Mohon tunggu...
Septi Rusdiyana
Septi Rusdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - Admin Project

Ada secuil kangen mengusik dan memaksa memutar kembali memori tentang indahnya bercinta dalam cerita....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ada Sipu di Kopi Pagi

20 Januari 2017   21:56 Diperbarui: 21 Januari 2017   19:41 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

‘Memang iya. Baru sadar kamu. Selama ini kemana saja?’

‘Eh, siapa coba sekarang yang mau diajak ngopi pagi-pagi? Sharing pula satu bungkus berdua.’

‘Justru itu, pengeluaran kantor akan lebih hemat. Biasanya kita habiskan satu bungkus per hari. Kalau kamu sudah tidak disini, satu bungkus kan bisa untuk dua pagi.’

‘Amit-amit ah, jadi bos perhitungan banget sih.’

Tiba-tiba ponsel Bertha berdering. ‘Ayo kerja! Kamu masih punya sebelas bulan kedepan ya disini.’ Bertha menenggak habis kopinya sambil merogoh ponsel di saku celananya. Ia menjawab panggilan tersebut sambil menggeloyor pergi.

Aku kembali ke meja dengan membawa secangkir kopi yang belum habis. Suasana kantor sepi, hanya ada aku, Bertha (red-bosku), serta Mia, sekretaris Bertha. Yang lain sedang ada tugas di lapangan. Maklum, kantorku bergerak di bidang riset dan penelitian sehingga lebih banyak staf yang mendapat tugas di luar kantor.

Aku duduk di depan laptopku yang menyala. Tidak ada email masuk. Aku masih enggan mengerjakan beberapa surat dan kontrak kerjasama yang harus segera diselesaikan. Masih jam delapan batinku, bolehlah menunda barang tiga puluh menit lagi.

Aku menyeruput kopiku. Kesal, dongkol tapi juga lega akhirnya Bertha mengijinkanku resign meski dengan syarat. Padahal aku berharap bisa sesegera mungkin hengkang, tapi apa daya masih ada satu projek kupegang sedang berjalan dan baru selesai di akhir tahun ini.

Sebenarnya bukan hal yang mudah untuk mengambil keputusan keluar dari kantor yang baru tiga tahun kujalani. Berat pasti iya, karena aku akan kehilangan penghasilan rutin bulanan sambil tetap harus membayar cicilan yang besarannya hampir dua per tiga gajiku, sampai dua puluh tiga bulan ke depan. Tapi keputusan ini bukan sekedar emosi sesaat. Sudah sejak enam bulan lalu kurenungkan. Bahkan sempat berdebat dengan suami dengan berbagai argumen kami masing-masing. Huft...semoga Tuhan melapangkan rejeki dan mengangkat suamiku sehingga tidak akan merubah apapun di rumah meski aku tidak lagi bekerja.

Aku iseng membuka-buka ponselku sambil membaca beberapa pesan whatsapp yang belum sempat terbalas. Ada satu pesan dari teman facebook yang sudah lama sekali lost contact. Ia mengirim sebuah link dan aku mengklik-nya. Rupanya tautan itu membawaku membaca blog miliknya. Ia bercerita tentang betapa indahnya destinasi pantai di Sabang. Menarik. Apapun topiknya aku akan selalu tertarik membacanya karena ialah penulisnya. Sama rasanya seperti mendengar Arman Maulana bernyanyi, apapun lagunya.

Satu demi satu judul kubaca sampai akhir. Meski tidak semua mampu kupahami, karena aku bukanlah ia. Gaya tulisannya yang liar dan mengalir namun tetap memberikan sumber informasi pendukung membuatku serasa menjadi abdi dalem yang sedang didongengi Sultan tentang sejarah berdirinya keraton Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun