Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

[Serial Orba] Sedikit Mengenal Raden Ayu Siti Hartina

20 Desember 2018   19:29 Diperbarui: 20 Desember 2018   22:47 2075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aturan Pasal 4 dalam PP Nomor 10 Tahun 1983 kemudian disempurnakan dalam PP Nomor 45 Tahun 1990. Butir 3 pasal 4 dan di ayat (2) pasal 5 ditiadakan.

Sesuai Pasal 15 PP 45/1990, sanksi untuk PNS yang berpoligami adalah:

(1) Pegawai Negeri Sipil yang melanggar Pasal 4 ayat (1) beristri lebih dari 1 tanpa izin, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

(2) Pegawai Negeri Sipil wanita yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) yaitu jadi istri kedua/ketiga/keempat dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil;

(3) Atasan yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), dan pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 12, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Tak pelak, Ibu Tien adalah "pahlawan tanpa koar-koar" bagi kaum perempuan untuk urusan poligami. Tidak ada debat berarti, tidak ada yang berani menentang, bahkan dari kelompok agama tertentu yang tentu punya dalil dan "jalan pikirannya" sendiri soal poligami.

Dalam agama Islam, poligami -dalam hal ini lelaki beristeri lebih dari satu (maksimal 4)- tidak dilarang apalagi diharamkan. Tetapi meskipun "halal", tidak juga harus dilaksanakan karena ada ultimatum keharusan "bersikap adil" kepada perempuan yang dipoligami dan hanya diperuntukkan bagi yang mampu saja.

Tetapi pada masa Orba, Ibu Tien lewat "jalan sunyi" yang ditempuhnya, berhasil melesakkan panah pemikirannya ke jantung Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, yang menjadi pegangan bersama. Setidak-tidaknya bagi pria PNS yang berniat poligami, Ibu Tien adalah batu sandungan paling nyata, bukan lagi kerikil.

Minggu pagi, 28 April 1996, berita "menggelegar" itu datang. Ibu Tien meninggal dunia.

Banyak kisah lainnya "daripada" Ibu Tien ini, misalnya gagasan pendirian miniatur Nusantara yang kini dikenal sebagai Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang di awal pembangunannya menuai kontroversi luar biasa. Juga kisah mengapa ada istilah "Tien Percent" di zaman Orba. "Tien" dalam bahasa Belanda artinya 10.

Tetapi mungkin lain kali saja kisah Ibu Tien dengan Orba ciptaan suaminya itu dilanjutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun