Mohon tunggu...
Fepri Septian Widjaya
Fepri Septian Widjaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana Kranggan, Bekasi. Prodi: Public Relations. NIM: 44219210013. Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak.

Mahasiswa Universitas Mercu Buana Kranggan, Bekasi. Prodi: Public Relations. NIM: 44219210013. Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K13_Model Pencegahan Korupsi Model Dimensions of The Duality of Structure Anthony Giddens

15 Juni 2022   21:18 Diperbarui: 15 Juni 2022   21:18 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi dapat terjadi akibat keserakahan dan ketidakmampuan seseorang dalam mengendalikan diri atas kehendaknya untuk memenuhi hawa nafsunya. Dalam hal ini, korupsi dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan dan tindakan yang dilakukan adalah bagian dari kejahatan moral. Artikel ini akan membahaskan model pencegahan korupsi melalui teori yang dicetuskan oleh Anthony Giddens yaitu Teori Strukturisasi.

  • Apa maksud dari Teori Strukturisasi?

Teori strukturisasi yang dikembangkan oleh Anthony Giddens merupakan kritiknya terhadap cara kerja dari sistem strukturalisme itu sendiri. Dalam penjelasannya, teori strukturisasi dimaksudkan untuk mempermudah melihat suatu fenomena yang terstruktur dengan mengedepankan konsep agensi dmanusia. Proses pengenalan ini dilihat dengan mengenali antara konsep "struktur" dengan "sistem". Hal tersebut didasari atas sistem sosial yang tidak memiliki struktur namun menunjukkan sifat-sifat struktural. Dalam hal ini, sifat struktural dapat muncul didalam tindakan serta menjadi jejak memori yang memeberikan petunjuk bahwa manusia telah banyak memiliki pengetahuan (Giddens, 1984). Sifat-sifat struktural ini muncul dalam perkembangan reporduksi sosial, konsep ini disebut oleh Giddens sebagai prinsip-prinsip struktural (structural principles). Sedangkan praktik sosial yang memiliki waktu terbesar dalam totalitas dan perluasan ruang disebut dengan institusi (institution) (Giddens, 1984). Struktur memiliki tiga gugus dimensi, yaitu struktur penandaan (signification), Struktur penguasaan (domination) dan struktur pembenaran (legitimation).

Struktur penandaan (signification) menjelaskan bahwa dalam proses komunikasi, seseorang tentu membutuhkan sistem tanda dan bingkai interpretasi seperti tata simbol, bahasa dan penanda lainnya, sehingga struktur signifikasi tersebut ada. Dalam kehidupan sehari-hari, aktor-aktor sosial tentu aktif menghasilkan makna dan memahami makna-makna yang telah menjadi rutinitas dan terus di reproduksi.

Selanjutnya adalah struktur penguasaan (domination) yang dijelaskan bahwa mendapatkan atau mempraktikan kekuasaan, tentu seseorang membutuhkan mobilisasi dua struktur dominasi sebagai fasilitasnya. Dalam dimensi penguasaan, fasilitas ini terdiri dari sumberdaya alokatif (ekonomi) dan otoritatif (politik). Sumberdaya alokatif ini didasari atas kemampuan serta bentuk kapasitas transformatif yang memberikan komando atas barang, objek, maupun fenomena material. Lalu pada otoritatif yaitu mengenai kekuasaan yang berhubungan pada konsep interaksi sosial. Hal tersebut karena kekuasaan selalu menyangkut kapasitas transformatif, karena tidak mungkin sebuah strukur ada tanpa pelaku, begitu pula tidak ada struktur dominasi tanpa relasi kekuasaan yang berlangsung diantara para aktor tersebut.

Terakhir adalah struktur legitimasi (legitimation) yaitu memberlakukan sebuah sanksi terhadap seseorang tentu membutuhkan saran legitimasi berupa norma atau peraturan (lembaga hukum/tata hukum). Karena perubahan sosial tentu tidak bisa ditempuh dengan kontradiksi sebuah sistem, tetapi perubahan tersebut dapat ditempuh dengan cara koordinasi praktis dalam sistem dan struktur sosial  yang dilembagakan.

  • Mengapa Korupsi Dimaknai Sebagai Kejahatan?

Dokpri
Dokpri

Pembahasan yang harus dimaknai terlebih dahulu adalah makna dari kejahatan itu sendiri, kejahatan dalam konsepnya dibagi menjadi dua, yaitu kejahatan alamiah dan kejahatan moral (Suradi, 2006). Kejahatan alamiah lebih didefinisikan pada penderitaan yang muncul melalui determinasi ilmiah seperti tsunami, gempa bumi, banjir dan lain sebagainya. Sedangkan kejahatan moral, terdapat dua jenis, yaitu evil by comission dan evil by omission. Evil by comission dimaknai sebagai kejahatan yang muncul akibat perilaku seseorang atau kelompok dengan sadar dan bebas melakukan tindakan yang salah secara moralitas seperti bertindak tidak adil dan tidak jujur (Pencurian, pemerkosaan, pencurian, korupsi, pembunuhan dan lainnya) dan evil by omission dimaknai sebagai kejahatan yang dilakukan dengan membiarkan orang lain menjadi korban kejahatan moral meskipun individu tersebut dapat menolongnya, seperti melihat peristiwa perampokan namun hanya diam saja seakan tidak terjadi apa-apa (Bria, 2008).

Substansi korupsi sendiri dipandang sebagai sesuatu yang tidak etis, tidak bermoral, melawan hukum dan tidak baik dari sudut pandang apapun. Hal tersebut tentu berdasar, karena korupsi tidak memberi banyak manfaat bagi sebuah sistem dan tatanan masyarakat. Korupsi sebagai kejahatan moral praktis dapat terjadi pada segala aspek kehidupan manusia, baik secara ekonomi, pendidikan, hukum, dan sosial. Perilaku seperi pemerasan (extortion, penggelapan (fraud), suap-menyuap (bribery) dan lain-lain yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri maupun kelompoknya tentu merampas kehidupan hak orang banyak, baik publik maupun negara. Perilaku ini tentu tidak sekedar dorongan nafsu manusiawi saja, karena korupsi tidak bebas nilai sebab menyangkut moralitas seseorang (Jeremy, 2003).

  • Bagaimana Dimensi Struktural Kejahatan Korupsi Melalu Teori Strukturisasi Anthony Giddens?

Perilaku korupsi mulai terjadi ketika manusia mulai hidup berkelompok dan bermasyarkat, melakukan interaksi sosial, membangun relasi sosial untuk mempertahankan hidup dan menciptakan norma-norma sosial dengan tujuan kesejahteraan, kebahagiaan dan ketentraman hidup. Namun, dalam prosesnya terdapat masalah kemanusiaan yang muncul karena kejahatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang malah menciptakan kesengsaraan, ketidakadilan dan penderitaan bagi orang lain sehingga nilai kebaikan pada diri manusia mulai dipertanyakan esensi dan keberadaannya dalam diri manusia.

Giddens berpendapat bahwa setiap manusia yang hidup dalam sosial bermasyarakat adalah human agent. Hal tersebut karena setiap tindakan manusia baik disadari atau tidak, disengaja maupun tidak tentu berpengaruh pada keadaan dan peristiwa disekelilingnya. Secara sederhana, human agent adalah seorang yang memiliki daya intervensi dengan keadaan pemicu atas sebuah peristiwa, ia terus dikelilingi oleh struktur dan dapat mereproduksi struktur tersebut dengan ragam peristiwa yang terjadi. Proses menciptakan keadaan struktural ini dilakukan secara dialetik, diantaranya kejahatan yang berdimensi struktural melalui kemampuan refleksivitas dan rasionalisasi tindakan.

Korupsi sebagai kejahatan struktural tentu menjadi problematika tersendiri bagi kejahatan manusia di era modern yang memiliki gugusan struktur dari nilai-nilai modernitas seperti sekularisme, individualisme, kebebasan, pragmatisme, liberalisme, yang menandai tempat bagi relasi-relasi sosial masyarakat (Alkostar, 2008). Manusia yang hidup dalam realitas kosmos modern akhir, menurut Giddens hanya berjalan diatas logika "percepatan" saja sehingga mengakibatkan orang tidak dapat berpikir panjang dan bertindak praktis. Semakin berkembangnya teknologi industri, informasi dan telekomunikasi memang membawa pengaruh pada keseimbangan lingkungan (alam) dan kepercayaan lokal, disisi lain terdapat konsekuensi nilai-nilai religiusitas (agama) dan nilai lokalitas (tradisi) yang dimaknai sebagai petunjuk moral dan jalan hidup semakin hilang makna dasarnya akibat dampak modernisasi tersebut, sehingga Korupsi dilihat sebagai jalan hidup (Ali, 2009). Kejahatan struktural korupsi merupakan tindakan yang tidak terlepas dari jaringan tindakan produksi dan reproduksi struktur oleh agen yang membentuk setting atas apa yang dikatakan dan dikerjakan satu sama lain dalam seluruh totalitas gejala (Giddens, 1984).

Korupsi tentu merupakan hal yang sulit untuk disembuhkan namun bukan berarti tidak bisa, karena hal yang harus dilakukan adalah meruntuhkan mental korupsi yang memang sudah menjadi pilihan hidup dalam aktualisasi individu maupun kelompok dan memupuk rasa tanggung jawab terhadap human agent untuk menghapus kecurangan dan menjaga struktur sosial yang ada agar tidak memberikan ruang bagi perilaku korupsi.

Dokpri
Dokpri

 Teori strukturisasi ini tentu sangat relevan dalam proses pengurangan benang kusut pada fenomena korupsi yang terjadi, dengan melakukan tiga tahap sebagai berikut:

  • Mengurangi bingkai interpretasu masyarakat terhadap korupsi.
  • Mengidentifikasi sumberdaya-sumberdaya alokatif dan otoritatif yang turut memberdayakan dan menguatkan praktik korupsi di masyarakat.
  • Melihat unsur-unsur yang menjadi alat pembenaran (justifikasi) bagi alibi-alibi hukum positif maupun normatif seperti sosial dan agama.

Dalam aspek sosial-politik, ekonomi serta hukum dapat disimpulkan bahwa kesulitan memberantas korupsi terjadi karena beberapa hal seperti adanya distorsi makna terhadap perilaku politik dimana masalah moral telah direduksi menjadi masalah manajemen politik, tidak adanya sanksi hukum yang ditegakkan bahkan proses hukum berbalik menjadi alat rehabilitasi koruptor dalam mengurangi masa tahanannya, dan yang terkahir adalah adanya intervensi kekuasaan yang dilakukan dalam lembaga peradilan yang dapat terjadi karena adanya fasilitas kekuasaan seperti jabatan, dukungan politik serta sumberdaya ekonomi.

Daftar Pustaka

Ali, As'ad Said. (2009). Negara Pancasila; Jalan Kemaslahatan Berbangsa. LP3ES, Jakarta.

Alkostar, Artidjo. (2008). Korupsi Politik di Negara Modern. UII Press, Yogyakarta.

Bria, Emanuel. (2008). Jika Ada Tuhan Mengapa ada Kejahatan; Percikan Filsafat Whitehead. Kanisius, Yogyakarta.

Giddens, Anthony. (1984). The Constitution of Society.Polity Press, Cambridge.

Jeremy, Pope. 2003. Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasional. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Suradi. (2006).Korupsi dalam Sektor Pemerintah dan Swasta (Mengurai Pengertian Korupsi; Pendeteksian, Pencegahannya, dan Etika Bisnis). Gava Media, Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun