Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menulis Biografi: Gunakan Teknik "Flashback"

20 Juli 2020   16:09 Diperbarui: 23 Juli 2020   12:11 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengingat satu hal. Photo by Jonathan Cosens Photography on Unsplash (unsplash.com/@jcosens)

Menulis biografi itu sejatinya menceritakan kehidupan seseorang. Pertanyaannya, apakah seseorang itu harus ditulis secara kronologis?

Ibarat kata pepatah, manusia di dunia ini hanya mengalami tiga hal: lahir, hidup, lalu mati. Apakah biografi harus ditulis serunut itu?

Pertanyaan lain, apakah menulis biografi itu harus melukiskan perjalanan hidup seseorang dari sejak dia lahir sampai wawancara dilakukan? Ya tentu tidak, Ferguso!

- Kok serba tidak, ya Kang, kronologis tidak boleh, menulis cerita sampai terakhir wawancara dilakukan, juga tidak boleh...

+ Bukan tidak boleh, ini cuma trik menulis biografi saja, apalagi menulis biografi atau sosok di media massa yang halamannya terbatas. Tidak mungkin 'kan kamu menceritakan dari lahir sampai saat terakhir wawancara dilakukan?

- Jadi apa yang harus kulakukan, Kang?
+ Gunakan teknik Flashback!
- Apa itu Flashback, Kang?
+ Baiklah saya jelaskan, tapi tolong geser cangkir kopi itu lebih dekat!

Flashback itu gampangnya kilas balik, mengingat kembali peristiwa masa lalu. Masa lalu yang bagaimana?

Kemarin 'kan sudah saya jelaskan soal "Dramatis" dan "Turning Point", masih ingat? Flashback sejatinya istilah kuno, orang Inggris abad pertengahan sudah mengenal kata Flashback ini. Ia digunakan berbagai kepentingan, khususnya dalam penulisan sebuah novel atau drama.

Flashback tentu saja menggambarkan situasi dan kondisi tertentu yang terjadi di masa lalu. Untuk apa? cermin, tentu saja. Maksudnya untuk dijadikan pelajaran, kajian atau alasan untuk melakukan sesuatu di masa sekarang.

Tetapi, dalam penulisan fiksi, Flashback adalah alur mundur -kilas balik itu- menggambarkan satu atau serenceng kejadian di masa lalu yang berkaitan dengan plot utama yang tengah berjalan.

- Plot? Apa itu Plot, Kang?

+ Tenang... simpan dulu keingintahuanmu tentang yang satu ini, satu persatu... bukankah sekarang saya sedang menjelaskan Flashback kepadamu, Dek?

- Aku ga sabar, Kang.
+ Sabarlah dikit, semua ada waktunya.

- Ok deh, jadi bagaimana konkretnya Flashback? Bukankah itu biasa digunakan dalam penulisan fiksi?

+ Kali ini pertanyaannmu bagus... Saya ingin mengatakan, saya sekadar meminjam teknik Flashback penulisan fiksi atau drama -katakanlah film- dalam penulisan biografi.

- Itu tidak melanggar ya, Kang?

+ Ga tahu, tapi bertahun-tahun saya melakukannya, maksud saya menulis biografi dengan teknik Flashback, tapi ga ada yang protes tuh!

Benar, saya hanya meminjam teknik Flashback yang sejatinya umum digunakan dalam penulisan fiksi ini untuk penulisan biografi.

Kuncinya sebagaimana yang pernah saya jelaskan sebelumnya, adalah memahami mana peristiwa paling "Dramatis" orang yang akan saya tulis sehingga menjadi "Titik Balik" (turning point) kehidupannya seperti sekarang ini.

Contoh Flashback:
"Di ambang batas kesadarannya yang semakin redup, ia masih sempat menangkap bayangan seraut wajah dengan kening yang tergores. Namun sedetik kemudian gelap sempurna mendaulat suasana ketika letusan dari moncong pistol tiba-tiba menyalak..."

- Kang, bukankah itu Flashback adegan film atau penggambaran sebuah novel?
+ Lha 'kan saya tadi bilang sekadar meminjam teknik Flashback dari penulisan fiksi atau film.
- Eh, iya... ya. Tapi bagaimana peristiwa Flashback itu dikonversi menjadi gaya penulisan biografi?
+ Sebentar, omong-omong, kamu bisa menangkap contoh Flashback di atas?

- Yaaa... Seseorang (perempuan) yang ditembak oleh orang lain (pria dengan penanda cacat di kening), kemudian mati.

+ Seseorang yang ditembak memang betul perempuan, yang melakukannya orang lain, seorang pria yang tidak dikenalnya, itu juga betul. Tetapi belum tentu mati, bukan? Mengapa kamu memastikan dia mati?

- Oke deh, bisa saja dia masih hidup.

+ Betul. Poinnya memang bukan apakah dia masih hidup atau sudah mati pada saat penembakan itu terjadi, tetapi yang ingin saya tegaskan di sini adalah soal kilas balik itu, di mana dari situlah cerita dimulai.

- Jadi itu semacam peristiwa masa lalu yang menjadi titik tolak cerita, begitu, kang?

+ Benar. Kemudian kamu bisa lompat pada kekinian perempuan yang ditembak itu. Misalnya, dia selamat dari pembunuhan itu (karena pembunuhnya mengira korban sudah mati), lalu saat ini dia sedang menjalankan bisnisnya dan tengah memimpin rapat penting. Korban menjadi pengusaha besar pabrik senjata yang sukses.

- Itu dari sudut pandang si korban, bagaimana kalau dari sudut pandang pelaku pembunuhan? Apakah itu memungkinkan?

+ Pertanyaan yang bagus! Jawabannya: bisa, tergantung apa yang akan kamu tulis dan ceritakan. Kalau kemudian si pembunuh itu sekarang sudah insyaf gara-gara melihat bagaimana korbannya meregang nyawa (padahal ternyata masih hidup), itu sangat mungkin terjadi.

- Lalu kekiniannya?

+ Bisa jadi si pembunuh itu menikahi korban yang pernah dibunuhnya (tetapi selamat), tetapi kemudian peristiwa mengerikan itu terbongkar istrinya hanya karena ia selintas melihat tanda cacat di kening suaminya, yang ternyata orang yang pernah akan membunuhnya, padahal sekarang mereka hidup bahagia dengan anak-anak yang sudah besar. Ada konflik besar di sana, bukan?

- Waaahhhh... menarik ceritanya ya, Kang!
+ Nah, sekarang kamu sudah bisa menulis biografi dengan menggunakan teknik Flashback itu, bukan?
- Bisa, Kang, tetapi ga sekarang... aku ada janji mau pedicure dulu.
+ Ya, sutralah.... (Bersambung)

PEPIH NUGRAHA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun