Lagi asyik ngopi di "Tenda Biru" warung samping DPR, tiba-tiba Siemens S4 di saku celana berdering. Otomatis saya mengangkatnya. James Novak Luhulima menelpon. Pasti ada informasi penting. "Ya, James!" sahutku sebelum disapa.
"Pep, Elu di mana?" terdengar pertanyaan standar dari balik kotak henpon yang lumayan keren pada masanya, di tahun 1997. Saya jawab sedang di DPR. Liputan saya memang di sana selain "nglencer" ke partai-partai politik. "Ada perintah, James?" tanya saya kepada atasan saya itu.
"Coba elu ke DPP Angrek Nelly, cari Harmoko di sana, dia dipecat tuh!"
"Dipecat selaku Ketua Umum Golkar atau Menpen, James?"
"Ya elu tanya dia langsung!"
Di lapangan, saya belum mendengar kalau Harmoko selaku Menteri Penerangan -jabatan yang disandangnya saat itu selain Ketua Umum DPP Golkar- dipecat dan diganti oleh sosok lain. Bisa juga kemungkinan pemecatan terjadi pada dirinya selaku orang nomor satu di Golkar. Ini baru berita, pikir saya.
Saya cabut dari "Tenda Biru", nama yang diambil dari judul lagu yang dinyanyikan Dessy Ratnasari yang saat itu masih ngetop. Belakangan artis "No Comment" yang pada zaman Orde Baru diisukan jadi pacar Menteri sekaligus pengusaha Abdul Latief itu malah menjadi Anggota DPR. Tetapi ia tidak akan pernah tahu di sana ada "Tenda Biru", warung yang tendanya memang biru.
Dengan mengendarai Vespa pinjaman dari kantor, saya ngebut kantor DPP Partai Golkar di kawasan Slipi, tepatnya Jalan Anggrek Nelly Murni. Tidak lupa membayar kopi dua cangkir. Ya sudah, saya sekalian duhur di sana saja. Di dalam perjalanan, saya membayangkan sosok menteri berambut klimis yang punya narasi tersendiri, yaitu, "Menurut petunjuk Bapak Presiden!"
Informasi itu memang sahih, di saat media sosial belum lahir dan media online masih terbatas dalam memberitakan peristiwa, unsur kasak-kusuk masih dominan. Tetapi di level Redpel atau Pemred sebuah media, informasi bahwa Harmoko dipecat sebagai menteri sudah merambat.
Jadi ketika kemudian saya berhadapan langsung dengan Harmoko di pintu masuk kantor DPP Partai Golkar saat dia ke luar, wartawan tidak harus bertanya kebenaran akan berita pemecatannya itu. Wartawan langsung bertanya, "Apakah ada pemberitahuan sebelumnya dari Presiden Soeharto?"
Harmoko memang jagoan dalam menjawab. Ia tidak menjawab langsung pertanyaan itu. Sebagai mantan wartawan, ia sudah terlatih baik saat harus bertanya maupun berkilah. "Begini, Saudara-saudara....," katanya membuka jawaban. Selanjutnya Harmoko mengutip pepatah lawas bahasa Jawa.