Mohon tunggu...
Astri Nurmi Wardhani
Astri Nurmi Wardhani Mohon Tunggu... -

SPG COSMETIC "NOTHING SPECIAL"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Mengapa Kita Harus Berfikir?

8 April 2015   22:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:21 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya bakal menjawabnya dari sebagian pojok pandang yang mungkin saja belum pernah terpikirkan oleh kita seluruhnya. serta untuk lebih detilnya lagi silakan kelak baca artikel saya yang berjudul : ANTARA ADA & TIADA........!! (PERBEDAAN PANDANGAN ADA serta TIADA ANTARA ISLAM DAN NIHILISTIK)

Manfaat Tumbuh-Kembang

Akal pikiran yang tertanam didalam otak pasti mempunyai argumen sendiri – ini bukanlah permasalahan usia, namun tentang tumbuh kembang seseorang manusia.

Riset menyampaikan bahwa otak membutuhkan konsumsi oksigen serta sari makanan kurang lebih 20% dari keseluruhan keperluan badan. Lantaran otak mempunyai pekerjaan underground yang tergantung pada akal pikiran manusia – bila terus memikirkan, jadi otak bakal bekerja dengan baik.

Tak salah lagi, memikirkan yaitu suatu jaminan pemenuhan keperluan otak bakal oksigen serta sari makanan. Tujuannya, saat kita memikirkan, dengan cara automatis jantung bakal berdetak dengan teratur, searah dengan tarikan nafas yang teratur juga.

Aliran darah kaya oksigen yang teratur pasti bikin kerja otak jadi tambah baik serta maksimal, lantaran beberapa sel otak bisa beregenerasi tanpa ada mesti alami rusaknya. Makin kita memikirkan, jadi makin cepat juga pergantian beberapa sel dalam otak, hingga otak terus fresh.

Penjelasan ini bakal menjawab mitos bahwa memikirkan terus-terusan bakal bikin kita pikun. Salah besar nyatanya. Bila kita terus memikirkan, ada jaminan lain bahwa kita akan tidak cepat pikun lantaran beberapa sel otak kita hampir-hampir tak berkarat.

Mungkin saja inilah salah satu argumen kenapa beberapa orang yang memikirkan lebih diprioritaskan dalam oleh Allah, serta berkali-kali dimaksud dalam Al-Qur’an.

Manfaat Membuat Peradaban

Sudah pasti jawaban pertama yang saya kemukakan pada awal mulanya tak demikian komplit, jadi saya imbuhkan satu manfaat yang lain. Telah kita kenali bahwa manusia itu ada yang being sebatas manusia serta ada juga yang becoming mengerti kemampuannya untuk membuat keyataan-keyataan yang baru, serta inilah yang mendasari jawaban saya setelah itu.

Basyar Being

Dengan cara umum, basyar dimaknai juga sebagai manusia sebatas ada being, makhluk yang sejatinya terjerat dalam status quo, static, tak alami pergantian, berkaki dua yang jalan tegak di muka bumi. Dengan kata lain, ini yaitu manusia yang dipandang dari pojok fisik-biologis. Tentu, bila dipandang dari pojok ini, manusia tak ada bedanya dengan hewan.

Manusia yang hidup cuma untuk sebatas makan, minum, tidur, mencari nafkah, sakit, serta mati pasti tak jauh tidak sama dengan hewan. Perbuatan rendah manusia sejenis system pertandingan berebut pacar serta harta benda, sama-sama kuasai serta mencapai tak pernah beralih. Cuma instrumennya saja yang beralih. Dahulu tawuran dengan tongkat serta batu. Sekarang ini menggunakan parang serta panah.

Manusia yang hidup dengan kejahatan, kepalsuan, kecurangan, pembunuhan, sadisme, serta kekejaman tambah lebih banyak daripada manusia di saat lantas. Hal negatif ini adalah representasi manusia jenis basyar yang pada intinya belum dapat melepas diri dari penjara-penjara manusia, terlebih penjara natural-instingtualnya.

Insaan Becoming

Insaan mengacu pada arti manusia yang sebenarnya. Ia tak menunjuk pada manusia dalam pojok pandang manusia biologis. Insaan lebih berkenaan pada kwalitas mulia kemanusiaan. Tak seluruhnya manusia yaitu insaan, mereka mempunyai potensi untuk meraih tingkatan yang lebih tinggi.

Insaan dengan cara lebih jauh dimaknai dengan makhluk yang terus-terusan maju menuju kesempurnaan. “Karakter” jadi ini jadikan manusia tidak sama dengan fenomena lain di alam. Lebah bangun sarang lewat cara yang sama mulai sejak jutaan th. waktu lalu, sedang manusia bangun tempat tinggalnya lewat cara yang tidak sama kurun waktu yang condong singkat.

Menurut Ali Syariati, ide pokok perihal becoming datang dari kata Ilaihi Q. S. Al-Baqarah, 1 : 156 yang bermakna “kepada-Nya” bukanlah “di dalam-Nya”, atau mungkin dengan kata lain gerakan manusia dengan cara permanen ke arah Allah, ke arah kesempurnaan yang ideal. Bergeraknya manusia ke arah-Nya bermakna gerakan manusia dengan cara berkepanjangan tanpa ada henti ke arah tahap-tahap evolusi serta kesempurnaan. Inilah yang disebut juga sebagai manusia dalam situasi “menjadi”.

Uniknya, insaan mempunyai tiga atribut pokok yaitu kesadaran diri, free-will, serta kreatifitas. Kesadaran diri adalah pengalaman perihal kwalitas serta esensi dianya, dunia serta jalinan pada dianya serta dunia dan alam. Semakin tinggi kesadaran bakal ketiga unsur itu, jadi semakin cepat gerakan yang dikerjakan manusia ke tahap-tahap yang lebih tinggi. Kesadaran diri bikin manusia bisa mengambil jarak dengan diri serta alam hingga manusia tertuntun untuk membuat suatu hal yang bukanlah alam.

Free-will tekad bebas

bermakna mempunyai kebebasan pilih, bahkan juga untuk pilih apa-apa yang bertentangan dengan insting naturalnya, orang-orangnya, atau dorongan-dorangan jiwanya. Kebebasan sangat mungkin manusia untuk lakukan pergantian ke tingkat paling tinggi kemanusiaannya, menerobos sekat-sekat alam, orang-orang, histori, serta “ego”nya.

Kreatifitas daya cipta

dimaknai dengan kemungkinan-kemungkinan untuk temukan beragam benda, alat-alat, dari yang paling kecil sampai yang paling kolosal, karya-karya industrial da seni yg tidak disiapkan oleh alam. Pembuatan barang itu dikerjakan oleh insaan lantaran alam tak sediakan semuanya yang dibutuhkannya.

Ketiga karakter insaan itu terwujud berbentuk al-ilm pengetahuan yang sewajarnya bisa membebaskan manusia dari kungkungan alam, histori, serta orang-orang. Dengan pengetahuan, insaan bisa mengerti hukum-hukum yang berlaku di alam, orang-orang, serta histori, hingga ia dapat utuk melepas diri dari tiga penjara itu bahkan juga bisa merekayasa ketiga determinan itu.

Disamping itu, penjara paling akhir manusia ego/nafs/diri, tidak bisa dilawan dengan pengetahuan, tetapi dengan cinta – yang mempunyai kemampuan untuk mendorong manusia supaya bisa menampik, memberontak, serta mengorbankan diri untuk satu harapan atau orang lain.

Jadi, singkatnya, manusia berevolusi pada kesempurnaan yang berbekal tiga karakter dasarnya. Tiga karakter yang bentuk kenyataannya yaitu pengetahuan, yaitu instrumen pembebasan manusia dari tiga penjawa manusia, yaitu penjara alam, histori, serta orang-orang. Sedang penjara paling akhir ego dilawan dengan cinta kasih. Kemerdekaan dari empat determinan itu mengantarkan manusia ke puncak kesempurnaan kemanusiaannnya.

Penuturannya begini – mengambil intisari dari kalimat Pramoedya Ananta Toer – manusia sejatinya tak bisa sebatas berpaku pada fakta-kenyataan yang ada, tetapi mesti bikin fakta-kenyataan baru. Hingga disini, terang telah bahwa research serta inovasi yaitu utama ada.

Kita tak mungkin saja terus memikirkan bila tak ada hal yang betul-betul utama serta penting. Terutama, tanpa ada cinta, ke-2 hal itu betul-betul akan tidak ada. Bukan sekedar pada kekasih, kecintaan pada ilmu dan pengetahuan yang kita dalami juga mesti ditumbuhkan.

Walaupun mesti melakukan fase-fase yang kadang-kadang menyakitkan, dengan cinta kita bakal dengan suka hati untuk menjalaninya. Tak salah lagi, the best job is the job you loved. Bila kita menyukai suatu hal, jadi kita bakal bersungguh-sungguh mengeksplorasinya.

Jadi, terjadi! Kita bakal dengan suka hati lakukan research serta membuat inovasi lantaran kita mengerti bahwa tak ada buatan manusia yang prima serta memanglah fitrah seseorang manusia untuk meraih kesempurnaan hidup serta kehidupan sesudah mati. Bila saja ini berlangsung pada tiap-tiap diri manusia, sekurang-kurangnya di negeri ini, mungkin saja histori bakal beralih kurun waktu yang sesingkat-singkatnya.

Makin banyak pikiran, pasti prefrontal cortex tak dapat menanganinya sekalian. High process bakal dipindahkan ke system limbik untuk di-proses dengan cara background apabila telah berlangsung, bakal susah untuk menariknya kembali ke prefrontal cortex.

Saya katakan susah lantaran dua argumen. Asalan pertama permasalahan mood, serta ke-2 yaitu permasalahan Jumping Minds1 yang seringkali menempa akal pikiran.

Jadi, salah satu langkah untuk memertahankan jalur pikiran yaitu dengan langkah menulis. Bakal lebih gampang untuk menarik sistem dalam emosi lewat suatu tulisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun