Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Penulis Warga Pun Paham soal "Noise" versus "Voice" di Media Sosial

21 Desember 2015   21:48 Diperbarui: 22 Desember 2015   02:39 1380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa sebenarnya yang diperlukan? Hanya satu, yaitu kesadaran para pemiliknya, keterbukaan para pengelolanya, kearifan para petinggi Newsroom-nya, tentang perubahan yang cepat ini, tentang keniscayaan bahwa media sosial telah lama hadir di tengah masyarakat dan menjadi bagian dari kehidupan warga dunia. Hilangkan paradigma "Noise" sebagai negatif dan kegaduhan yang tidak berguna, tidak usah nyinyir dengan mempertentangkannya dengan "Voice" sebagai satu-satunya hal yang bermanfaat. Sebab selagi memasuki dunia digital dan hidup di alam Internet, Anda tentu tidak ingin konten yang terbaca di Internet sebagai kegaduhan yang tidak berguna, bukan?

Saat ini, Facebook dengan segenap kegaduhannya (baca "Noise), sudah siap melahap konten manapun di seluruh dunia ini dengan "Instant Articles" yang dimilikinya, sebuah aplikasi dengan semangat mengkurasi "Noise" menjadi "Voice". Bagi media-media arus utama cuma ada dua pilihan: kerjasama dengan Facebook untuk sebagian atau seluruh konten sehingga menjadikan Facebook "tuan" bagi para media, atau menjauhi Facebook dengan mempertahankan "Voice" yang dimilikinya dengan risiko semakin teralineasikan dari dunia ramai. Kenyataannya, dua pilihan itu sudah di depan mata. 

Saya masih meyakini kebenaran slogan "Content is the King" dan kalau boleh saya tambahkan "Media is the Queen". Kalau sebuah kerajaan ingin tetap kuat dan berjaya, "King" dan "Queen" itu harus selalu bersenyawa, bergabung menjadi satu kekuatan sebagai bagian yang tak terpisahkan. Sebagai media sosial, selama ini Facebook boleh jadi merasa dirinya hanya sebagai "Queen" yang cantik sehingga lebih dari satu miliar penduduk jagat maya jatuh cinta kepadanya. Namun para pemiliknya segera sadar, selama ini Facebook tidak punya konten yang baik dan dianggap sebagai sumber keriuhan semata. Maka ia bertekad harus menjadi "King" dengan memiliki konten yang baik (Good Content), konten yang diambil dari berbagai media arus utama yang bersedia bekerja sama dengannya. Kelak, tidak ada lagi tudingan ke arah Facebook sebagai media sosial yang berisi "Noise" karena ia telah benar-benar memiliki "Voice".

Nah, jika masih ada para petinggi media yang merasa bahwa media sosial adalah sumber kegaduhan ("Noise") dan media arus utama hanya berisi informasi penting ("Voice"), sebaiknya membuka mata, telinga, dan kesadaran atas keniscayaan yang sedang kita hadapi bersama ini. 

**

Palmerah Barat, 21 Desember 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun