itu semua saya lakukan karena ingin mengenal dan menghargai karya besar cerpenis dan novelis yang lainnya. Bukankah penulis sekaligus pembaca yang bijak dan tidak sombong itu harus menghargai karya-karya cerpenis dan novelis besar lainnya? Jadi apa salah jika saya membaca karya-karya itu semua, bukan?
Dan juga saya katakan, saya melakukan itu karena untuk mengetahui hasil proses kreatif mereka dan bagaimana mereka bisa menghasilkan seperti itu. Dan itu tak lebih dari apa yang saya lakukan. Entahlah, jika Anda mempercayainya. Entah.
Maka dari itulah jika saya (sering kali) mendapatkan masukan dan ucapan seperti itu saya menganggapnya biasa-biasa saja. Lagi pula itu hak prerogatif seseorang tak ada yang berhak menilai dan menjudge seseorang untuk membaca buku itu, benakan? Apalagi jika saya dilarang nantinya. Kan ini buku-buku saya. Saya beli dan saya pelajari.Hehe
Tapi saya bersyukur toh mereka secara tidak langsung ternyata peduli juga dengan karya-karya yang saya baca itu.
Memang akhir-akhir ini saya sedang menggandungi karya-karya seperti itu. Dan lebih menjurus ke sastra. Seperti buku-buku yang sering saya baca selama ini baik dari karya-karya Agoos Noor, Damhuri Muhammad, Hamsad Rangkuti, Ayu Utami, Clara Ng, Lan Fang dan juga satu karya yang masih fresh. Karya dari teman saya yang sekarang ini menjabat penulis, penyair serta PNS—dalam karyanya berbentuk kumpulan cerpen.
Oya, selain buku-buku itu—saya juga memiliki beberapa buku lainnya. Kalau tidak salah hitung saya sekarang ini sudah memiliki buku sekitar kira 150-an eksemplar buku. Entah, dari buku kumcer (kumpulan cerpen) remaja maupun dewasa juga ada anak-anak lalu ditambah buku-buku novel islami maupun yang umum dan juga buku-buku non fiksi. Baik yang how to maupun buku panduan atau tips and triks menulis. Maklum begini-begini saya punya perpustakaan sendiri di ruang inspirasi saya. Tak lain ruang inspirasi saya itu ruang kamar tidur saya sekaligus tempat saya bekerja.
Kenapa saya mempunyai perpustakaan pribadi? Karena saya ingin membiasakan diri saya selalu mencintai buku. Dan juga dekat dengan buku. Lalu hidup dengan buku pula. Ya, kalau bisa mati sedang memeluk buku. Mati dengan yang baik. Husnul khotimah. Amin
Memang sebelum saya terjun membuat perpustakaan pribadi. Saya sudah berjanji pada diri saya. ”Jika suatu saat nanti saya harus bisa memiliki perpustakaan buku.” Begitu gumamam saya saat ketika saya sedang memilih buku di toko buku. Memilih untuk saya beli dan saya jadikan koleksi perpustakaan pribadi saya nanti saat itu. Dan itu saya lakukan step by step. Setahap demi setahap. Buku demi buku saya beli lalu saya kumpulkan. Dan...alhamdulillah akhirnya impian saya untuk memiliki perpustakaan pribadi terkabul. Amin. Allahuma amin....
Satu lagi hal ini saya lakukan sekaligus semata-mata untuk diri pribadi khususnya. Pun belajar untuk mendisiplinkandiri untuk saya agar peduli dengan janji saya itu sejak ingin membuat perpustakaan pribadi. Walau pertama kali berat untuk melakukannya. Apalagi saya ini termasuk tipe orang yang boros untuk masalah memegang uang. Walau pun uang itu hasil jerih payah halal saya. Pasti apa saja yang saya inginkan pasti saya beli. Tanpa melihat manfaat dan gunanya. Alih-alih. apa yang saya beli tak bertahan lama. Tak abadi. Lain hal dengan buku. Jika buku sampai kapan pun tetap abadi jika saya bisa pandai merawatnya.
Akhirnya ketika saya melihat kebiasaan buruk itu akhirnya saya berjanji untuk berhenti. Hingga impian untuk memiliki perpustakaan pribadi pun terbersit—dan menggebu-gebu. Hingga akhirnya pun terlaksana juga sampai saat iniNamun sejak saya memiliki perpustakaan pribadi hidup saya pun teratur. Dan kini saya bisa teratur membeli buku di toko buku. Kira-kira jika saya membeli setiap bulannya 2 buah perbuku. Baik novel maupun kumpulan cerita (kumcer). Begitulah seterusnya hingga sekarang ini. Dan kini perpustakaan saya dipenuhi buku.
Dan juga ada satu hal yang Anda perlu ketahui tentang saya. Saya pun memiliki keunikan jika dalam membeli buku untuk saya koleksi di perpustakaan pribadi. Keunikan saya itu adalah ketika memilih buku. Saya tak peduli jika memilih buku. Saya tidak melihat cover buku itu jelek atau kurang bagus. Bagi saya jika itu bagus menurut saya pasti saya akan membeli dan mengoleksinya. Bukankah tak selamanya cover itu mewakilkan isi buku seluruhnya. Halnya ketika saya membaca buku-buku yang saya sebutkan di atas. Walau pun orang melihat buku-buku yang sayang baca itu terlalu ekstrem atau terlalu—maaf—pornografi tapi lagi-lagi saya tidak melihat itu semua.