Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menulis Biografi: Be a Storyteller! (Part 3)

8 Agustus 2020   12:58 Diperbarui: 9 Agustus 2020   05:07 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelihatannya seperti main-main, menyederhanakan persoalan dan menganggap gampangan menulis biografi hanya dengan mengambil contoh cerita klasik "Dalem Boncel". Mungkin agak susah menjelaskannya kepadamu saat ini, tetapi setelah penjelasan ini nanti kamu mungkin lebih memahaminya.

Sekali lagi saya ulang, bahwa menulis biografi itu tidak lebih menceritakan perjalanan hidup seseorang yang paling DRAMATIS, menyerempet-nyerempet bahaya bahkan nyaris merenggut nyawa. Idealnya begitu.

Tetapi tidak selamanya hal paling dramatis yang ditonjolkan, sebab perjalanan hidup manusia itu terpenggal menjadi beberapa fragmen, bagian, yang kemudian membentuk sekuel. Pecahan-pecahan fragmen itu saja sudah cukup membuat biografi yang hidup dari kehidupan seseorang.

Saya ambil biografi Mike Tyson. Masak iya saya harus menceritakannya Si Leher Beton itu dari mulai ia lahir, meniti karier sebagai petinju sampai usianya sekarang menginjak 54.

Bagaimana kalau saya menceritakan satu penggal perjalanan hidupnya saat ini yang ternyata menggeluti dunia film dan televisi, bahkan memilki podcast sendiri bertajuk"Hotboxin with Mike Tyson".

Perhatikan kata "Hotboxin" pada podcast-nya yang menautkan perjalanan masa lalu Tyson di dunia tinju, yang membuat namanya melangit. Bahkan karena kebesaran namanya itu, Tyson sempat terhempas ke dunia hitam seperti mengonsumsi narkoba. Perempuan? Jangan tanya soal itu.

Namun di balik itu semua, Tyson sudah benar-benar gantung sarung tinju. Bahkan beberapa waktu lalu, sebuah tayangan video menunjukkan bahwa Tyson sangat menyayangi burung merpati.

Apa kaitan bertinju yang memusuhi lawan dengan mencintai burung merpati yang menunjukkan welas-asih? Tidak ada hubungannya, tetapi itu menunjukkan penggalan perjalanan hidup seseorang.

Nah, biografi cukup memotret penggalan perjalanan hidup seseorang seperti Mike Tyson tadi, seseorang yang dikenal sebagai petinju, tetapi kemudian dia aktif di dunia televisi, film, podcast dan bahkan jatu cinta kepada burung-burung merpati.

- Kang, aku kok ingin tahu kelanjutan perjalanan hidup Si Boncel daripada Mike Tyson, aku ngeri dia gede banget, Kang...

+ Tadi itu saya sekadar menggambarkan bahwa perjalanan hidup manusia itu terpenggal menjadi beberapa bagian berupa fragmen-fragmen. Kamu bisa memulai dan fokus dari satu fragmen itu saat menulis biografi seseorang.

- Misalnya saya fokus dan memulai dari kecintaan Tyson kepada burung merpati, boleh?

+ Boleh banget, itu pintu masuk dan pasti ada latar belakang mengapa Tyson tidak memelihara burung hantu, misalnya.

- Iya, kenapa ya, Kang?

+ Karena takut tertukar sama kamu, Dek!

- Idiiiihhhhh... Kang, lanjutin cerita Si Boncel-nya dong, aku udah ga sabar nih...

+ Baiklah, tapi bikinkan saya kopi secangkir lagi, ya!

Seusai adzan subuh berkumundang, setelah kedua pasangan renta itu menunaikan shalat dua rakaat, mereka tinggalkan gubuk yang terletak di sebuah pedukuhan yang diteduhi pepohonan rindang di Kandangwesi.

"Rinduku sama Si Ocen sudah tak tertahankan, Pak."

"Pun demikian aku, Mak, semoga benar adanya Si Ocen sudah menjadi amtenar besar."

Perlu waktu seminggu lamanya bagi kedua pasangan ini untuk mencapai kota Garut. Mereka berjalan kaki menembus pekatnya malam dan panasnya siang dengan matahari yang menyengat ubun-ubun.

Pada hari ketujuh, sampailah pasangan renta ini di gerbang kabupatian. Pakaian mereka sudah sangat lusuh seperti kain pel. Dua upas berwajah garang yang menjaga pintu gerbang itu dengan serta merta menghardik mereka.

"Ada kaperluan apa kakek dan nenek datang ke mari?" tanya upas.

"Benarkah ini kediaman Tuan Bupati, Nak?"

"Benar. Ada keperluan apa kalian ke sini?"

"Kakek dan nenek ingin bertemu Si Ocen, anak kami, yang katanya sudah menjadi amtenar besar."

Kedua upas itu saling berpandangan manakala mendengar penjelasan sang kakek.

"Apa? Si Ocen?" tanya upas, "Di sini tidak ada nama Ocen, adanya Dalem Boncel, tetapi itu pasti bukan anak yang kalian maksud!"

"Namanya memang Boncel, tetapi kakek-nenek biasa memanggil anak kami itu 'Si Ocen', kakek-nenek ingin segera bertemu."

"Sebentar...! Kalian berdua jangan mengaku-ngaku Dalem Boncel sebagai anak, bisa masuk penjara kalau mempermalukan Dalem Boncel. Tidak mungkin Dalem Boncel punya orangtua seperti kalian, terlebih lagi menurut Dalem Boncel sendiri, kedua orangtuanya sudah lama meninggal. Jadi, jangan coba-coba menipu di sina, ya!"

"Kakek dan nenek ini memerlukan waktu tujuh hari tujuh malam untuk sampai ke kabupatian ini dari Kandangwesi, dengan satu maksud bertemu Si Ocen. Pertemukan kami segera, kami sudah kangen Si Ocen!"

Kedua upas bingung, mereka saling bertatapan lagi.

"Begini saja...," kata salah satu upas, "Coba sebutkan ciri-ciri lahir Dalem Boncel yang kalian ingat!"

"Tentu saja kami ingat," kata Pak Boncel, "Ada luka gores kehitaman di kening Si Ocen, itu luka yang tidak bisa hilang saat jatuh terpeleset dan keningnya menggores batu tajam."

Kedua upas serempak saling bersitatap lagi, tak percaya apa yang kakek-nenek itu katakan. Mereka saling sikut memberi tanda, juga saling berkedip, bingung apa yang harus mereka lakukan sebagai penjaga pintu gerbang.

Nun di sebuah ruang di dalam kabupatian, Boncel yang baru seminggu menikah dengan Clara nono Belanda yang jelita masih dimabuk ranjang pengantin. Bahkan ketika pintu diketuk seseorang dari luar, Boncel masih berada di peraduan.

"Siapa? Ada apa?"

"Upas, Dalem... Maaf... di luar ada yang ingin bertemu dengan Tuan Dalem...," jawab upas di luar kamar peraduan.

"Siapa?

"Sepasang orangtua, kakek dan nekek, Dalem."

"Iya siapa?"

"Belum sempat menanyakan nama, tetapi mereka mengaku sebagai orangtua Dalem dan ingin bertemu Tuan Dalem..."

"Hah? Orangtuaku!?"

"Benar, Dalem."

"Suruh mereka duduk di serambi pendopo, saya segera menemui mereka!"

"Baik, Tuan Dalem..."

Setelah di luar kamar peraduan upas berlalu, Boncel kaget bukan kepalang. Ia menunjukkan kegeraman yang luar biasa, tangannya terkepal dan meninju bantal.

"Wat is er mis met je, Lieverd?"

"Tidak ada apa-apa. Ini pasti kesalahan, aku harus menemui mereka!"

"Wie zijn zij?

"Orang yang mengaku-ngaku sebagai orangtuaku!"

"Is dat juist?"

"Ya, kata upas di luar."

- Je ouders zijn dood, nietwaar?

+ Yaaaa...

Dengan wajah masam, tertekuk menahan amarah, Boncel bergegas ke luar setelah berpakaian, diikuti oleh Clara, noni Belanda yang kini sudah menjadi istrinya....

- O-oowww... aku benar-benar terpikat cerita Si Boncel itu, Kang.

+ Ya, tapi cerita harus terputus sampai di sini dulu karena saya harus segera pergi sekarang, ini urusan penting!

- Urusan apa, Kang?

+ Memangnya cuma kamu saja yang bisa pacaran! (Bersambung)

PEPIH NUGRAHA

The Series cerita kolaborasi Kompasiana.com dengan Netizen Story Menulis Biografi: Be a Storyteller Bersama Kang Pepih
HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun