Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

[Mengajar Menulis 1] Internet Sekarat, Mati Gaya Cara Papua

22 April 2018   07:27 Diperbarui: 22 April 2018   18:18 2695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Iwan mengingatkan saya tentang pingsannya Telkomsel di Papua, saya sengaja membeli kartu provider pesaingnya, Ooredo. Saya baru tahu, chips nano yang saya beli juga tidak bisa digunakan lantaran Telkomsel adalah satu-satunya pemain di Timika ini alias monopoli blas. Karena monopolistik itulah keluhan warga pengguna kurang diperhatikan sampai anggota DPRD pun bereaksi. Mereka mempertanyakan komitmen Telkomsel yang katanya akan memperbaiki kerusakan secepatnya, tetapi waktunya mundur terus alias tidak tepat janji.

Koran Harian Papua edisi Rabu 11 April 2018 bahkan memuat tajuk utamanya dengan judul "Hari Ini DPRD Panggil Telkomsel". Saya bayangkan, kehadiran Presiden Joko Widodo dan "pritilannya" untuk singgah sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke Asmat tidak akan mengalami mati gaya seperti saya, tetapi boleh jadi di Asmat jauh lebih parah lagi. Lha, saya harus "menderita" selama lima hari di atas kuburan aplikasi.

Alhasil, menghabiskan waktu di suite-room sendirian hanya saya gunakan untuk kontemplasi saja, menyusuri waktu yang telah berlalu, memunculkan gambaran peristiwa yang saya lalui bersama orang-orang yang saya cintai, mulai saya "menyadari" keberadaan saya, masa kanak-kanak bawah tiga tahun yang samar-samar saya ingat, masa balita, remaja, kuliah, bekerja, sampai saya berhenti dari pekerjaan untuk menjadi manusia yang lebih bebas-merdeka. Semua berkelebat membentuk gugusan-gugusan cerita.

Saya harus berkompromi dengan diri sendiri untuk secepatnya tidur, karena pukul 5 pagi WIT yang berarti pukul 3 dinihari WIB, saya harus berada di lobi hotel, siap-siap menuju Tembagapura menggunakan "chopper" alias helikopter menuju atap Papua.

(Bersambung)

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun