Baru-baru ini, Tuliao dan Chen (2017) menganalisis gender sebagai penentu penyuapan di antara CEO dan menemukan bahwa CEO pria lebih mungkin terlibat dalam korupsi. Frei, dan Muethel (2017) berpendapat bahwa negara tuan rumah menyediakan tempat berkembang biak bagi perusahaan multinasional untuk korupsi melalui nilai-nilai dan hukum yang lemah. Oleh karena itu, karakteristik daerah merupakan faktor penentu yang signifikan dari korupsi (Sanyal & Samanta, 2017).Â
Terakhir, kelompok studi ketiga mengklaim bahwa determinan korupsi adalah faktor ekonomi. Sanyal (2005) menunjukkan bahwa negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan distribusi pendapatan yang buruk, dan negara-negara yang mendapat skor tinggi pada skala jarak kekuasaan dan maskulinitas Hofstede lebih cenderung ke arah penyuapan.Â
Demikian pula, Sanyal dan Guvenli (2009) menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dari negara-negara di mana jarak kekuasaan atau orientasi jangka panjangnya rendah, dan individualismenya tinggi, kurang terlibat dalam korupsi. Baughn, Bodie, Buchanan, dan Bixby (2010) mengkonfirmasi bahwa perusahaan dari negara-negara yang mendapat skor tinggi dalam jarak kekuasaan lebih mungkin terlibat dalam penyuapan. Mazar dan Aggarwal (2011) menemukan bahwa suap bervariasi dengan tingkat kolektivisme. Huang, Liu, Zheng, Tan, & Zhao (2015) berpendapat bahwa perhatian tentang evaluasi memainkan peran moderat antara kolektivisme dan korupsi: kolektivisme memfasilitasi korupsi di negara-negara di mana ada sedikit perhatian tentang evaluasi.
Kegiatan korupsi dalam bisnis internasional memiliki dampak yang cukup signifikan, yaitu efek negatif pada investasi asing dan efisiensi operasional, hal tersebut terjadi karena negara-negara dengan tingkat korupsi yang tinggi lebih mungkin untuk berinvestasi pada negara-negara yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi pula dibandingkan di perusahaan negara lainnya dengan tingkat korupsi yang rendah, hal tersebut dikarenakan rendahnya tingkat pengawasan hukum dan kurang pedulinya tanggung jawab sosial perusahaan.Â
Padahal, apabila tingkat korupsi sebuah negara rendah, maka kebebasan ekonomi dan politik memiliki efek positif pada investasi serta perdagangan asing yang berlangsung. Selain itu, tingkat korupsi yang terjadi secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat berhasil atau tidaknya sebuah proyek sebuah negara. Sehingga menjadi penting untuk melakukan strategi guna menekan korupsi didalam bisnis internasional.
Daftar Pustaka
Baughn, C., Bodie, N. L., Buchanan, M. A., & Bixby, M. B. (2010). Bribery in international business transactions. Journal of Business Ethics, 92(1), 15--32.
Carmichael, S. (1995). Business ethics: The new bottom line. London: Demos.
Chen, C., Cullen, J. B., & Parboteeah, K. P. (2015). Are manager-controlled firms more likely to bribe than shareholder-controlled firms: A cross-cultural analysis. Management and Organization Review, 11(2), 343--365.
Frei, C., & Muethel, M. (2017). Antecedents and consequences of MNE bribery: A multilevel review. Journal of Management Inquiry, 26(4), 418--432.