Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

[Serial Orba] Harmoko Bukan Sekadar Hari-hari Omong Kosong

19 Desember 2018   07:17 Diperbarui: 5 Juli 2021   16:08 6418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Kompas/Johnny TG)

"Ojo Gumunan, Ojo Getunan, Ojo Kagetan!"

Sebagai orang yang sering mendengar bahasa Jawa dari percakapan teman-teman di kantor, saya paham makna "telu ojo" dalam bahasa Jawa itu; jangan mudah keheranan, jangan mudah menyesal, dan jangan mudah kagetan. Mohon koreksi kalau saya keliru!

Saya pikir, itulah akhir karier Harmoko sebagai politikus di bawah kuasa Orde Baru. Ia telah didapuk sebagai Menteri Penerangan menggantikan Ali Moertopo di tahun 1983. Artinya, pada tahun 1988 dan 1993 ia dipilih kembali oleh Soeharto di posisinya yang sama, tiga periode bertutur-turut. Betapa moncer karier dan prestasinya, bukan?

Setelah 14 tahun memimpin Departemen Penerangan, Harmoko akhirnya dilengserkan oleh orang yang mengangkatnya. Itulah satu-satunya "reshuffle" Kabinet Pembangunan yang didirikan Soeharto kalau itu boleh dikatakan sebagai "kocok ulang". Mungkin istilah ini kurang tepat. Yang lebih tepat ya dipecat itu.

Apa alasan Harmoko dipecat Soeharto?

Ini yang menarik. Informasi akurat yang beredar saat itu, Harmoko sudah terlalu jauh melenceng membawa Golkar. Ia kerap jalan sendiri, tidak sesuai dengan maunya Pak Harto.

Padahal, Golkar itu bikinan Soeharto dan Harmoko harus disebut sebagai "orang upahan" atau "petugas partai" saja di sana. Kebetulan dia juga Menpen. Saat memimpin Golkar, kerap ia bentrok dengan "unsur militer".

Tetapi bisa jadi di mata Soeharto, Harmoko makin lama makin populer, makin "dekat" dengan rakyat sebab sering turun ke pelosok-pelosok desa. Harmoko juga menguasai "corong pemerintah", yaitu TVRI, RRI dan sejumlah media yang berafiliasi ke (pejabat) pemerintah.

Pendek kata, intensitas Harmoko tampil di media pemerintah itu jauh lebih besar tinimbang Presiden-nya sendiri hahaha....

Sepertinya berkelakar, tetapi mungkin juga ini salah satu pertimbangan mengapa Harmoko harus segera dilengserkan.

Saudara-saudara perlu tahu bahwa Golkar dan Militer (ABRI) adalah mainan kekuasaan Soeharto selain PNS. Ada istilah ABG pada masa itu, yaitu ABRI-Birokrasi-Golkar, tiga anasir yang dipelihara Soeharto sebagai kekuatan utama kekuasaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun