Jika suatu waktu kamu menemukan masjid dengan bentuk seperti foto di atas, itulah "Masjid Pancasila".
Tidak ada kubah beton berbentuk bulat lonjong, sebagaimana masjid pada umumnya. Yang ada cungkup tiga susun yang makin ke atas makin kecil dengan bahan genting. Di pucuk atap terdapat lafaz "Allah" dalam tulisan Arab di dalam segi lima. Itulah ciri khasnya.
Corak dan bangunannya boleh dibilang melawan arus dari bentuk-bentuk masjid pada umumnya, yang kebanyakan "berkiblat" ke bentuk masjid di Timur Tengah.
"Masjid Pancasila" ini memiliki desain arsitektur yang khas, yaitu bercungkup susun tiga, sebagaimana corak asitektural masjid khas Nusantara pada masa lalu.
Alasan lain dipilihnya model cungkup itu untuk menghemat biaya tinimbang membuat kubah beton yang dicor menggunakan semen. Konon masjid bercungkup susun tiga merupakan simbol keterikatan antara Islam dengan budaya Nusantara (lokal).
Berbeda dengan masjid yang dibangun pada umumnya yang bercorak Timur Tengah tadi, bentuk "Masjid Pancasila" sama. Ukurannya bisa beda-beda sesuai Tipe, tetapi bentuknya sama. Tipe 15 berukuran 15m x 15m, Tipe 17 ukuran 17m x 17m, dan Tipe 19 ukuran 19m x 19m. Genting masjid kebanyakan bercat hijau atau cokelat. Tetapi itu tadi, semua bentuknya sama dan sebangun.
Tentu saja sang arsitek hanya perlu membuat satu gambar untuk ratusan masjid yang hingga tahun 2009 jumlahnya hampir 1.000 itu. Tepatnya 999. Boleh jadi jumlah "999" punya makna tertentu.
Rinciannya sebagai berikut; kompleks lembaga pendidikan/pondok pesantren 200 unit, kompleks kantor/perumahan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) 159 unit, kompleks kantor/perumahan Angkatan Bersenjata RI 61 unit, dan pemukiman transmigrasi 10 unit.
Sementara di pemukiman masyarakat umum di mana ada lokasi-lokasi yang sulit dicapai atau daerah terpencil karena sangat jauh dari akses transportasi, jumlah masjid yang dibangun sebanyak 569 unit. Total 999 masjid!
Dikenal dengan sebutan "Masjid Pancasila" karena dana untuk membangun masjid itu berasal dari Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila yang biasa disingkat YAMP. Yayasan yang didirikan 17 Februari 1982 itu sepenuhnya atas inisiatif Presiden Soeharto.
Soeharto dikenal sebagai pemilik dan pendiri sejumlah yayasan. YAMP adalah salah satunya. Untuk mendirikan RS Dharmais atau RS Harapan Kita pun Soeharto tidak menggunakan CV atau PT, melainkan dalam bentuk yayasan, padahal ada unsur bisnis di dalamnya.
Tahu mengapa yayasan? Sebab saat itu yayasan terbebas dari pajak pendapatan. Jadi, selain ada unsur sosialnya, seperti rumah sakit, pendapatan dari bisnis terbebas dari keharusan membayar pajak. Di ABRI pun, Soeharto mendirikan yayasan untuk tujuan komersial. Bisnis.
Setidaknya untuk YAMP yang mendirikan 999 masjid di seluruh Tanah Air, peruntukannya bisa dimanfaatkan oleh umat Islam. Kalau sudah berada dalam masjid, tentu umat Islam tidak pernah bertanya ini itu dari mana dananya atau siapa yang membangun masjid.
Ini adalah salah satu "legacy" yang baik "daripada" Soeharto, meski dengan yayasan itu kesannya hanya muslim yang "dimanja". Tidak pernah ada pembangunan sarana ibadah agama lain yang diiniasi Soeharto sefenomenal YAMP dalam membangun "Masjid Pancasila".
Soeharto sadar, Sila Pertama Pancasila adalah "Ketuhanan Yang Maha Esa", yang dengan sarana atau tempat ibadah yang dibangunnya seolah-olah ingin mengabarkan kepada dunia bahwa ia telah membangun, bukan hanya asal omong.
Dari mana dana yayasan itu berasal?
Dana rutin berasal dari potongan paksa gaji PNS dan ABRI/Polri sesuai golongan, mulai Rp50, Rp100, Rp500, sampai Rp1.000. Keliatannya kecil. Tetapi ingat, nilai uang Rp50 di tahun 1982-1983 itu besar saat kurs rupiah terhadap dollar AS sekitar Rp970 sampai Rp1.000. Bahkan untuk perwira tinggi ditetapkan Rp2.000.
Uang Rp1.000 pada masa itu setara dengan Rp15.000 sekarang!
Pemotongan paksa di mana PNS dan ABRI/Polri tidak berdaya itu berlangsung sejak YAMP berdiri, yaitu tahun 1982 sampai Soeharto tumbang di tahun 1998, tepatnya 21 Mei 1998.
Selebihnya, Soeharto tinggal "ngetok" saja para pengusaha dan orang-orang kaya Indonesia saat itu untuk menyumbang. Diminta Soeharto, siapa berani menolak. Maka dana YAMP pun juga berasal dari kalangan dermawan muslim di saat sumber dana dari PNS dan ABRI /Polri dihentikan.
Total dana yang telah terkumpul sekitar Rp138 miliar. Anggaran untuk membangun 999 masjid mencapai Rp207 miliar.
Lha dari mana untuk menutupi kekurangannya?
Selisih anggaran antara dana yang berhasil dihimpun dari kalangan PNS dan ABRI/Polri dengan realisasi pengeluaran pembiayaan masjid diperoleh dari para dermawan tadi.
Coba angkat tangan siapa di antara saudaramu, pamanmu atau orangtuamu yang pernah diminta Presiden Soeharto agar menyumbang Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H