+ Tenang... simpan dulu keingintahuanmu tentang yang satu ini, satu persatu... bukankah sekarang saya sedang menjelaskan Flashback kepadamu, Dek?
- Aku ga sabar, Kang.
+ Sabarlah dikit, semua ada waktunya.
- Ok deh, jadi bagaimana konkretnya Flashback? Bukankah itu biasa digunakan dalam penulisan fiksi?
+ Kali ini pertanyaannmu bagus... Saya ingin mengatakan, saya sekadar meminjam teknik Flashback penulisan fiksi atau drama -katakanlah film- dalam penulisan biografi.
- Itu tidak melanggar ya, Kang?
+ Ga tahu, tapi bertahun-tahun saya melakukannya, maksud saya menulis biografi dengan teknik Flashback, tapi ga ada yang protes tuh!
Benar, saya hanya meminjam teknik Flashback yang sejatinya umum digunakan dalam penulisan fiksi ini untuk penulisan biografi.
Kuncinya sebagaimana yang pernah saya jelaskan sebelumnya, adalah memahami mana peristiwa paling "Dramatis" orang yang akan saya tulis sehingga menjadi "Titik Balik" (turning point) kehidupannya seperti sekarang ini.
Contoh Flashback:
"Di ambang batas kesadarannya yang semakin redup, ia masih sempat menangkap bayangan seraut wajah dengan kening yang tergores. Namun sedetik kemudian gelap sempurna mendaulat suasana ketika letusan dari moncong pistol tiba-tiba menyalak..."
- Kang, bukankah itu Flashback adegan film atau penggambaran sebuah novel?
+ Lha 'kan saya tadi bilang sekadar meminjam teknik Flashback dari penulisan fiksi atau film.
- Eh, iya... ya. Tapi bagaimana peristiwa Flashback itu dikonversi menjadi gaya penulisan biografi?
+ Sebentar, omong-omong, kamu bisa menangkap contoh Flashback di atas?
- Yaaa... Seseorang (perempuan) yang ditembak oleh orang lain (pria dengan penanda cacat di kening), kemudian mati.