Dari sekian banyak fenomena yang terjadi belakangan ini selain masalah pandemi yang diakibatkan oleh virus covid-19 ini atau yang biasa dikenal dengan virus covid ini, banyak sekali pemuka-pemuka agama yang dengan lantang menyurakan suatu hal yang cukup bertentangan bahkan sampai rela menyebar isu-isu yang sama sekali tidak benar seperti jangan mau percaya kalau virus ini ada dan masih banyak lagi yang mana dampak dari yang kita rasakan adalah kita menjadi enggan untuk pergi berobat ke rumah sakit atau dokter.
Isu ini yang menjadi sebuah pelajaran bagi kita bagaimana isu-isu hoaks yang beredar diluar sana seberpengaruh itu di jaman sekarang. Berbeda halnya kalau kita selaku umat yang tidak terlalu beriman pada sistem keagamaan yang akan lebih memeriksa sebuah data dan fakta yang terjadi dilapangan.Â
Sekalipun perpolitikan, kekuasaan seseorang amat sangat berpengaruh pada aspek-aspek ini tetapi adapun berita diluar sana virus ini ada dan sangat mengganggu seluruh aspek kehidupan yang sedang kita jalani saat ini.
Seperti pengusaha kerupuk yang mengandalkan usahanya lewat wisatawan baik lokal maupun luar dengan harapan agar produk yang dia kelola biar terjual dengan baik, para petani di segala aspek dengan lonjakan harga yang sangat tinggi di pasaran menyebabkan tindakan kriminal merajalela dimana-mana; semua karena akses dan sulitnya mendapatkan semua kebutuhan kita namun disisi lain ada sebagian pengusaha yang memanfaatkan situasi seperti ini untuk meraup untung yang lebih tinggi, misalnya jasa ekspedisi seperti, J&T, JNE, si Cepat, dan masih banyak lagi yang lainya.
Tetapi hal ini sangat mudah ditangani oleh beberapa negara yang tidak terlalu taat dalam beragama salah satunya adalah skandinavia yang angka kriminal nya cukup rendah sebab kehadiran agama disana cukup rendah, mungkin kita sedikit banyak kan beranggapan bahwa sejatinya agama mengajarkan kita untuk berbuat baik, penuh kasih, dan lain sebagainya tetapi kenyataan di lapangan tidak demikian, justru banyak sekali orang-orang yang memanfaatkan kehadiran agama untuk kepentingan diri nya sendiri.
Misalnya yang terjadi saat ini di kalangan muda membenarkan adanya hubungan seks sebelum adanya sumpah janji atau ijab qabul dengan dalih bahwa kau harus mengikuti semua permintaan seorang suami yang mana pada konteks ini dia yang sudah ada gambaran atau sebuah konsep bahwa dia suatu saat nanti akan menjadi seorang suami terlepas dari kelak dia suaminya atau bukan namun dari beberapa dalil ini menjadi titik sentral mereka mau melakukan itu.
Sejatinya tidak ada yang salah dalam konteks hubungan seksualnya tetapi moral yang asumsi-asumsi yang dia (laki-laki) yang dibawanya mengarah dan menjadikan agama sebagai sebuah fondasi untuk mengelabui penolakan yang akan terjadi ketika dia meminta sesuatu kepada lawan bicaranya dimana pada hal ini adalah perempuan. artinya keberadaan agama sangat yang berpengaruh pada setiap elemen kehidupan kita.
Namun apa yang akan terjadi jika suatu negara yang tidak terlalu menyibukkan dirinya pada sistem agama melihat seluruh fenomena kehidupan ini,dan bagaimana tanggapan atau analisa psikoanalisa dalam melihat kejadian ini. Sebelum mengenal lebih jauh tentang bagaimana cara pandang psikoanalisa terhadap fenomena masyarakat yang tidak beragama disini penulis lebih spesifik dalam buku Masyarakat Tanpa Tuhan karya Phil Zuckerman.
Untuk bisa mengenali bagaimana psikoanalisa membaca sebuah sitem masyarakat yang tidak bertuhan kita mesti mengenal lebih jauh atau setidaknya gambaran apa itu psikoanalisa terlebih dahulu dan siapa penggagasnya. Psikoanalisa adalah sebuah bagian dari ilmu Psikologi yang membahas tentang pikiran seseorang, ilmu sistematis tentang perilaku manusia, dan juga metode perlakuan terhadap perilaku penyakit psikologis atau emosional.
Dalam hal ini Sigmund Freud sebagai pencetus ilmu psikoanalisa yang diikuti oleh Carl Gustav Jung dan juga Alfred Adler mencoba menciptakan nama Psikologi Analisis sebagai sebuah terobosan baru bila dikemudian hari jaraan reud ini menyimpang dan menempuh jalanya sendiri secara independent. Inti garis besar dari psikoanalisanya Sigmund Freud adalah di tiga bagian ini yaitu: Id, Ego, dan Superego.
Id atau yang biasa kita kenal dengan istilah alam sadar adalah suatu keadaan yang hanya sebagian kecil dari selruh alam sadar kita. Freud menunjukan bahwa alam sadar ini jika kita analogikan pada sebuah gunung es itu hanya bagian permukaanya saja.
Ego atau yang biasa kita kenal dengan istilah alam prasadar adalah suatu keadaan yang menunjukan alam sadar dan alam tidak sadar. Alam prasadar di umpamakan sebagai bagian tengah dari gunug es tersebut yang menyatukan antara bagian permukaan gunung es dan juga bagian bawah gunung es itu sendiri . semisal mimpi, slaah ucap, atau keadaan yang membuat kita melamun.
Super Ego adalah sebuah kondisi dimana kita tidak menyadari sama sekali apa yang kita lakukan. Perumpamaan dalam sebuah contoh gunung es tadi adalah bagian bawah gunung es tersebut yang sangat luas, contoh yang menggambarkan situasi alam ketidaksadaran ini adalah insting, rasa trauma yang biasa terjadi pada anak-anak, dan masih banyak lagi yang lainya. Sigmund Freud mencoba berusaha semaksimal mungkin untuk jujur pada dirinya dengan menampilkan bahwasanya pemikiran pria atau lelaki pada dasarnya adalah untuk membangkitkan hasrat semata arena yang ada didalam pikiran lelaki hanya keelokkan tubuh perempuan semata.
Freud berakata demikian karena berlandaskan pada Oedipus Conpleks yang inti dari Oedipus Compleks adalah bahwasanya kita telah mengalami fase oral, anal dan juga genital yang sudah sejak lahir kita lakukan terutama oleh ibu kita sendiri.
Pada fase oral artinya fase dimana kita disusui oleh ibu kita, kita sering merasakan lembut nya buah dada ibu yang tidak disadari oleh kita kelak kita sudah beranjak dewasa pada hubungan intim dengan istri kita. Permainan alam sadar ini Freud temukan bahwasanya dalam hal memilih pasangan pun kita akan mencoba mencari sesuatu yang sangat mirip baik tingkah laku maupun postur tubuh seorang ibu.
Dalam hal ini misalnya tubuh ibu kita memiliki postur ubuh yang terbilang berisi maka kelak kita dalam hal memilih pasanganpun akan berusaha mencari yang sama dengan ibu kita. Hal ini sangat jarang disadari oleh kita karena alam bawah sadar kita yang bermain.
Fase anal, pada fase ini kita dipaksa untuk meninggalkan fase oral yang pada sebagian masyarakat proses menyusui itu hanya berlaku pada usia dua tahun kebawah. Dan sang ibu atau sang ayah mencoba berusaha melepaskan fase oral kita karena dipandang kurang baik yang terkontruk oleh masyarakat atauun instansi tertentu. Fase anal ini adalah fase dimana kita merasakan nikmatnya buang air kecil atau pun buang air besar.
Pada tahap ini usia kita kurang lebih menginjak 2 sampai dengan 10 tahun akan mementingkan bagaimana kebiasaan kita yang tadinya buang air di celana sekarang dipaksa oleh ayah atau ibu kita untuk pergi ke toilet atau kamar mandi karena dianggap masih kekanak-kanakan atau tahap pelatihan agar anaknya (yakni kita) menjadi seseorang yang lebih dewasa lagi. Proses pembuangan kotoran lewat anus ini dikategorikan sebagai tahap anal karena kenikmatan pada usia ini hanya terletak pada anal.
Fase genital, pada tahap ini berkisar antara usia 10 sampai kita meninggal dunia. Fase genital adalah fase dimana kenikmatan yang sesungguhnya adalah dimana kita mengalami ereksi yang kemudian disusul oleh orgasme baik yang tidak disengaja maupun yang disengaja seperti onani atau masturbasi. Fase genital adalah fase yang sumber kenikmatan pada seseorang terletak pada genital yakni dalam hal ini adalah vagina dan juga penis.
Sedikit gambaran tentang sastra bahwasanya sastra itu, tidak hanya berkutat seputar dunia puisi dan novel saja namun juga ada banyak sekali yang perlu diketahui oleh kita. Berbicara ilmu sastra sebenarnya ilmu sastra ini sudah bisa dibilang cukup tua, ilmu ini sudah ada sejak zaman Yunani pada abad ke 3SM yaitu pada saat Aristoteles (384-322) menulis buku yang berjudul poetica yang berisikan tentang teori drama tragedi.
Sekarang kita berlanjut ke rangkuman dari buku masyarakat tanpa Tuhan, dari sekian banyak penelitian yang dilakukan oleh Phil Zuckerman selaku peneliti terhadap masyarakat yang niat awalnya mengukur sejauh mana pengetahuan seseorang dalam keagamaanya tetapi Phil Zuckerman malah menemukan sebuah jawaban yang menarik dan variatif dan juga dari berbagai kalangan, profesi, perempuan maupun laki-laki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H