Mohon tunggu...
Fepri Septian Widjaya
Fepri Septian Widjaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana Kranggan, Bekasi. Prodi: Public Relations. NIM: 44219210013. Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak.

Mahasiswa Universitas Mercu Buana Kranggan, Bekasi. Prodi: Public Relations. NIM: 44219210013. Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K14_Pemikiran Anthony Giddens

22 Juni 2022   20:52 Diperbarui: 22 Juni 2022   21:00 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini akan mengulas pemikiran Anthony Giddens mengenai Teori Strukturisasi yang dipaparkannya dengan melihat fenomena sosial yang ada yaitu perilaku korupsi. Perilaku korupsi yang masih marak di Indonesia, menarik perhatian penulis untuk menganalisinya karena kondisi seperti ini tentu sangat merugikan publik bahkan negara.

A. Apakah Korupsi Cenderung Dilakukan Pemegang Kekuasaan?

Perilaku korupsi dalam pemahaman definitifnya tentu memiliki beragam pemahaman, korupsi dipahami sebagai konsep yang kompleks untuk dijelaskan, hal tersebut karena perilaku ini tidak bisa dilihat hanya dari satu sudut pandang saja. Korupsi secara sederhana dipahami sebagai penggunaan kekuasaan publik yang dilakukan untuk kepentingan pribadi. 

Kekuasaan publik ini berarti bentuk kekuasaan yang diberikan oleh publik, yaitu masyarakat mauun anggota organisasi yang ada didalamnya. Korupsi tentu bukan hanya soal hukum saja, namun juga persoalan kultur (Wattimena, 2012).

Pemegang kekuasaan cenderung untuk melakukan perilaku korupsi, padahal secara budaya tentu mereka dapat dikategorikan sebagai orang yang cukup berbudaya. 

Dalam fenomena ini, terdapat satu pandangan filsuf yang menarik untuk dicermati, adalah pernyataan yang disampaikan oleh Nietzsche seorang filsuf Jerman yang berpendapat bahwa manusia memang memiliki kecenderungan untuk berkuasa. 

Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa manusia dan alam semesta memang didorong oleh sebuah kekuatan purba yaitu kehendak untuk berkuasa (the will power) serta klain kekuasaan yang paling tiranik karena tak punya pertimbangan dan tak dapat dihancurkan. 

Seluruh realitas yang terjadi didalamnya merupakan ledakan serta bentuk lain dari kehendak yang berkuasa karena berada didalam kesadaran sekaligus ketidaksadaran manusia. 

Kehendak untuk berkuasa merupakan dorongan yang mempengaruhi seorang individu sekaligus membentuk apapun yang ada karena pada akhirnya terdapat hasil dari semua proses realitas yang dilakukan. Seorang penguasa tentu harus menerima serta mengenali kehendak untuk berkuasa sebagai bagian dari dirinya. 

Jangan pernah menyangkal bahwa diri kita semua, lepas dari sebaik apa pribadinya, memiliki kehendak untuk berkuasa atas orang lain dan alam semesta (Wattimena, 2012).

Kehendak berkuasa memang sudah menjadi bagian dari dalam diri manusia. Namun dalam hal ini, persoalan yang harus dilihat adalah fenomena mengenai kehendak berkuasa yang dipergunakan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan baik secara moral dan hukum, yaitu korupsi. Kekuasaan yang disalahgunakan ini tentu menjadi hal yang keliru. Hal tersebut dapat terjadi apabila pemangku kekuasaan sebagai aktornya didukung oleh lingkungan yang mengkhendaki terjadinya tindak korupsi.

B. Mengapa Korupsi Dapat Terjadi?

Korupsi dipahami sebagai tindakan sosial, tindakan sosial dapat terjadi disepanjang ruang serta waktu, terjadi bukan karena paksaan struktur serta waktu dan bukan pula karena kesadaran agen semata-mata. 

Giddens berpendapat bahwa agen dan struktur yang ada terintegrasi didalam praktik sosial (Ritzer dan Goodman, 2005). Melalui praktik sosial tersebut, para agen memproduksi kondisi-kondisi yang memungkinkan keberadaan terhadap aktivitas-aktivitas mereka, cara tersebut dilakukan guna mengungkapkan diri sebagai aktor (Giddens, 2010). Sehingga, tindakan sosial yang dilakukan tidak dilahirkan melalui paksaan struktur dan kesadaran aktor, melainkan melalui praktik sosial yang terjadi secar terus menerus.

Praktik sosial yang terjadi secara terus menerus ini diasumsikan sebagai reflektivitas tindakan, seperti halnya arus kesadaran. Giddens dalam hal ini membedakan dua jenis kesadaran yang mendasari tindakan aktor, yaitu kesadaran diskursif dan kesadaran praktis (Rochman, 2015). 

Kesadaran diskursif dipahami sebagai kemampuan individu dalam melukiskan tindakan melalui kata-kata, sedangkan kesadaran praktis dipahami sebagai tindakan yang dianggap benar oleh aktor tanpa mampu mengungkapkannya melalui kata-kata. 

Kesadaran diskursif ini berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh aktor, namun dalam kesadaran praktis berkaitan dengan rutinitas kehidupan sosial aktor tersebut. 

Pada realitasnya, kesadaran diskursif ini juga tidak selalu dapat diakses secara langsung oleh kesadaran para aktor dalam proses interaksi sosial karena lebih banyak bertindak berdasarkan kesadaran praktis yang inheren dalam kehidupan sosial aktor tersebut. 

Atas dasar tersebut, batasan antara kesadaran diskursif dan praktis bergerak secara dinamis sehingga ontologi ruang-waktu sebagai penentu praktik sosial menjadi konsepsi mendasar dalam strukturisasi.

C. Bagaimana Pencegahan Korupsi dalam Teori Strukturisasi?

Teori strukturisasi yang dikembangkan oleh Anthony Giddens membangun model stratifikasi yang melibatkan monitoring refleksif, rasionalisasi tindakan serta motivasi tindakan sebagai sebuah rangkaian yang saling melekat. Model ini beroperasi dalam lima unsur teori strukturisasi yaitu sebagai berikut (Sturrock, 2014):

Dokpri
Dokpri
  • Agen dan Agensi

Monitoring refleksif atas tindakan merupakan unsur tetap dari tindakan keseharian yang melibatkan perilaku individu dan perilaku individu yang lain. Agensi berkaitan dengan kejadian-kejadian yang memang melibatkan individu sebagai pelaku. Dalam artian bahwa pelaku dapat bertindak berbeda dalam setiap fase apapun dalam suatu urutan tindakan (Giddens, 2010). 

Agensi melibatkan diri lebih jauh pada konsekuensi tindakan tidak disengaja, berbeda dengan monitoring secara refleksif serta rasionalisasi tindakan yang dijelaskan sebagai tindakan kesengajaan. Konsekuensi tidak disengaja dari tindakan tersebut, menurut Giddens membentuk kondisi-kondisi terkenali dari tindakan selanjutnya dalam satu siklus (perputaran kausal) umpan balik non-refleksif. 

Konsekuensi-konsekuensi tidak sengaha tersebut juga secar rutin disebarluaskan sebagai hal yang burut dari perilaku rutin yang secara refleksif dipertahankan oleh pelakunya. Secara sederhana, hal ini dipahami bahwa setiap tindakan sosial tentu melahirkan konsekunsi-konsekuensi baik disengaja maupun tidak disengaja yang seluruhnya dirutinisasi dalam waktu dan ruang sosial.

  • Agensi dan Kekuasaan

Agensi dan kekuasaan memiliki hubungan logis karena mengandaikan seorang agen harus mampu menggunakan sederet kekuasaan kausal termasuk untuk memengaruhi kekuasan-kekuasaan yang dijalankan oleh orang lain (Giddens, 2010). Dalam agensi, kekuasaan lebih besar berada pada agen, karena agen memiliki kemampuan untuk menciptakan pertentangan dalam kehidupan sosial, bahkan agen juga tidak akan ada artinya tanpa kekuasaan. 

Sederhanya adalah aktor berhenti menjadi agen apabila ia kehilangan kemampuan untuk menciptakan pertentangan (Ritzer dan Goodman, 2005). Agensi dan kekuasaan berlangsung secar dialektis dalam keseluruhan interaksi sosial tanpa sebuah dominasi, melainkan kondisi ketergantungan.

  • Struktur dan Strukturisasi

Dalam penjelasannya, Giddens memberikan pemahaman mengenai struktur, sistem dan strukturisasi secara berbeda dengan kaum strukturalis. Struktur dijelaskan sebagai seperangkat relasi transformasi, terorganisasi sebagai kelengkapan dari sistem sosial. Sedangkan sistem merupakan relasi yang direproduksi diantara para aktor yang terorganisasi sebagai praktik-praktik sosial reguler. 

Terkahir adalah strukturisasi yaitu kondisi yang mengatur keterulangan atau transformasi struktur-struktur. Proses analisis strutkrisasi adalah mempelajari tentang bagaimana suatu sistem tertanam dalam aktivitas tertentu yang berpegang pada aturan dalam ragam konteks tindakan, yang diproduksi dan direproduksi dalam interaksi.

Dokpri
Dokpri
  • Dualitas Struktur

Agen dan struktur bukanlah dua fenomena yang terpisah atau dualisme, melainkan mewakili dualitas. Menurut Giddens, kelengkapan-kelengkapan struktural dari sistem sosial yang ada adalah sarana sekaligus hasil dari praktik sosial yang terorganisasi secara baik. Dualitas struktur merupakan landasan utama bagi keterulangan-keterulangan dalam reproduksi sosial di sepanjang ruang dan waktu (Giddens, 2010).

  • Bentuk-Bentuk Institusi

Giddens menjelaskan bahwa institusi berkaitan dengan kekuasaan dan struktur, berikut ini adalah tiga dimensi struktural yaitu signifikasi, dominasi dan legitimasi. Struktur penandaan (signification) menjelaskan bahwa dalam proses komunikasi, seseorang tentu membutuhkan sistem tanda dan bingkai interpretasi seperti tata simbol, bahasa dan penanda lainnya, sehingga struktur signifikasi tersebut ada. Selanjutnya adalah struktur penguasaan (domination) yang dijelaskan bahwa seorang agen tentu harus mendapatkan atau mempraktikan kekuasaan, sehingga membutuhkan mobilisasi dua struktur dominasi sebagai fasilitasnya. Terakhir adalah struktur legitimasi (legitimation) yaitu memberlakukan sebuah sanksi terhadap seseorang tentu membutuhkan saran legitimasi berupa norma atau peraturan (lembaga hukum/tata hukum).

 

Daftar Pustaka

Giddens, Anthony. (2010). The Constitution of Society.Polity Press, Cambridge.

Ritzer, George -- Douglas J. Goodman. (2005). Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prenada Media.

Rochman, Meuthia Ganie- Rochman Achwan. (2015). Sosiologi Korupsi. Isu, Konsep, dan Perdebatan. Jakarta : UI Press.

Sturrock, John. (2004). Strukturalisme Post-strukturalisme dari Levi-Strauss sampai Derrida, terjemahan dari Structuralism and Since. Surabaya : Jawa Post Press.

Wattimena, Reza A.A. (2012). Filsafat Anti Korupsi. Membedah Hasrat Kuasa, Perburuan Kenikmatan, dan Sisi Hewani Manusia di balik Korupsi. Yogjakarta : Kanisius.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun