Pertanyaannya, kalau riset tidak bisa dilakukan karena narasumber orang biasa (tapi berprestasi fenomenal) sehingga ia tidak pernah ditulis sebelumnya? Ada rumus lainnya: dengarkan, dengarkan, dengarkan.
Kamu harus jadi pendengar yang baik dengan pancingan pertanyaan semisal begini, "Apakah Anda merasa dia berkhianat saat itu?" Atau "Mengapa Anda tidak memilih jadi polisi saja dibanding menjadi tentara dengan tugas yang lebih berat?" Dengan dua jenis pertanyaan ini, niscaya akan menggugah (baca: mengganggu) pikirannya dan secara emosional ia menceritakannya secara panjang lebar.
Dengan menggugah ingatan masa lalu atas peristiwa yang pernah dialaminya, itu menolong pekerjaanmu lebih ringan, sebab dengan sukarela narasumbermu akan merekonstruksi peristiwa masa lalunya. Jangan-jangan pada peristiwa masa lalu itulah tersemat TURNING POINT (titik balik) yang sudah saya sampaikan sebelumnya itu.
+ Pekerjaan utama menulis biografi boleh dikatakan menghidupkan kembali peristiwa masa lalu narasumber. Kalau kamu tidak punya kemampuan menghidupkan ini, tulisanmu tidak akan "greng" di mata pembaca, Dek.
- Sepertinya susah juga ya menghidupkan kembali peristiwa masa lalu seseorang itu?
+ Ga juga, kamu 'kan belum mencobanya!
- Kalau ada orang yang menulis tentang diriku, pasti dia akan kesulitan menghidupkan kembali peristiwa masa laluku, Kang...
+ Lho, memangnya kenapa?
- Karena aku ga mau lagi mengingat mantan-mantanku itu, aku selalu membunuh ingatanku tentang mereka.
+ Kalau soal itu jangan curhat ke saya, Dek, ini soal pelajaran menulis biografi. (Bersambung)
PEPIH NUGRAHA